AMBON, SPEKTRUM – Akibat terdampak kebijakan penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di Kota Ambon, Provinsi Maluku, puluhan perwakilan pedagang dari Ambon Plaza dan Pasar Mardika, Senin (29/06/2020), mengadu ke DPRD Kota Ambon. Perwakilan pedagang diterima Komisi II DPRD Kota Ambon di ruang paripurna.
Dalam pertemuan ini, perwakilan pedagang yakni Hj. Irfan Hamka menyampaikan beberapa poin penting. Diantaranya, meminta penjelasan terkait penerapan Perwali nomor 18 tahun 2020 tentang PSBB, yang mana dalam pasal tertentu, menjelaskan tentang waktu aktivitas gerakan.
Namun dalam perjalanan, Tanggal 23 Juni 2020 tim gugus tugas melakukan penutupan aktivitas pedagang secara menyeluruh di Kota Ambon.
“Kemudian turun surat pemberitahuan yang ditandatangani oleh Sekretaris Kota yang menjelaskan tentang penutupan aktivitas pedagang di Amplaz. Dengan ini, maka kami meminta kepada Bapak Walikota: (1) pelaksanaan Perwali, dilaksanakan sesuai dengan pasal-pasal yang tertuang didalamnya, apabila ada perubahan kebijakan terkait pasal-pasal di dalamnya, maka harus dibuat pencabutan Perwali 18/2020,”jelasnya.
Kedua, Terkait service charge di Amplaz yang dibebankan kepada para pedagang selama penerapan PSBB, dengan kondisi ekonomi ini, maka para pedagang akan tetap melakukan kegiatan perdagangan sampai adanya kebijakan baru yang diterima.
Menanggapi hal itu, Ketua Komisi II DPRD Kota Ambon, Jafry Taihutu mengatakan, stimulis berupa relaksasi bagi 400 pemilik toko dan 300 counter besar maupun kecil, dimana yang paling kecil, servis charge berkisar mulai Rp. 800.000 sampai Rp. 10 juta perbulan. Dan stimulus itu, diberikan 50 persen oleh pengelola Amplaz (pengurangan SC dari 100 persen menjadi 50 persen).
“Nanti dibicarakan lagi untuk tuntutan mereka menjadi 0 persen. Itu akan disampaikan oleh komisi ke pimpinan, selanjutnya nanti dibahas lebih banyak di Pansus covid,”jelas Taihutu.
Sementara terkait BLT, ataupun hal-hal yang berkaitan dengan bantuan-bantuan lain, yang mana sampai saat ini, mereka mengaku tidak mendapat bantuan. Maka itu akan dibicarakan nanti.
“Bayangkan, ada sekitar 3002 pedagang di pasar mardika, belum PKL di Terminal, dan yang ada di bentaran-bentaran, itu ada sekitar 4.000 pedagang, ditambah ada sekitar 400 sekian di pasar batu merah, belum lagi pasar lainya yang ada di Kota Ambon. Maka, ini akan kami sampaikan ke Pemerintah Daerah agar apa yang jadi usulan pedagang, juga diperhatikan,”ujarnya.
Sementara terkait penutupan total aktifitas Amplaz, Taihutu menjelaskan, bahwa hal itu dimungkinkan, Amplaz memiliki banyak pintu masuk-keluar, sementara ACC dan MCM hanya dua pintu keluar. Namun hal ini akan tetap dievaluasi.
“Memang di Amplas ini susah, karena dari penjelasan pengelola tadi ada 16 pintu masuk pintu keluar, itu yang membuat surat edaran dari sekretaris kota itu meminta agar Amplas ini ditutup,”katanya.
Pada dasarnya, kata Taihutu, apa yang dibuat oleh Pemerintah, itu benar. Mungkin soal caranya, apakah itu sosialisasi, miskomunikasi dan pendekatan, itu yang harus dievaluasi.
“Mungkin bisa dievaluasi supaya mereka bisa dengan senang hati menerima itu. Karena sebenarnya mereka secara keseluruhan menerima penerapan PSBB ini, namun soal caranya yang harus dirubah atau dievaluasi,”tandasnya.
Terkait dengan hasil rapat para pedagang dan Komisi, Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Pieter Leuwol mengatakan, apa yang menjadi tuntutan, akan disampaikan kepada Walikota Ambon sebagai pengambil kebijakan. (S-01)