30 C
Ambon City
Minggu, 13 Oktober 2024
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Perspektif Calon dan Pencalonan Pemilihan

KPU sedang merampungkan PKPU Perubahan Kedua Atas PKPU Nomor 3 Tahun 2017 Tentang Pencalonan Pemilihan Gubernur, Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati dan/atau Walikota dan Wakil Walikota. Salah satu bagian penting dari perubahan tersebut, yakni syarat minimal dukungan dan sebaran bakal pasangan calon perseorangan, sudah harus memenuhi syarat sebelum pendaftaran.

Almudatsir Sangadji, Koordinator Divisi Hukum dan Pengawasan KPU Maluku

Persyaratan Calon

Dalam Pemilihan dikenal persyaratan calon dan persyaratan pencalonan. Persyaratan calon merujuk pada pemenuhan syarat calon seperti pendidikan, usia, kesehatan, status putusan hukum, tidak pailit dan menyerahkan daftar kekayaan pribadi. Selain itu calon juga harus bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan setiap kepada Pancasila dan UUD 1945 dan syarat lainnya.

Pasal 4 ayat (1) huruf d Peraturan KPU Nomor 3 Tahun 2017 Tentang Pencalonan Pemilihan Gubernur, Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati dan/atau Walikota dan Wakil Walikota, misalnya menentukan syarat usia 30 tahun Calon Gubernur dan Wakil Gubernur dan 25 tahun untuk calon Bupati dan Wakil Bupati dan/atau Walikota dan Wakil Walikota.

Sedangkan dalam Pasal 4 ayat (1) huruf c menentukan syarat pendidikan paling rendah sekolah lanjutan atas atau sederajat untuk semua jenis syarat calon. Juga diatur pembatasan dua kali masa jabatan, yang tidak lagi dapat mencalonkan diri. Pasal 4 ayat (1) huruf o angka 1 menentukan penghitungan dua kali masa jabatan, diantaranya 5 tahun penuh periode pertama dan paling sedikit 2,5 tahun di periode kedua.

Dua kali masa jabatan dalam jabatan yang sama dimaknai secara berturut-turut atau tidak berturut-turut. Artinya seorang bupati atau wakil bupati, yang tidak terpilih pada periode berikutnya, namun terpilih pada periode yang lain untuk jabatan yang sama, dia dapat dihitung dua peroode menjabat.

Bagaimana jika bupati yang sudah dua kali menjabat di daerah A, mencalonkan dirinya kembali di daerah B atau daerah C? Pasal 4 ayat (1) huruf o angka 2 huruf b, menegaskan mereka tidak lagi apat mencalonkan diri di daerah B atau daerah C. Ketentuan a quo berbyunyi : “2 kali masa jabatan dalam jabatan yang sama meliputi 2 kali dalam jabatan yang sama di daerah yang sama atau di daerah yang berbeda”.

Selanjutnya pembatasan vertikal ke bawah dikenakan bagi mereka yang pernah menjabat Gubernur, Wakil Gubernur Bupati dan/atau Walikota yang akan mencalonkan diri untuk jabatan dibawahnya. Misalnya Gubernur tidak mencalonkan diri bagi jabatan Wakil Gubernur, Bupati atau Wakil Bupati dan/atau Walikota atau Wakil Walikota. Wakil Gubernur tidak mencalonkan diri untuk Bupati atau Wakil Bupati dan/atau Walikota dan Wakil Walikota.

Pula halnya bagi Bupati atau Walikota dilarang mencalonkan diri untuk Wakil Bupati atau Wakil Walikota. Yang tidak dilarang yakni pencalonan vertikal ke atas, yakni Wakil Gubernur mencalonkan diri untuk jabatan Gubernur dan seterusnya untuk wakil bupati dan wakil walikota mencalonkan diri untuk jabatan Bupati atau Walikota.

Bagi patahana yang mencalonkan diri di daerah lain, akan berhenti dalam jabatannya, sejak ditetapkan sebagai calon. Misalnya Bupati di daerah A, mencalonkan diri dan ditetapkan seabagai calon di daerah B, maka dia harus berhenti dalam jabatannya di daerah A. Berlaku juga Bupati atau Walikota yang mencalonkan diri untuk jabatan Gubernur atau Wakil Gubernur.

Sedangkan Patahana yang maju kembali di daerahnya, hanya dikenakan cuti selama masa kampanye. Tidak halnya dengan penjabat Gubernur, Bupati, dan/atau Walikota, mereka tidak boleh mencalonkan diri.

