AMBON, SPEKTRUM – Raibnya uang senilai Rp 1,141 Miliar (Bukan 2 Miliar), dari dana konsinyasi Rp 6,8 M yang dititipkan di Pengadilan Negeri (PN) Ambon sebelum perkara sengketa lahan di Desa Liang, Kecamatan Salahutu, Kabupaten Maluku Tengah, Provinsi Maluku, diputuskan adalah benar. Namun, Pengadilan menanggapinya santai.
Cosignatie, penitipan uang atau barang pada pengadilan guna membayar utang tapi hilang, kini dipersoalkan Abdul Samad Lessy melalui kuasa hukumnya, Wendy Tuaputtimain.
Humas PN Ambon, Lucky Rombot yang ditemui wartawan, dengan lantang menyebut, dana konsinyasi itu sudah di keluarkan sebesar Rp. 1,141 miliar dari total Rp. 6,8 Miliar.
“Ya, faktanya kan sudah terjadi, ini baru pertama kali saya lihat,” akui Lucky, kepada Spektrum Selasa, (20/10/2020).
Dikatakan, perkara ini berproses, saat diajukan gugatan oleh, Abdul Samad Lessy pada tahun 2017 atas lahan selus 4,6 Hektar di Desa Liang.
Sebelum ada putusan Kasasi dari Mahkamah Agung, sudah dilakukan pembayaran ke salah satu tergugat yakni, Saleh Lessy atas permohonan ganti rugi ke ASDP Ferry Indonesia (Persero).
“Kalau bisa atau tidak bisa, itu soal perkara. Lebih awal permohonan pembayaran, setelah dua hari sebelum gugatan diajukan. Jadi, kalau dia merasa dirugikan, ya gugat saja,” sebut Hakim Lucky.
Juru Bicara PN Ambon itu mengatakan, lahan seluas 4,6 Hektar itu dibelih oleh PT ASDP Indonesia dengan nilai Rp. 6,8 miliar. Namun, saat tanah ini dibelih, sudah ada sertifikat lagan atas atas nama Saleh Lessy (tergugat) dan sudah didirikan bangunan, rumah dan penginapan dan pohon tanaman kelapa.
Nah, lanjut dia, pada 20 Oktober 2017 Saleh Lessy mengajukan permohonan ke ASDP dan Pengadilan. Kemudian dana itu dicairkan atas permohonan yang diajukan.
Menyinggung apakah bisah, kata Lucky menyebut, harusnya belum bisah karena masih berproses perkaranya. “Kalau mau dipermasalahkan silakan,” Tandas dia.
Ia menyebut, dalam gugatan Abdul Samad Lessy ini, pihak PT ASDP Ferry Indinosia, La Jamali, Saleh Lessy, Muhammad Lessy, Daud Hekwan dan Ketua BPN Malteng.
“Jadi kalau upaya mau melapor ke KPK, ya silakan. Hakim yang pimpin perkara ini, saat itu Felix Uwisan. Sementara Ketua PN saat itu adalah Susilo yang kini menjabat Hakim Agung,” tukasnya.
Sebelumnya, Abdul Samad Lessy melalui kuasa hukumnya, Wendy Tuaputtimain membenarkanya. Menurut dia, saat ini pihaknya sementara membuat laporan untuk segera disampaikan KPK terkait dugaan kejahatan yang terjadi di Pengadilan Negeri Ambon dengan ASDP.
“Kita benar lapor. Saat ini kita sedang buat laporan,” tegas pria asal Negeri Kamariang, Kabupaten Seram Bagian Barat itu.
Dikatakan, dana yang dititipkan di Pengadilan ini untuk pembayaran ganti rugi lahan seluas 4,6 Hektar, di Desa Liang, Kecamatan Salahutu, Kabupaten Maluku Tengah (Malteng), yang sedang dalam proses hukum. Dana tersebut kini hanya tersisa Rp 4,8 M.
