AMBON SPEKTRUM – Pemerintah Provinsi (Pemprov) Maluku melakukan inventarisasi kerusakan rumah-rumah warga yang terkena imbas dari bentrokan pasca demo penolakan Undang-Undang Cipta Kerja di lokasi sekitar Jembatan Merah Putih (JMP), Desa Poka, Kota Ambon.
Upaya ini dilakukan dengan peninjauan langsung ke lokasi bentrok oleh Asisten II Setda Maluku Ali Masuku, Selasa (13/10) untuk memastikan tingkat kerusakan akibat insiden pelemparan batu oleh mahasiswa ke aparat saat aksi unjuk rasa, Senin 12 Oktoner 2020.
Ali Masuku didampingi Kepala Dinas Perumahan dan Pemukiman Provinsi Maluku Deny Lilipory, Kepala Satpol PP Setda Maluku Andre Adrianz serta Sekretaris Satpol PP Kota Ambon Aulia Waliulu.
Kasat Pol PP Setda Maluku, Andre Adrianz mengatakan, informasi yang diperoleh paska aksi demonstrasi penolakan UU Omnibus Law Cipta Kerja beberapa waktu lalu, terjadi insiden lempar batu sehingga mengenai rumah penduduk sekitar JMP Desa Poka.
“Setelah kami turun ke lapangan dan menginventarisir, memang ada sekitar tiga rumah warga yang mengalami kerusakan. Dari tiga rumah, ada satu yg sedikit parah sehingga harus mengganti plafon dan atap seng,” ungkap Adrianz.
Terkait kerusakan tersebut, kata Adriaz, Pemerintah Provinsi Maluku melalui Dinas Perumahan dan Permukiman akan membantu membiayai kerusakan tersebut.
“Kita juga sudah ketemu dengan keluarga yang rumahnya mengalami kerusakan. Jadi, kita akan segera memperbaiki kerusakan itu,” kata Adrianz.
Sementara itu, Penjabat Kepala Desa Poka, Erick Van Room yang mendampingi rombongan mengatakan, aksi unjuk rasa tersebut membawa dampak kerusakan terhadap beberapa rumah warga.
“Tadi kita sudah cek bersama Asisten II, Kadis Perumahan dan Permukiman, Kasat Pol PP, memang ada beberapa rumah yang rusak. Kerusakan pada genteng atau atap rumah bocor, karena terkena lemparan batu,” ujarnya.
Erick berterimakasih atas perhatian Pemprov Maluku terhadap warga yang terkena dampak. “Saya selaku Pj Kepala Desa menyampaikan terimakasih karena warga saya yang rumahnya rusak akan dibantu pemerintah,” tandas Errick.
Sementara itu, dua mahasiswa salah satu Perguruan Tinggi di Maluku resmi dijadikan tersangka oleh penyidik Sat Reskrim Polresta Pulau Ambon dan Pulau-Pulau Lease. MR dan HS terlibat melakukan pelemaparan serta tindakan anarkis lainnya dalam aksi demonstrant penolakan UU Ciptaker di depan kampus Universitas Pattimura (Unpatti) Ambon, Senin (12/10).
Keduanya diamankan beserta ke-13 rekannya dalam aksi itu, beserta barang bukti berupa baju, kayu dan baju kaos serta vidio lainnya yang mengambarkan kejadiaan brutal kedua tersangka.
Kapolresta Pulau Ambon dan Pulau-Pulau Lease, Kombes Pol Leo Surya Nugraha Simatupang mengatakan, penetapan kedua mahasiswa ini sebagai tersangka setelah diamankan 1 kali 24 jam bersama 11 rekan mereka yang lainnya.
“Untuk 11 rekannya kita jadikan wajib lapor. Sementara dalam pengenbangan lagi, kita di back up Polda Maluku,” jelas Kapolresta dalam rilis siang tadi, Rabu 14 Oktober 2020 di Mapolresta Ambon.
Menurutnya, kedua tersangka berstatus mahasiswa di salah satu perguruan tinggi di Kota Ambon. Peran keduanya dalam aksi ratusan mahasiswa saat itu, ikut terhasut melakukan pelemparan berdasarkan keterangan saksi dan warga sekitar lokasi aksi. Begitupun disertakan dengan bukti vidio.
Selain itu, Mantan Kapolres Pulau Buru ini mengaku, pihaknya saat ini dibantu Polda Maluku masih terus melakukan pengembangan. Salah satunya mencari aktor intelektual aksi brutal mahasiswa itu. Aktor itu disebut berinisial A, orang yang mengarahkan melakukan kejahatan pelemparan dalam aksi tersebut.
“A ini aktor utama. Dia bukan mahasiswa lagi, kita sudah cari di kosnya, namun tidak ditemukan. Kita masih terus melakukan pengejaran terhadap dia, kita di back up Polda Maluku,” jelas dia.
Kedua tersangka disangkakan melanggar pasal 160 KUHP atau Pasal 214 KUHP dan atau pasal 212 KUHP tentang menghasut dalam upaya melakukan kekerasan terhadap penguasa umum atau kekerasan terhadap petugas yang melakukan pekerjaan yang sah.
“Ancaman hukum di atas 6 sampai 7 tahun,” kata Kapolresta Ambon. (S-16/S-07)