AMBON, SPEKTRUM – Tujuh orang itu sudah lama masuk Daftar Pencarian Orang atau DPO Kejaksaan Tinggi Maluku. Mereka buron setelah divonis bersalah oleh Pengadilan Tipikor Ambon dalam waktu dan tahun berbeda beda.
Perkara mereka telah memiliki kekuatan hukum tetap. Namun sampai sekarang tujuh koruptor itu masih buron, belum diringkus oleh Kejati Maluku.
Pihak Kejaksaan Tinggi (Kejati) Maluku kini menyarankan kepada tujuh terpidana korupsi itu agar menyerahkan diri secara baik-baik.
“Kami sarankan yang DPO menyerahkan diri saja karena tidak ada tempat yang aman untuk melarikan diri dan bersembunyi bagi setiap pelaku kejahatan, dan cepat atau lambat pasti tertangkap,” kata Asisten Tindak Pidana Khusus Kejati Maluku M Rudy di Ambon, Sabtu (30/10/2020).
Rudy mencontohkan salah satu DPO, Sunarko, terpidana korupsi dana proyek pembangunan infrastruktur Bandara Moa, Kabupaten Maluku Barat Daya, yang sudah diciduk setelah berstatus DPO jaksa pada April 2020.
“Saat ini masih tersisa tujuh terpidana kasus korupsi yang berstatus DPO jaksa, kecuali yang dari Kabupaten Buru bernama Ricky itu sudah ditangkap,” kata Rudy.
Yang lain seperti Yusuf Rumatoras di Kabupaten Seram Bagian Timur atau terpidana lainnya seperti Janwar dan Ir. Muhammad yang belum menyerahkan diri juga.
Asisten Intelejen Kejati Maluku Muji Murtopo juga berharap para DPO mendengar berita media lalu menyerahkan diri karena itu lebih baik daripada dikejar jaksa.
“Mereka boleh saja melarikan diri tetapi kita tetap melakukan pengejaran,” tandasnya.
Diketahui, Kejati Maluku pekan sebelumnya teah mengeksekusi Sunarko yang merupakan terpidana kasus korupsi dana proyek pembangunan konstruksi Bandara Moa, Kabupaten Maluku Barat Daya ke Lembaga Pemasyarakatan Ambon.
Tertangkapnya Sunarko di Riau dan dieksekusi untuk perkara pembangunan konstruksi Bandara Moa, Kabupaten MBD yang bersumber dari APBD kabupaten tahun anggaran 2012 dengan pagu anggaran Rp25 miliar.
Yang menjadi penyimpangan di sini adalah kualitas pengerjaan konstruksi fisik bangunan yang tidak sesuai spesifikasi yang ditemukan dalam surat perjanjian kerja dan pembayarannya tidak sesuai dengan prestasi pekerjaan proyeknya.
Akibatnya timbul kerugian keuangan negara sebesar Rp2,961 miliar sesuai hasil perhitungan BPK, dan Sunarko empat tahun penjara, denda Rp200 juta subsider dua bulan kurungan.
Terpidana juga divonis membayar uang pengganti sejumlah Rp2,961 miliar yang dipulangkan dari uang sitaan Rp3,142 miliar, subsider dua tahun kurungan. (ANT/S-07)