Wendy menyebutkan, kliennya Abdul Samat Lessy, telah memasukkan gugatan perkara perdata terkait lahan dermaga ferry Liang , terhadap Pama Lessy, Muhamad Lessy, Daud Hahuan dan ASDP Indonesia Ferry (Persero), serta BPN Maluku Tengah sebagai turut tergugat.
Pihaknya kemudian menyurati pengadilan sambil melampirkan nomor gugatan, agar tidak dilakukan pembayaran kepada pihak manapun, sambil menunggu keputusan yang berkekuatan hukum tetap (inkracht). ASDP kemudian menyetor dana sebesar Rp 6,8 M ke pengadilan di tahun 2018.
“Uang ganti rugi untuk membayar lahan dan tanaman itu, kemudian dititipkan pada tahun 2018 kepada pengadilan, setelah kami mendaftarkan gugatan, sambil menunggu putusan inkracht,”ucapnya.
Siapa yang bertanggung jawab? kata Wendy, uang itu hilang secara diam-diam, diduga Ketua PN Ambon saat itu dijabat Susilo yang diduga bekerja sama dengan pimpinan ASDP yang kalah itu, didampingi Jaksa Negara, Robinson Sitorus Cs telah mencairkan dana konsinyasi tersebut.
Dana ini di berikan kepada dua pihak tergugat yang menurut mereka memiliki sertifikat, disaat proses hukum masih berjalan. “Siapa yang bertanggung jawab. Ya pasti hanya yang tau pengadilan. Saat itu, pengadikan di pimpin Hakim Susilo,” akui dia.
Celakanya, pada putusan tingkat kasasi di Mahkamah Agung (MA), pihaknya dinyatakan sebagai pemenang gugatan, dan berhak atas dana sebesar Rp 6,8 M, sesuai dengan amar putusan hakim.
Menariknya, Rp 1,141 Miliar terlanjur diberikan oleh Pengadilan atas permintaan ASDP kepada pihak lain, salah satunya adalah pemilik lahan seluas 1 hektar.
“Tindakan ini melanggar aturan, karena seharusnya pembayaran baru bisa dilakukan setelah adanya putusan inkracht, atas proses hukum yang sedang berlangsung diatas lahan tersebut. Hal ini untuk mengantisipasi terjadinya salah pembayaran yang merugikan negara atau daerah,”ucap Wendy.
Ia menegaskan, Pengadilan harus menjalankan putusan kasasi, sesuai dengan amar putusan yang disampaikan. “Kami menginginkan agar pihak PN Ambon melakukan eksekusi dan menyerahkan dana sesuai putusan Hakim Kasasi,”katanya.
Secara hukum lanjut Wendy, pemilik sah dari lahan dermaga ferry Liang seluas 4,6 hektar (versi ASDP) adalah Abdul Samad Lessy. Dan hal ini diperkuat dengan putusan kasasi Mahkamah Agung dalam perkara nomor 537 tahun 2020.
“Putusan Mahkamah Agung pada perkara Kasasi nomor 537 tanggal 20 April 2020 ini, majelis hakim agung yang diketuai Dr. H. Zahrul Rabain, SH. MH dan beranggotakan Dr. H. Pandji Widagdo, SH. MH dan Dr. Ibrahim, SH, MH. LLM memutuskan, lahan yang menjadi objek sengketa pada dermaga ferry Liang bukan milik Pama Lessy selaku pemohon kasasi I, Muhamad Lessy selaku pemohon II, Daud Hahuan selaku pemohon III dan ASDP selaku pemohon IV,”jelasnya.
Dengan adanya putusan kasasi ini, maka secara hukum objek yang disengketakan dalam perkara ini sah menjadi milik kliennya.
“Kami kini mempersoalkan kekurangan dana konsinyasi pada perkara tersebut, yang diduga dicairkan secara sepihak. Dalam hal ini dilakukan pihak pengadilan, ASDP dan penerima harus bertanggungjawab. Jika tidak, kami akan melaporkan kasus ini ke KPK, untuk mempertanggungjawabkan tindakan yang telah dilakukan,”tandas Wendy. (S-07)