AMBON, SPEKTRUM – Masyarakat di Pulau Seram, Kecamatan Elpaputih, Kabupaten Seram bagian Barat (SBB), berinisiatif untuk melakukan sasi (larangan) membunuh satwa Kuskus (Kusu) dan juga hasi-hasil hutan lainnya seperti rotan, kayu linggua, gopir (gupasa), agatis dan sejumlah kayu bulat lainnya.
Inisiatif ini muncul lantaran banyak orang luar kampung bahkan luar kecamatan yang seenaknya masuk petuanan mereka tanpa ijin dan mengambil kus kus (kusu) dalam jumlah besar dengan menggunakan senapan angin.
“Kita merencanakan sasi di hutan petuanan karenaa sekarang ini orangi luar desa datang seenaaknya tanpa ijin kami dan menembak kusu di hutan petuanan. Tiap minggu, para pemburu ini masuk hutan menembak kusu di sini. Padahal warga di sini sangat jarang menembak kusu hanya pada momen tertentu saja. Jadi kita akan sasi hutan petuanan suoaya tidak seenaknya orang masuk menembak binatang hutan itu,” kata Yafet Wasosoru melalui panggilan teleponnya.
Menurut Yafet pencurian kusu dalam jumlah banyak ini dilakukan tanpa ijin pemilik petuanan dan dilakukan pada malam hari.
“Jadi para pemburu ini sudah tahu lokasi ini, kebetulan kusu di petuanan dusun kami cukup banyak. Pemburu datang sore dan ketika hari menjelang malam mereka menuju lokasi dan beraksi,” katanya.
Yafet mengakui, pihaknya pernah menerima informasi jika para pemburu tersebut jika para pemburu dalam semalam menembak ratysan ekor kisu.
“Ini bahaya jika tetap dibiarkan. Karena kysu terancam punah jika hal ini dibiarkan. Lami kuatir satu saat anak cucu kami tidak lagi mengenal jenis satwa ini,” katanya kuatir.
Hal yang sama juga dikatakan Yongen Latekay, warga setempat. Dia mengaku orang-orang luar kampung itu sering datang seenaknya dan menembak kusu dalam jumlah banyak.
“Saya menduga mereka sudah memperdagangkan kusu karena harganya bisa mencapai Rp. 150-200,000 / ekor,” kata Yongen.
Yongen berjanji hutan petuanan mereka akan di Sasi (X) dalam waktu dekat dan bila ada orang lain yang coba-coba menerobos masuk, maka ada resiko yang harus ditanggung. (*)