Dugaan pembobolan dana nasabah Bank Negara Indonesia (BNI) Cabang Ambon oleh Faradiba Yusuf, memaksa penyidik harus memutar otak guna menelusurinya lebih jauh.
Kejahatan di dunia perbankan bukan baru, tetapi sudah sering. Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 atau Undang-undang Perbankan, ada 13 jenis tindak pidana perbankan telah mengklasifikasikan jenis-jenis kejahatan perbankan.
Untuk mengatasi perbankan seperti yang terjadi pada BNI Cabang Ambon, OJK harus lebih meningkatkan perannya sebagai regulator dan pengawas perbankan.
Sebab Undang-Undang (UU) No. 21 Tahun 2011 yang menyatakan, OJK untuk menghandle kedua peran tersebut. Sebab kejahatan perbankan hingga sekarang tentunya tidak terlepas dari tindak pidana umum, tindak pidana korupsi, tindak pidana sektor jasa keuangan dan juga tindak pidana pencucian uang.
Pada Pasal 49 UU No. 21 Tahun 21 juga diatur selain Pejabat Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia, OJK juga diberi kewenangan khusus sebagai penyidik bersama dengan Pejabat Pegawai Negeri Sipil (PPNS) yang berasal dari Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
Merujuk kasus dugaan pembobolan dana nasabah BNI Cabang Ambon yang dilakoni orang dalam sepatutnya diusut tuntas. Sebab pelaku diduga membuka tabungan untuk menampung uang nasabah ke rekening lain (bukan milik nasabah), deposito, termasuk cek.
Kasus ini tentu memukul pihak BNI. Belajar dari kasus tersebut, sejatinya kedepan pihak BNI Caban Ambon sudah wajib melaksanakan penagwasan internal secara ketat. Sebab, dengan kecanggihan teknologi sistem online seluruh perbankan telah permudahkan dengan pengawasan.
Soal penanganan perkara pembobolan BNI Cabang Ambon yang kini diusut Ditreskrimsus Polda Maluku, disamping menelisik motif kasusnya, soal aliran dana nasabah dari FY ke oknum-oknum tertentu, hingga digunakan untuk apa, juga patut digali, termasuk kabar ada sejumlah aset milik FY pun harus dibuktian, sehingga perkara ini tidak menjadi bias.
Bagi pihak-pihak terkait, agar bersikap kooperataif dengan proses hukum yang dilakukan Ditreskrimsus PoLda Maluku. Karena semua ini menjadi kewenangan pihak Ditreskrimsus.
Bukan soal nominal dana yang dibobol, tapi untuk menududukan perkara ini pada porsi sebanernya. Karena kasus ini mencuat, ada yang berasumsi praktek ini masuk kategori tindak pidana korupsi, dan lainnya menyebut sebagai tindak pidana pencucian uang. (*)