AMBON, SPEKTRUM – Soal Lumbung Ikan Nasional (LIN), hingga kini, posisi Kabupaten Kepulauan Aru belum menentu sebagai salah satu industri perikanan atau Sentra Kelautan Perikanan Terpadu (SKPT) yang merupakan grand design LIN.
Masyarakat Aru melalui wakil rakyatnya (Anggota DPRD Aru), kembali menemui Kementrian Kelautan dan Perikanan RI, di Jakarta, belum lama ini. Berdasarkan video yang beredar dimedia sosial, sedikit menggambarkan pertemuan DPRD Aru dan pihak KKP, yang mana dalam pertemuan itu, salah satu Anggota DPRD Kabupaten Kepualauan Aru terlihat “menyemprot” pihak KKP. Dengan nada suara tinggi, Aleg itu meminta ketegasan KKP terkait posisi Aru dalam grand design LIN. Ketegasan itu yang menjadi harapan rakyat Aru.
“Jangan main-main. Jangan anggap sampah kita di daerah, sehingga kotor-kotor saja yang dikasih. Bagini nanti kita (rakyat Aru) demo lagi. Kalau kita bukan bagian dari Indonesia, kita tidak perlu datang (ke KKP RI). Kebijakan bapak-bapak (pihak KKP) ini tidak jelas. Bapak-bapak tidak merasakan sakit (perjuangan) seperti apa yang kita harus. Kita harus bicara dengan Presiden soal ini,”teriak Aleg dalam pertemuan bersama Staf Deputi KKP, di ruang rapat, kantor KKP, di Jakarta.
Aleg tersebut juga menyindir soal regulasi yang dibuat Pempus, yang kebanyakan hanya bertujuan merampas apa yang menjadi hak rakyat.
“Hargai juga hak-hak kita rakyat Aru. Karena kita ada sebelum adanya Republik ini. Jangan kalian (KKP) bernaung dibawah regulasi yang dibuat untuk menguras hak (potensi) kita. Kebijakan kalian ini (tidak masukan Aru dalam grand design), tidak menguntungkan kita di daerah. Maka harus dikoreksi itu,”tegasnya.
Sehubungan dengan itu, Ketua Komisi I DPRD Kabupaten Kepulauan Aru, Semuel Irmuply, kepada Spektrum, via telepon seluler, kemarin mengaku, bahwa pihak KKP tidak dapat memberikan ketegasan terkait posisi Aru dalam grand design LIN. Sehingga, apa yang menjadi tuntutan rakyat Aru, dikembalikan lagi ke Dinas kelautan dan Perikanan Provinsi Makuku.
Untuk diketahui, yang masuk dalam frand design LIN adalah, Waai, Masohi dan Liang.
“Kita malah diminta berkoordinasi dengan Dinas atau Gubernur Maluku kalau soal LIN ini. Sepintas alasan kendala di Kabupaten Aru, sehingga tidak masuk dalam grand design, adalah soal kelistrikan dan landasan pesawat, lalu soal letak Aru yang katanya tidak strategis dibanding 3 kawasan yang ditetapkan sebagai grand design itu. Tapi sebenarnya, kalau itu kendalanya, kita bisa berkoordinasi untuk penuhi itu,”ujarnya.
Jika ini tidak berjalan sesuai keinginan rakyat Aru, tambahnya, maka Pemerintah bersama rakyat akan menolak LIN.
Sementara itu, salah satu Tokoh Pemuda Aru, Callin Leppuy menegaskan, bahwa Pemerintah Provinsi Maluku, tidak punya etikat baik untuk mengakomodir Aru dalam grand design. Kenapa, karena grand design itu disusun oleh Pemerintah Provinsi, sehingga ketika Aru tidak diakomodir didalamnya, itu artinya, Pemprov sendiri yang justru mengabaikan Aru.
“Karena sebenarnya, Pempus itu hanya menerima usulan dari Pemprov, sehingga titik tekan kita sekarang kepada Pemprov. Dan persoalan listrik, infrastruktur dan lain-lain, sebenarnya itu soal kewenangan, yang mana itu ada di Pemprov yang kemudian diusulkan ke Pempus, dalam hal ini KKP, kemudian KKP bertugas mengeksekusi usulan-usulan itu,”tuturnya.
Namun persoalannya, hal itu justru tidak diakomodir oleh Pemprov untuk kemudian disulkan ke Pempus. Sehingga ini menjadi satu rangka persoalan.
Menurutnya, industri perikanan harus dibangun di Aru karena ada fakta sejarah yang menunjang. Yaitu saat pengoprasian perusahaan Benjina, yang mana pada masanya, berhasil menyumbang 7 USD ke Negara. Dan ketika perusahaan itu tutup, maka Pemerintah harus bisa menasionalisasikan perusahaan itu. Dengan melakukan proses nasionalisasi aset.
“Ketika itu dilakukan, maka aset milik Benjina yang masih ada, bisa menjadi infrastruktur awal LIN, yang mana industri perikanan bisa dibangun disitu, itu yang kita usulkan sejak awal. Sehingga Pemerintah bisa menfasilitasi lewat kewenangannya, soal listrik dan lainnya, termasuk pembangunan SPBU-SPBU. Jadi bagi saya letak persoalannya adanya pada Pemprov,”tandasnya.
Karena, sambungnya, sejak awal, Pemprov tidak melaibatkan masyarakat Aru, bahkan Pemkab Aru dalam mendesain LIN itu sendiri.
“Aru yang punya ikan, tapi Aru justru tidak dilibatkan. Bagi saya ini konspirasi yang menjadikan Aru sebagai sapi perah. Jika demikian, maka kondisi miskin masyarakat Maluku tidak akan pernah berubah,”ujarnya.
Jika kondisi ini tetap, tambahnya, maka rakyat Aru akan tetap menolak LIN dan menolak laut Aru dikapling masuk dalam kebijakan LIN. Selain itu, pihaknya juga akan mendesak Pemerintah Kabupaten, untuk menolak 1.600 kapal yang saat ini beraktkfitas di Laut Aru. Agar nantinya rakyat akan mengelola dengan caranya sendiri.
“Ini jika Aru tidak masuk dalam skenario kebijakan LIN,”tegasnya. (S01)
,