SOROT  

Sejumlah Desa di SBB Dijabat Plt

AMBON, SPEKTRUM – Wakil Ketua Komisi III, Hatta Hehanusa, usai pertemuan bersama dengan pendemo di ruang rapat komisi mengatakan berdasarkan data informasi yang diterima, naskah akademik Ranperda sudah diserahkan dari tahun 2019 ke Pemerintah Kabupaten SBB.

Namun sampai sekarang belum ada kelanjutan dari Ramperda tersebut. tapi, hata mengatakan, mungkin masih terus dilengkapi berbagai kekurangan, yang dibahas tingkat DPRD SBB. “Untuk itu, sampai hari ini belum pengesahan dari DPRD,”ujar Hatta keapda Senin (30/11).

Ia menilai, sistim pemerintahan desa saat ini mestinya sudah dilakukan perubahan, karena persoalan yang ada di negeri-negeri.

“Kalau diambil keputusan oleh penjabat itu kan sangat tidak mungkin,” tandasnya.

Misalnya, tambah Hatta, kasus tambang marmer, kemudian pemkab menutup lagi perusahaan Nikel. “Yang menjadi persoalan, bagaimana desa bisa dikelola dengan baik, jika dipimpin penjabat yang masih terus dilakukan pergantian tiga atau enam bulan,” katanya.

Untuk itu, Hatta berjanji aspirasi yang disampaikan pendemo akan menjadi perhatian Komisi III. “Sehingga apa menjadi tuntutam GMNI semoga bisa terealisasi,” pungkasnya.

Diketahui, saat ini jabatan Kepala Desa di Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB) masih didominasi penjabat atau Pelaksana Tugas (Plt) kepala desa.

Akibatnya, sejumlah kebijakan di desa atau negeri tidak terlaksana lantaran tidak bisa dilakukan penjabat.

Untuk itu, Dewan Pengurus Komisariat Gerakan Mahasisa Nasional Indonesia (DPK-GMNI) dalam aksinya di Baileo Rakyat, Karang Panjang, Ambon, Senin (30/11), meminta DPRD Maluku mendesak DPRD SBB untuk memanggil Pemda SBB untuk meminta penjelasan sejauh mana proses Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang Penetapan Negeri di Kabupaten SBB, sesuai diidentifikasi akhir Desember 2019.

GMNI juga meminta DPRD Maluku, menegur DPRD SBB yang dinilai lalai menyikapi persoalan adat istiadat di SBB, yakni Ranperda yang selalu diulur waktu oleh Pemda SBB. (S-16)