Pemprov Klaim Tak Salah Bayar

spektrum online
RSUD Haulussy Ambon.

AMBON, SPEKTRUM – Pemerintah Provinsi (Pemprov) Maluku mengklaim, tidak salah membayar ganti rugi lahan untuk pembangunan RSUD dr. Haulussy di Kudamati Kecamatan Nusaniwe Kota Ambon.

Penegasan ini disampaikan Kepala Biro Hukum Setda Maluku, Hendri Far-Far kepadavwartawan di ruang kerjanya, Jumat (13/12/2019). 

Dalilnya, RSUD Haulussy dibangun sekitar tahun 1948, yang dilanjutkan dengan pembangunan asrama putera/asrama puteri, rumah genset dan lainnya.

Pembangunan diatas lahan sekitar 3,8 ha. Setelah itu pada tahun 2009, Josepus Nikodemus Waas dan kawan – kawan menggugat Gubernur Maluku sebagai tergugat I dan Johannes Tisera atau Buke tergugat II.

Buke Tisera kemudian menggugat balik atau rekonvensi terhadap gugatan Waas. Ketika proses tersebut bergulir ada pihak yang intervensi atas perkara tersebut, yakni Saniri Negeri Amahusu sebagai penggugat intervensi I dan Jacobus Abneer Alfons sebagai penggugat intervensi II.

Saat putusan 38 tanggal 22 November 2010 di Pengadilan Negeri Ambon,  dengan amar putusan bahwa, gugatan Waas, rekonvensi Buke Tisera dan intervensi I dan II tidak diterima.

“Para pihak kemudian lakukan banding di Pengadilan Tinggi Maluku. Ketika banding di PT, keluarlah putusan tanggal 4 Oktober 2011. Amar putusannya menyatakan, untuk Josepus Nikodemus Waas cs dinyatakan sebagai ahli waris Wyn Waas,” ungkapnya.

Dalam putusan tersebut, lanjutnya, Pengadilan mengakui Jospus Waas cs merupakan keturunan Wyn Waas sedangkan untuk substansi perkara, pengadilan menolak gugatan para penggugat untuk seluruhnya.

Untuk Negeri Amahusu, sebagai penggugat intervensi I, pengadilan dalam amar putusannya menolak gugatan untuk seluruhnya, juga untuk intervensi II yakni Jacobus Abneer Alfons. “Gugatan intevensi ditolak,” katanya.

Sedangkan untuk gugatan Johannes Tisera alias Buke, tergugat sekaligus penggugat rekonvensi, pengadilan menyatakan, pertama, objek sengketa atau tanah RSUD Haulussy areal yang akan kena ganti rugi adalah milik Johannes Tisera alias Buke.

Kedua, menetapkan Johannes Tisera alias Buke berhak mendapatkan tanah atau areal yang menjadi areal gugatan. 

Putusan tersebut lantas dikasasi, lalu turunlah keputusan 1385 tanggal 23 Juli 2013, dengan amar putusan menolak permohonan kasasi dari Josepus Nikodemus Waas cs, Saniri Negeri Amahusu dan Jacob Abneer Alfons dan menguatkan Putusan Pengadilan Ambon perkara nomor 18/PDT/2010/PT Maluku tanggal 4 Oktober 2010.

Amar putusannya mengatakan, dua hal yakni, Buke Tisera selaku pemilik lahan dan berhak untuk menerima ganti rugi,” ulangnya. Saat keputusan tersebut turun, tidak ada yang ajukan PK selain Saniri Negeri Amahusu namun putusan PK nomor 512/PK/PDT/2014 tanggal 23 Desember 2014 isinya ditolak. “Jadi amar putusannya menolak,” tegas Far-far.

Dikatakannya, frasa dari amar putusan menolak, menyatakan bahwa ketika amar putusan menolak untuk sebuah objek perkara maka haknya selesai.

“Dalam kaitan tersebut maka pada rapat dengar pendapat antara keluarga Jacob Alfons di DPRD Provinsi Maluku, Kamis (12/12) menyatakan Pemda Maluku tidak terlibat dalam perkara tersebut.

Kemudian, putusan tersebut bukan perkara yang ada bangunan RSUD Haulussy diatasnya,” jelasnya.

Far-Far mengaku, saat pertemuan diungkapkan ada 20 potong dati, dan dati yang dimenangkan Buke Tisera adalah Tanah Dati Pohon Ketapang bukan Tanah Dati Kudamati.

Dengan demikian untuk putusan nomor 62 tersebut hanya mengikat para pihak yang terkait dalam gugatan itu.

“Putusan itu belum saya baca namun kalau tidak salah putusan perkara antara Alfons dengan Tisera dan Wattimena. Dengan demikian Pemda Maluku tidak tunduk pada putusan tersebut. Bahwa putusan tersebut tidak membatalkan putusan sebelumnya, karena alat bukti yang digunakan Buke Tisera maupun Alfons, Waas dan lainnya telah diuji pada perkara ini,” ulasnya.

Proses perkara ini sampai akhir, kata dia, telah melibatkan semua pihak dan objeknya hanya lahan berdirinya RSUD bukan lahan lain.

“Jadi pertanyaannya apakah dalam 20 potong dati tersebut termasuk Dati Pohon Ketapang atau tidak, yang putusannya telah inkrah,” katanya.

Kalaupun pengadilan membatalkan surat penyerahan tahun 1976, tidak ada kaitannya dengan perkara tersebut, karena perkara ini menyangkut Dati Pohon Ketapang, dan pada saat perkara ini digelar seluruh pihak telah menunjukan bukti-bukti terkait Dati Pohon Ketapang. (S-16)