AMBON, SPEKTRUM- Masyarakat Taniwel Raya, Kabupaten Seram Bagian Barat, Senin (28/9/2020) melakukan demo di Kantor Gubernur Maluku. Mereka menolak iin pertambangan marmer yang saat ini beroperasi oleh PT Gunung Makmur Indah (GMI).
Ditemui Kepala Kesbangpol, H. Saimima, Kepala Dinas (Kadis) Pengendalian Dampak Lingkungan Hidup, Roy Syauta dan Kepala Dinas Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Maluku, Fauzan Khattib, di depan kantor Gubernur Maluku, salah satu juru bicara pendemo, menyatakan bahwa hutan adalah harga diri bagi masyarakat adat Taniwel dan mengeksploitasi hutan berarti menghancurkan kehidupan masyarakat negeri adat di sana.
“Hutan kami adalah harga diri kami. Orang tua kami dan kami mencari makan, bisa kuliah dari hasil hutan kami”, tandasnya.
Sambil meneriakkan yel-yel “Mese”, mereka dengan tegas menyatakan tidak ada tawaran lagi selain menolak pembukaan lahan untuk kegiatan pertambangan marmer tersebut karena tidak ada manfaatnya sama sekali bagi kehidupan masyarakat Taniwel. Bahkan pertambangan sangat berpotensi menghancurkan lingkungan, ekosistem hutan dan tatanan adat.
Para pendemo menyatakan, petisi penolakan ijin operasi PT GMI sudah ditandatangani 1000 orang dan pemerintah provinsi Maluku harus menghormati hak kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya karena hutan adat bukan hutan Negara.
“Kami makan bukan dari hasil tambang. Tapi dari hutan. Ada tambang, ada dampak yang nanti kami tanggung. Coba bapak di posisi kami? Jadi kami minta untuk mencabut. membatalkan ijinnya”, pinta Hari Matayane, salah satu orator demo.
Sementara itu, Kadis ESDM, Roy Syauta menyampaikan, PT GMI baru memiliki ijin eksplorasi yang diterbitkan oleh Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) Provinsi Maluku atas nama Gubernur Maluku, yang artinya semua persyaratan telah terpenuhi.
“Sesuai ketentuan perundangan itu, semua sudah dipenuhi. Jadi, baru tahap eksplorasi”, tandasnya.
Saat ini, PT GMI sedang mengumpulkan informasi rinci tentang aspek ekonomis, teknis dan dampak lingkungan, termasuk dampaknya ke masyarakat Taniwel. Jika ketiga aspek tersebut telah terpenuhi, baru akan diterbitkan ijin usaha pertambangan operasi produksi.
Tak puas dengan penjelasan Kadis ESDM Maluku, para pendemo kemudian menuntut pertemuan dengan Gubernur Maluku, dijadwalkan karena mereka tidak yakin aspirasi mereka akan diteruskan oleh ketiga wakil pemerintahan tersebut.
Bahkan mereka mengancam akan meminta Gubernur Maluku untuk melengserkan dua Kadis yang menemui mereka tersebut karena tidak secara tegas memberi jawaban yang memuaskan para pendemo terkait pembatalan ijin perusahaan GMI.
Setelah puas berorasi, salah satu pendemo membacakan enam poin tuntutan mereka, yaitu meminta pemerintah provinsi Maluku menghargai kedaulatan masyarakat adat Taniwel. Menolak dengan tegas berbagai upaya eksploitasi. Mendesak Gubernur Maluku, segera mencabut dan menerbitkan Surat Pembatalan rekomendasi ijin PT GMI. Mendesak Bupati Seram Bagian Barat (SBB) menindaklanjuti surat pembatalan tentang wilayah ijin usaha pertambangan. Mendesak DPRD Provinsi Maluku untuk segera mendesak Bupati SBB menghentikan segala bentuk ijin usaha di Taniwel dan meminta DPRD mengawal seluruh aspirasi masyarakat Taniwel. (TIM)