AMBON, SPEKTRUM – Mosi tidak percaya ditunjukkan sebagian masyarakat di Kota Ambon terhadap Pemerintah Kota (Pemkot) Ambon, khususnya Walikota Ambon Richard Louhenapessy.
Di hari ke-8 pemberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), yang telah berlangsung sejak 22 Juni 2020, diwarnai dengan aksi demonstrasi mahasiswa dan pedagang.
Aksi demo Senin, (29/06/2020), diprakarsai Himpunan Mahasiswa Islam Indonesia (HMI) Cabang Ambon di bawah pimpinan Burhanudin Rumbouw.
Orasi demi orasi disampaikan pendemo secara bergantian. Mereka mengkritisi kebijakan Walikota Ambon Richard Louhenpaessy terkait pemberlakuan PSBB. Menurut pendemo, penerapan PSBB sangat diskriminatif terhadap masyarakat, khususnya para Pedagang Kaki Lima (PKL), Pasar Mardika Ambon.
Pendemo menyesali pemberlakuan aturan yang menurut mereka sangat tembang pilih. Misalnya batasan waktu terhadap para pelaku usaha, ada yang diberikan waktu dari pukul 06:00 WIT hingga pukul 19:00 WIT. Sementara lainnya hanya dari pukul 06:00 WIT sampai pukul 09:00 WIT.
“Kita orang Maluku. Potong didaging rasa didaging. Tidak boleh ada rasis di Kota Ambon, tidak boleh ada rasis di Maluku,” tegas salah satu orator dari perwakilan PKL Mardika, Onyong saat menyampaikan orasinya.
Dia juga mempertanyakan kebijakan Walikota Ambon terkait pemberlakuan PSBB, mengapa penerapannya tidak merata
“Bapak (Walikota) tahu, saat bapak jadi Walikota, saya orang pertama yang pilih bapak. Jangan saat bapak duduk, lalu bapak sia-siakan kami seperti pengemisan. Ingat, saya salah satu orang pertama kali demo di Ambon untuk menurunkan rezim Soeharto. Jangan sampai saya aksi turunkan bapak,” ancam salah satu pendemo.
Aksi kian memanas saat massa berupaya masuk ke pelataran Balai Kota Ambon pukul 14:30 WIT. Saling tolak pendemo dengan petugas Satuan Polisi Pamong Praja dan pihak Kepolisian, saat pintu pagar dibuka paksa oleh pendemo.
Karena terdesak akhirnya mereka diberikan ruang oleh petugas. Mereka diperbolehkan masuk tapi harus menggunakan masker atau mengutamakan protokol kesehatan. Tapi tak dihiraukan.
Koordinator Lapangan, Muhamad Aswan Kelian menuntut Walikota Ambon mempertanggungjawabkan Perwali Nomor: 18 tahun 2020 tentang kebijakan PSBB yang terkesan sangat mendiskriminatif masyarakat.
Selain itu, mereka juga meminta Pemkot Ambon mempertanggungjawabkan penggunaan anggaran Covid-19, yang kabarnya telah terpakai hingga Rp.20 miliar.
Menurut Muhamad Aswan, Pertauran Nomor: 18 tahun 2020 tentang PSBB. Mereka meminta pertanggungjawaban dana Rp.20 miliar. Mereka juga meminta transfaransi rekap data Covid-19 hingga hari ini.
“Kami minta Walikota Ambon mengevaluasi Kadis Perhubungan Kota Ambon terkait retribusi Angkutan Umum,” tandas dia, sambari menyebut, kalau tuntutan ini tidak direalisasi, maka mereka mengancam akan melakukan aksi lanjutan dengan jumlah massa yang besar lagi.
Mereka terus berorasi hingga ke kantor Gubernur Maluku. Namun aksi demonstrasi yang dilakukan HMI Cabang Ambon dan para pedagang di depan gerbang Kantor Gubernur Maluku ini, akhirnya dibubarkan secara paksa oleh aparat kepolisian.
Unjuk rasa ini mulai tidak terkendali setelah para pendemo berusaha membuka paksa gerbang Kantor Gubernur Maluku dari arah Jalan Raya Pattimura, tepatnya di depan Gereja Maranatha.
Akibat dari aksi mendobrak pintu gerbang, dua mahasiswa sempat diamankan aparat Kepolisian ke dalam Kantor Gubernur. Melihat dua rekan mereka ditahan, beberapa mahasiswa mencoba untuk melakukan negoisasi dan menyatakan siap bertanggung jawab atas penahanan rekan mereka itu.
Karena tak ada reaksi dari aparat kepolisian atas negoisasi yang dilakukan terhadap dua rekan mereka yang ditahan, akhirnya situasi sempat memanas. Disini terjadi aksi saling dorong pagar utama Kantor Gubernur antara para pendemo dengan anggota Satpol PP.
Salah satu mahasiswa kemudian berorasi meminta dua rekannya dilepaskan, namun dalam orasinya ada kata-kata yang tidak pantas dikeluarkan kepada aparat kepolisian.
Namun kata-kata tersebut, belum diketahui pasti apakah tujuan kalimat itu kepada oknum aparat kepolisian yang bertugas saat itu atau kepolisian secara institusi.
Akibat kalimat tak pantas tersebut dikeluarkan, membuat aparat kepolisian geram dan langsung membubarkan secara paksa aksi demo tersebut sekitar pukul 15:45 WIT.
Sejumlah pendemo yang berada di atas mobil pick up, dimana ada pengeras suara itu, langsung digiring aparat kepolisian dan Satpol PP ke lobi utama Kantor Gubernur Maluku.
Setelah digiring, beberapa oknum yang dianggap bertanggung jawab dalam aksi tersebut, langsung dibawa ke Mapolsek Sirimau untuk dimintai keterangan.
Kapolsek Sirimau Iptu. Egidio Sumilat yang dihubungi melalui sambungan telepon membenarkan informasi tersebut. Meski begitu, dia mengaku, seluruh mahasiswa yang dimintai keterangan di Mapolsek, sudah dipulangkan.
”Iya benar. Tadi (Senin) ada beberapa orang yang kita amankan untuk dimintai keterangan. Namun saat ini semuanya sudah dipulangkan,” jelas Kapolsek Sirimau, Sumilat. (S-07)