AMBON, SPEKTRUM– Di masa pandemi ini, peran ibu rumah tangga sangat berat dalam membangun ketahanan pangan rumah tangga.
Hal ini disampaikan Kepala Dinas Ketahanan Pangan Provinsi Maluku, Luthfi Rumbia, Selasa (8/12/2020) di Lantai VII Kantor Gubernur Maluku pada acara Sosialisasi Ketahanan Keluarga Menuju Tatanan Kehidupan Baru.
Peran ibu, mendorong keluarga mengkonsumsi makanan Sehat, Bergizi seimbang, Beragam dan Aman atau biasa disebut B2SA. Makanan yang dikonsumsi ini dapat mempengaruhi imun tubuh, meningkatkan daya tahan tubuh sehingga konsumsi B2SA wajib dipenuhi. Tidak sekedar bisa bertahan hidup.
Ia mengatakan, masalah pangan sangatlah vital bagi kehidupan. Merupakan hak asasi, tidak dapat ditunda maupun disubstitusi dengan benda lain. Jika lapar, semua akan menjadi kacau. Distribusi sangatlah penting diperhatikan juga karena hampir sebagian besar pangan yang dikonsumsi masyarakat Maluku berasal dari luar Maluku.
“ Beras, bawang, telur, semua dari luar sehingga umpama distribusi terkendala. Setengah mati. Waktu pandemi pertama kali, Maret 2020, ada bawang tapi orang takut keluar, siapa mau angkut dari kebun? Tidak ada yang angkut, harga bawang tinggi ,” tuturnya.
Menurut Rumbia, masalah ekonomi sangat rentan. Jika sayur mayur, cabe, bawang dan bahan-bahan makanan mahal dan sulit didapat, akan mengganggu ketahanan keluarga. Namun ia bersyukur karena ternyata ibu-ibu sudah siap mengantisipasinya.
“Menteri Pertanian mengingatkan tidak ada yang (boleh) lapar dan tidak (boleh) susah cari makanan. Bahan pokok,” ungkapnya.
Ia mengakui, selama ini konsumsi pangan keluarga banyak yang belum sehat. Belum beragam dan ketergantungan tinggi dengan pengadaan dari luar. Padahal orang tua dulu sudah mengajari untuk memanfaatkan pangan lokal seperti sagu, umbi-umbian dan sayuran hasil kebun. Hal ini yang kini didorong dan dihidupkan kembali. Memanfaatkan halaman rumah untuk ditanami aneka sayuran.
Rumbia menghitung, jika bertanam sayuran di halaman rumah sendiri, setidaknya sudah menghemat pengeluaran sebesar Rp.240.000 – Rp.360.000, per bulan, itu hanya untuk sayuran. Belum lagi buah-buahan dan bumbu dapur. Hemat dan terpenuhi kebutuhan gizi keluarga.
“ Bisa ganti nasi dengan Papeda. Sagu, kasbi (singkong)keladi atau jagung,” ujarnya.
Ia berharap budaya menabung pangan seperti diajarkan leluhur dapat kembali diterapkan. Ia mencontohkan, di keluarga Muslim ketika bulan puasa, orang tua tidak bekerja mencari nafkah lagi selama sebulan. Hanya khusuk menjalankan ibadah karena selama sebelas bulan mereka sudah menyiapkan lumbung pangan keluarga.
“Zaman dulu selama sebelas (bulan), sudah menyiapkan lumbung pangan keluarga. Ada sagu, ada segala macam. Waktu puasa, benar-benar puasa. Ada pangan lokal. tidak bekerja selama satu bulan karena sebelas bulan sudah menabung. Ada ikan julung, ikan asar. Ada pangan lokal yang siap dikonsumsi selama 24 jam,” ungkapnya. (S.17).