AMBON, SPEKTRUM – Musik Ukulele di Maluku makin berkembang menembus sekat-sekat dan digemari banyak orang. Hal ini dibuktikan mulai dari orang nomor satu di kabupaten Maluku Tengah, Abua Tuasikal. Senator di Senayan, Anna Latuconsina, pendiri Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Pelangi Maluku, Rosa Penturi. Tokoh Maluku di Jakarta, Genti Nanere, sukses sebagai dokter, pelatih sekaligus pengusaha yang menyumbangkan sejumlah Ukulele untuk mendukung anak-anak di pulau Banda dan pulau Kei bermain musik.
Semua itu tak lepas dari andil dan spirit yang dimiliki pendiri komunitas Ukulele, Nicho Tulalessy yang tak lelah menyebarkan ide, gagasannya bagi perkembangan pariwisata Maluku dan memperkenalkan ragam alat musik tradisional, khususnya Ukulele bagi anak-anak Maluku.
Ketika Tulalessy mengajar anak-anak Banda, Bupati Maluku Tengah, Abua Tuasikal yang tertarik dengan cerita bahwa asal mula alat musik ini diperkenalkan oleh bangsa Portugis di Pulau Banda, seketika berkomitmen akan menyumbangkan 50 unit Ukulele. Di pulau Banda, saat ini sudah ada 10 anak-anak yang membentuk komunitas Ukulele dan diberi nama Banda Island Ukulele. Alat musik ini hasil donasi dari Anna Latuconsina, Rosa Pentury dan Ventje Silooy.
Banyaknya anak-anak yang bermain Ukulele di Banda akan menjadi daya tarik tersendiri. Menambah ragam wisata yang sudah ada. Ada wisata sejarah. Wisata rempah dan wisata budaya. Turun dari kapal, wisatawan akan bercerita bahwa ada banyak anak-anak main Ukulele dan mereka akan bertanya. Hal ini bisa diceritakan oleh para pemandu wisata dan pemilik hotel di sana bahwa yang memperkenalkan Ukulele pertama kali di Maluku adalah orang Portugis di Banda.
“ Kapal singgah di Banda. Saya punya waktu 5 jam untuk mengajar di hari pertama di Banda. Anak-anak di Banda cukup interest dengan kedatangan kita,” terangnya.
Ke depan, ia juga akan merespon permintaan dari Pulau Hatta dan Pulau Nusalaut yang ingin anak-anak di sana juga belajar dan bermain Ukulele.
Di pulau Kei, ide ini ditularkan pemudi belia, Julia Manufury yang terinspirasi ketika ia lewat di desa Amahusu dan menyaksikan betapa cerianya anak-anak Amahusu bermain musik. Ia pun bertekat mengembangkannya di Kei. Terbentuklah Kei Island Ukulele dan Tibe One Ukulele. Dari 5 orang menjadi 20 orang.
Banyaknya dukungan dari tokoh-tokoh penting Kei seperti ketua DPC PPP Malra, Noval, Christo Beruatwarin, Eva Putnarubun, Zeth Rahalus. Rudi Fofit sampai kepala bidang destinasi, dinas pariwisata kabupaten Maluku Tenggara, Budi Toffi, membuat Julia yakin Ukulele di Kei akan berkembang, memberi pengaruh baik untuk kemajuan pariwisata Kei.
Ukulele, kata Tulalessy juga dapat mengikat anak-anak untuk saling berbagi dan menumbuhkan rasa sayang, persaudaraan sejati. Terbukti mereka saling mengirimkan video mengekspresikan rasa sayang dan berharap dapat saling mengunjungi saat pandemi sudah berlalu. Kunjungan ini dapat memperkaya wawasan dan pengetahuan anak-anak tentang Maluku.
“Anak-anak bisa saling mengunjungi dan saling belajar. Dari Ambon datang ke Banda, belajar sejarah. Wisata di Banda sehingga pengetahuan mereka bisa tambah kaya tentang Maluku. Begitu pun di Kei. Kita juga bisa bawa anak-anak ke sana,” ungkapnya.
Genti Nanere juga tiga minggu lalu memberi donasi untuk anak-anak di Waihoka, Kampung Kolam karena mereka juga ingin bermain Ukulele. (S.17).