Politik adalah seni dan ilmu untuk meraih kekuasaan secara konstitusional maupun nonkonstitusional. Dalam proses politik (lima tahun) di negari ini, ada atuaran main. Politik yang sehat cenderung mengedepankan etika.
Kehidupan berpolitik, ekonomi, dan hukum serta hankam merupakan ranah kerjanya Pancasila sebagai dasar negara. Demokrasi kekiniaan sesungguhnya tidak lagi menginginkan adanya oligarki dan status quo. Sebab oligarki dan status quo kehadirannya tidak menyejahterakan masyarakat. Karena eksistensinya, sekadar ingin berkuasa.
Oligarki politik jangan dipaksa untuk dipertahankan di tengah-tengah sistem demokrasi yang sementara dianut bangsa ini. Sebab keberadaan status quo dan oligarki sesungguhnya tidak menginginkan suatu keadaan berubah. Sebaliknya hanya orang tertentu saja yang menikmati kekuasaan. Intinya, oligarki dan satatus quo bagian dari dinasti politik, hanya mempertahankan kekuasaan.
Dunia demokrasi di Indonesia termasuk Maluku masih tersandera oleh bangunan politik dinasti politik yang diperagakan segelintir elite. Mereka yang membangun dinasti politik itu sendiri, tak lain memiliki kapasitas penting di tubuh birokrasi maupun parlemen.
Tren dinasti politik cenderung dengan sistem kerajaan. Kekuasaan akan diwariskan secara turun temurun dari ayah kepada anak dan lain-lain. Tujuannya kekuasaan tetap berada di lingkaran itu-itu saja.
Di wilayah Maluku segelintir orang masih ingin politik dianasti itu bertahan. Anak, saudara dan keluarga bisa menduduki jabatan publik. Karena ada kekuasaan. inilah gambaran bangunan politik dinasti yang masih dipertahankan oleh sekelompok orang di negeri ini. Tujuannya memonopoli posisi sentral dengan mempraktekan politik dinasti itu sendiri.
Ada yang menolak menolak hidupnya dinasti politik, dan segelintir orang tetap ingin mempertahankan dinasti politik di era demokrasi seperti sekarang. Kekuasaan diraih dengan cara membangun dinasti politik agar orang lain tidak melebihi mereka. Dinasti poltik dapat diartikan sebagai sebuah kekuasaan politik yang dijalankan oleh sekelompok orang yang masih terkait dalam hubungan keluarga.
Politik kekerabatan adalah gejala penyelenggaraan pemerintahan di bawah kontrol langsung pimpinan negara atau kepala daerah. Bisa saja anak, isteri dan saudara dari lingkrangan pejabat itu, mendapatkan posisi strategis dalam politik.
Dinasti politik harus dilawan. Sebab jika dibiarkan tumbuh subur maka praktek ini akan mengganggu hajatan politik mulai pilkada hingga pemilu legislatif dan pilpres. Partai politik harus berada di garda terdepan. Andai kuasa para dinasti ruangnya diberikan, potensi korupsi bisa terjadi. Karena ujung-ujungnya politik dinasti itu cenderung koruptif.
Akibat dari Politik Dinasti ini maka banyak pemimpin lokal menjadi politisi yang mempunyai pengaruh. Sehingga semua keluarga termasuk anak dan istri berbondong-bondong untuk dapat terlibat dalam system pemerintahan.
Dengan Politik Dinasti membuat orang yang tidak berkompeten memiliki kuasa. Dan hal sebaliknya bisa terjadi, yakni orang yang kompeten menjadi tidak dipakai karena alasan bukan keluarga. Selain itu, cita-cita kenegaraan tidak bisa diselesaikan sebab, pemimpin atau pejabat negara tidak mempunyai kapabilitas dalam menjalankan tugas.
Demokrasi mencakup kondisi sosial, ekonomi, dan budaya yang memungkinkan adanya praktik kebebasan politik secara bebas dan setara. Untuk itu, memberikan ruang kepada dinasti politik tetap tumbuh, justru kita sendiri telah memenjarakan (menyandera) tatanan demokrasi yang sementara dianut di Indonesia.
Dinamika politik tidak diharamkan, namun dalam proses politik ada koridor dan etika politik (tidak semestinya menghalalkan semua cara). Keinginan Pancasila dan UUD 1945 yang mencita-citakan rakyat hidup adil dan makmur sebagaimana termaktub dalam Pembukaan UUD 1945 alinea 1 dan 2.
Dominasi kepentingan individu dan segelintir orang harus dihindari, sebaliknya kepentingan rakyat diutamakan. Kesadaran politik akan semakin sulit diwujdukan, bila mereka yang punya kepentingan langsung apatis “mengedukasi” rakyat. Ego dipilih hanya karena ingin berkuasa, semestinya dibuang jauh-jauh.
Ruang demokrasi kita jangan hanya dinikmati oleh segelintir orang yang punya modal dimana endingnya memuaskan lingkaran kekuasaan itu sendiri. Semestinya ending dari pesta demokrasi (Pilkada) itu, menjembatani rakyat untuk menuju kesejahteraan. Selama ini dalam agenda lima tahunan terkesan rakyat hanya bisa mendengar janji. Tetapi akhir cerita (tidak direalisasi).
Harapnnnya, usai pesta demokrasi semisal pilkada 2020, mereka yang terpilih di masing-masing daerahnya, dapat fokus menjalankan tugas dan fungsi dengan penuh komitmen serta beramanah. Jangan pancung demokrasi, hanya karena sekadar ingin berkuasa. (*)