Kontrol Penggunaan Anggaran
Tatakelola pemerintahan harus menjunjung tinggi peraturan dan perundang-undangan yang berlaku. Kebijakan pimpinan yang sifatnya menguras keuangan daerah dan negara sudah sedini mungkin dihindari. Sebab kebijakan yang kurang terarah, endingnya menguras budget daerah dan negara.

Kontrol atau pengawasan terhadap kebijakan dan kinerja para penyelenggara negara di daerah, patut dilakukan secara ketat demi memastikan pembangunan terhadap masyarakat tepat sasaran. APBD serta APBN per tahun dalam implementasinya kerap “dipelintir” untuk program yang bersifat hura-hura, tidak menyentuh kepentingan rakyat.
Meminimalisir anggaran perjalanan dinas perlu dilakukan. Belanja tahunan untuk program pemberdayaan terhadap masyarakat patut dilakukan seluas-luasnya. Potensi kebocoran anggaran muncul akibat “kebijakan pimpinan”.
Pemerintah harus meminimalisir belanja anggaran dalam bentuk program yang berbasis proyek, begitu pula anggaran perjalanan dinas pejabat dan ASN. Sebab outputnya belum tentu dirasakan secara langsung oleh masyarakat. APBD dan APBN patut diprioritaskan untuk pemberdayaan masyarakat.
Kebijakan pejabat daerah yang asal asalan tentu tidak menghasilkan manfaat bagi masyarakat pada umumnya. Isu pengentasan kemiskinan jangan sekadar pemanis mulut pejabat. Prakteknya harus dilakukan secara nyata. Kesempatan anggaran per tahun itu, semestinya dimanfaatkan oleh penyelenggara negara di daerah untuk kepetingan pemberdayan masyarakat.
Khusus Kota Ambon saat ini mengalami defisit. Elite eksekutif maupun legislatif, kiranya menghentikan niat untuk bepergian keluar daerah dan luar negeri. Pihak Pemkot dan DPRD Kota Ambon, harus berhati-hati dalam mengambil kebijakan utamanya dalam segi penggunaan anggaran daerah atau negara. Karena akan beresiko hukum, bila pertanggungjawabannya tidak jelas.
Alokasi anggaran per tahun jangan lagi cenderung untuk kegiatan yang bersifat hura-hura, karena belum tentu membawa faedah atau kemaslahatan bagi warga kota Ambon secara kolektif.
Peruntukan APBD maupun APBN harus difokuskan untuk pembangunan daerah dan masyarakat. Untuk itu, pejabat lingkup Pemkot Ambon dan DPRD Kota Ambon bisa menyadari hal ini.
Penggunaan atau belanja anggaran khusus untuk perjalanan dinas aparatur sipil negara termasuk pejabat, kerap menuai masalah. Apalagi Pemkot dan DPRD Kota Ambon pernah punya “luka” soal perjalanan dinas tahun 2011 sebesar Rp.6 miliar, belakangan diketahui fiktif.
Kasus ini sementara diusut pihak Polresta Pulau Ambon. Mestinya, luka lama tersebut dijadikan bahan renungan serta pembelajarana berarti oleh para pemangku kepentingan mulai lingkup Pemkot maupun DPRD Kota Ambon. Semoga Pemkot dan DPRD Kota Ambon tidak mengulangi kesalahan yang sama. (*)