Repo Bodong, Belum ada Tersangka Baru

Ilustrasi

AMBON, SPEKTRUM – September 2018 lalu, dua orang telah ditetapkan menjadi tersangka. Adalah Idris Rolobessy dan Izack B Thenu. Hingga Kamis (7/11/2019), belum ada penambahan tersangka baru di kasus ini.

Perkara dugaan tipikor motif transaksi bodong reverse repo obligasi antara PT. Bank Maluku-Maluku Utara, dan PT. Andalan Artha Advisindo (AAA) Securitas dalam kurun waktu tiga tahun (2011 – 2014). Akibat transasksi bodong itu, ditengarai merugikan negara senilai Rp 238,5 miliar, dari total transaksi mencapai Rp300 miliar.

Siapa lagi yang terlibat dalam perkara ini, hanya saja pihak Kejaksaan Tinggi (Kejati) Maluku masih membutuhkan bukti-bukti tambahan. Pengembangannya masih terus dilakukan. Berdasarkan informasi yang dihimpun Spektrum menuturkan, aliran dana repo Bank Maluku –Maluku Utara diduga masuk ke kantong oknum tertentu pada bank plat merah tersebut. Namun, hal ini belum dibuka oleh tim penyidik Kejati Maluku.

Sebelumnya Kasi Penkum Kejati Mauku, Samy Sapulette mengatakan, penanganan kasus ini masih bergulir. Untuk tersangka baru belum ada. Samy enggan mau berandai seputar ada atau tidak, tersangka tambahan dalam perkara dugaan korupsi berjamaah itu.

“Perkara ini (Repo Bank Maluku-Malut), masih berporses. Tersangka masih dua orang itu (Idris dan Izack). Penyidik masih bekerja,” ujar Samy Sapulette kepada Spektrum, dalam satu kesempatan.

Terpisah, Pemerhati Sosial Maluku, Charles Ngingi mengemukakan, penyelewengan dana ratusan miliar rupiah terjadi di bursa saham. Tentunya, kata dia, banyak pihak terlibat. Namun dia menyayangkan penanganan perkara ini, hanya difokuskan pada dua orang tersangka.

Sedangkan, oknum lain atau yang ditengarai ikut terlibat kejahatan (transaksi bodong) tersebut, terkesan dibiarkan lolos dari jeratan hukum.

“Sangat disayangkan memang. Yang saya baca di berbagai media massa, ada anggaran cukup besar di kasus repo. Aliran dananya cukup jelas. Penyidik Kejati Maluku sebenarnya sudah tahu ke mana mengalir dana trsebut, dan diterima oknum tertentu. Jika penanganan perkara ini hanya mentok di dua orang tersangka itu, tentunya kita prihatin,” ujar Charles kepada wartawan, kemarin.

Penyidik, kata dia, mungkin punya pernilaian lain terhadap perkara ini. Sehingga hanya dua orang yang ditetapkan sebagai tersangka. Tetapi yang jelas, lanjutnya, mungkin ada pertimbangan lain dalam menetepkan seorang tersangka dalam proses hukum. Dia berharap, penuntasan perkara ini, penyidik berpatokan kepada prosedur yang ada.

Senada dengan itu, Praktisi Hukum, Marnex F. Salmon berasumsi, tidak menutup kemungkinan pihak terkait lainnya, turut serta di kasus tersebut. namun hal ini butuh keseriusan dan keberaian penyidik untuk mengungkapkanya.

“Secara hukum soal dugaan keterlibatan pihak lain bersama melakukan pelanggaran hukum, patut ditindak sesuai hukum yang berlaku. Saya rasa, kasus repo Bank Maluku-Malut itu, banyak pihak terlibat. Yang ajdi pertanyaan penyidik beranti atau tidak untuk mengungkapkannya,” timpal Salmon.

Diketahui, dugaan tipikor penjualan dan pembelian surat utang bunga obligasi Bank Maluku-Malut, sejumlah saksi pejabat internal Bank Maluku-Malut, JL Kepala Satuan Audit Internal (SKAI) PT.Bank Maluku-Maluku, Kepala Divisi Penyelesaian dan Pengawasan (KSIE), GA, dan BW mantan Ketua Satuan Kerja Manajemen Resiko, mantan Dirut DS, dan WP, termasuk dua tersangka juga diperiksa.

Sesuai hasil pemeriksaan rutin pada 2014, ditemukan transaksi reverse repo surat berharga sebesar Rp.238,5 miliar di Bank Maluku-Malut. Saat itu diterbitkan obligasi sebesar Rp.300 miliar dalam bentuk tiga seri. Masing-masing Seri A sebesar Rp.80 miliar telah dilunasi pada 2013. Seri B senilai Rp.10 miliar juga telah dilunasi pada 2015. Dan Seri C sebesar Rp.210 miliar jatuh tempo pada Januari 2017.

Namun OJK menemukan transaksi pembelian reverse repo surat berharga sebesar Rp.146 miliar dan USD 1.250 di Bank Maluku – Malut. Dua transaksi itu dilakukan pihak Bank Maluku-Malut dengan PT.Andalan Artha Advisindo (AAA) Sekuritas direkturnya Andre Rukminto.

Hingga berita ini dipublish, untuk memastikan berapa kerugian keuangan negara akiat transaksi bodong tersebut, BPKP masih melakukan audit. (S-05)