Persyaratan Pencalonan

Persyaratan pencalonan mengatur bagaimana mekanisme pencalonan, yang dilakukan oleh partai politik atau melalui jalur perseorangan. Partai politik dapat mengusung calon melalui dua opsi : akumulasi 20 persen jumlah kursi atau akumulasi 25 persen jumlah suara. Dua opsi ini dapat dilakukan tanpa koalisi atau melalui gabungan partai politik.

Artinya partai politik yang memperoleh 20 persen kursi di DPRD, atau akumulasi perolehan 25 persen suara sah hasil Pemilu legislatif, dapat mengusung calon tanpa gabungan dengan partai politik lainnya. Kecuali partai tersebut tidak memenuhi angka minimal 20 persen kursi atau 25 persen suara. Partai dapat mengusung calon dengan koalisi dengan partai politik lainnya.

Dalam hal partai mencalonakan dengan akumulasi suara, apakah dapat berkoalisi dengan partai yang tidak memperoleh kursi? Pasal 5 ayat (3) menyatakan : “ Dalam hal Partai Politik mengusulkan Bakal Pasangan Calon menggunakan ketentuan memperoleh paling sedikit 25 persen suara dari akumulasi perolehan suara sah, ketentuan tersebut hanya berlaku bagi Partai Politik yang memperoleh kursi di DPRD pada Pemilu Terakhir”.

Dengan kata lain, pencalonan melalui akumilasi 25 persen suara, hanya dapat dilalukan oleh partai yang memperoleh kursi. Partai yang tidak memperoleh kursi tidak dapat menjadi partai pengusung, dan melakukan koalisi dengan partai lain yang memperoleh kursi, termasuk hal tidak dapat mengusung calon melalui akumulasi suara.

Selain pencalonan melalui partai politik, juga dimungkingkan pencalon melalui jalur dukungan perseorangan. Syaratnya bakal pasangan calon harus mendapatkan dukungan penduduk yang terdaftar dalam daftar pemilih Pemilihan atau Pemilu terakhi, dengan jumlah dari 10 persen s.d. 6,5 persen.

Untuk Pemilihan Gubernur diatur jumlah dukungan 10 persen bila penduduk yang terdaftar dalam daftar pemilih tetap sampai dengan 2 juta jiwa, 8,5 persen dukungan lebih dari jumlah 2 juta s.d. 6 juta jiwa, 7,5 persen lebih dari jumlah 6 juta s.d. 12 juta dan 6,5 persen untuk di atas 12 juta jiwa. Untuk Pemiliha Bupati dan Walikota 10 persen untuk sampai dengan 250 ribu jiwa, 8,5 persen lebih dari 250 ribu s.d. 500 ribu, 7,5 persen lebih dari 500 ribu s.d. 1 juta dan 6,5 persen lebih dari 1 juta.

Dukungan minimal tersebut harus memenuhi minimal sebaran 50 % di daerahnya, sehingga dalam proses penggalangan dukungan melalui jalur perseorangan, bakal pasangan calon harus memperhatikan jumlah minimal dan sebarannya.

Sesuai PKPU Nomor 15 Tahun 2019 Tentang Tahapan, Program dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Walikota dan Wakil Walikota Tahun 2020, KPU yang akan menyelengarakan Pemilihan akan menetapkan jumlah minimal dukungan dan persebaran untuk jalur perseorangan tanggal 26 Oktober 2019. Sedangkan penyerahan dukungan dilakukan dari tanggal 9 Desember 2019 s.d. 3 Maret 2020 untuk Pemilihan Gubernur, dan tanggal 11 Desember 2019 s.d. 14 Maret 2020 untuk Pemilihan Bupati dan Walikota.

KPU kemudian melakukan serangkaian kegiatan verifikasi administrasi dan verifikasi faktual. Penelitian administrasi dilakukan dengan meneliti dokumen pendukung dengan dokumen identitas, analisis dukungan ganda, serta pengecekan data dukungan dalam DPT dan/atau DP4. Sedangkan verifikasi faktual di Desa Desa/Kelurahan, kemudian dilakukan rekapitulasi pada tingkat kecamatan, Kabupaten/Kota dan Provinsi.

Hasil rekapitulasi dukungan di KPU Kabupaten/Kota untuk pemilihan Bupati dan Walikota yang memenuhi syarat dan ditetapkan tanggal 12 Juni 2020 s.d. 14 Juni 2020, bakal pasangan calon perseorangan dapat melakukan pendaftaran di KPU Kabupaten/Kota bersamaan dengan bakal pasangan calon yang diusung oleh partai politik tanggal 16 Juni 2020 s.d. tanggal 18 Juni 2020. (**)

Berita Terkait

Stay Connected

0FansSuka
3,912PengikutMengikuti
0PelangganBerlangganan
- Advertisement -spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Latest Articles