AMBON, SPEKTRUM – Menindaklanjuti pemberitaan media spektrumonline, tanggal 2 Februari 2021, 5 (lima) fasilitator atau pendamping penerima bantuan korban gempa di Negeri Kamarian, Kecamatan Kairatu, Kabupaten Seram bagian barat (SBB) mengaku, kalau tidak ada pemotongan biaya saat pencairan.
Keenam fasilitator melalui surat sekaligus hak jawab mereka terhadap berita spektrumonline tersebut dengan judul, ‘Fasilitator Potong Bantuan Gempa’, sebenarnya tidaklah benar. Seharunya itu terjadi atas kesepakatan beersama dengan para kelompok penerima bantuan gempa.
“Kami akui secara psikologis merasa terganggu. Kami memang tidak pernah memotong biaya apapun dari para penerima bantuan gempa di Negeri Kamarian. Itu semua atas kesepakatan dalam beberapa kali pertemuan,” akui Jeristiwan Lumamuly dalam hak jawab bersama rekan-rekannya, Abd K. Luhulima, Muammar Kalfin Siuata, Idrus A. Hukom, dan M. Sani Samal yang diterima redaksi, Jumat, (05/2/2021).
Menurut mereka, sebenaranya itu bukan pemetongan seperti yang dimaksud, melainkan biaya administrasi sesuai kesepakatan bersama. Kesepakatan biaya tersebut berdasar Petunjuk Teknis (Juknis) yang ada. Pada pertemuan sebelumnya membahas biaya adminitrasi tersebut, menyertakan semua KPB di Negeri Kamarian. Disepakati bersama biaya adminitrasi Rp.500.000 pada tanggal 14 Januari 2021.
“Akan tetapi berubah saat calon penerima bantuan diminta bertemu BPBD Kabupaten SBB tanpa melibatkan fasilitator. Dalam pertemuan tanggal, 23 Januari itu, BPBD meminta calon penerima bantuan untuk membuka rekening kelompok. Sekaligus memberitahukan tidak adanya biaya administrasi berupa apupun untuk calon penerima bantuan,” terangnya.
Disampaikan, pasca peretemuan dengan BPBD itu, masyarakat penerima bantuan di Negeri Kamarian mengklaim tenaga fasilitator telah melakukan pelanggaran. Nyatanya, dalam Keputusan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana RI, Nomor: 106 tahun 2019 tentang Petunjuk Pelaksanaan (Juklak) bantuan stimulan perbaikan rumah korban bencana gempa bumi di Provinsi Maluku tertanggal 31 Desember 2019.
“Petunjuk pelaksanaan bantuan stimulan perbaikan rumah korban bencana Bab IV tentang Pelaksanaan perbaikan rumah korban bencana. Dalam biaya adminitrasi menyebutkan diperkenankan menggunakan dana bantuan stimulan perbaikan rumah rusak sesuai dengan kesepakatan KPB (Kelompok Penerima Bantuan),” tandasnya.
Atas dasar itulah, ke 5 Fasilitator di Negeri Kamarian selanjutnya berinisiatif melakukan pertemuan bersama BPBD tanggal 3 Februari 2021 pukul 16:00 WIT. Pertemuan itu langsung dihadiri Kepala Dinas BPBD SBB, Bendahara dan Sekretaris. Dalam peretemuan itu, Fasilitator Negeri Kamarian melibatkan seluruh fasilitator se-Kecamatan Kairatu.
Untuk diketahui, masalah biaya administarsi di negeri-negeri lain (selain Kamarian) tidak bermasalah. Fasilitator kemudian mempertanyakan masalah yang didengungkan di media masa kepada jajaran BPBD Kabupaten SBB. Dimana masyarakat calon penerima bantuan menjadikan pernyataan BPBD untuk mengklaim adanya pelanggaran yang dilakukan fasilitator.
Disampaikan juga, nyatanya, dalam peretemuan tersebut, Bendahara BPBD, bapak La Ucu mengaku telah melakukan pertemuan dengan calon kelompok penerima bantuan pada 23 Januari 2021 lalu. Bendahara mengaku menyampaikan kalimat, ‘tidak adanya biaya administrasi berupa apupun untuk calon penerima bantuan’.
Menurut mereka, namun terakhir kalimat dari Bendahara mengisyaratkan adanya biaya administrasi dengan kalimat analogi, “Labu saja ada punya hati.”
“Nyatanya, Kepala Dinas juga mengaku pernah menyampaikan biaya administrasi boleh dirembuk dengan calon penerima bantuan,” kata mereka sesuai penjelasan Kadis BPBD SBB.
Untuk itu, mengenai permasalahan biaya administrasi yang sebelumnya disepakati jumlah Rp.500.000 dan akhirnya dieluhkan. Kembali dilakukan mediasi oleh Pemerintah Negeri Kamarian, melibatkan pengurus kelompok calon penerima bantuan dan fasilitator pada tanggal 2 Februari 2020 dan membuat kesepakatan baru dengan ricinian, Rusak Ringan Rp.200.000,- Rusak Sedang Rp.250.000,- Rusak Berat Rp.300.000,-.
Hal senada disampaikan Pj.Kepala Desa/Negeri Kamarian, M. Siwalette menjelaskan, secara mekanisme dari fasilitator itu awalnya, mereka turun sosialisasi kepada keluarga penerima bantuan. Di saat itu ada pembicaraan memang BKPM bersama dengan fasilitator. Itupun di luar kewenangan desa.
“Setelah itu ada masyarakat melapor kepada beta (saya). Entah itu terjadi atas kesepakatan atau tidak. Tapi itu yang masyarakat lapor ke beta, ada pungutan Rp.50 ribu. Beta bersama BPD katong (kita) panggil fasilitator, mungkin ada kejelasan dari fasilitator terkait Juknis atau aturan untuk kesepakatan terjadinya pemotongan demikian,” terang Siwalette melalui sambungan telepon.
Ia menjelaskan, dalam forum pertemuan itu, tidak disampaikan Juknis itu ke katong (Pj.Desa dan BPD Kamarian), sehingga dirinya belum merasa puas. Terkait dengan laporan masyarakat di beberapa Dusun itu besaran potongan itu berbeda.
“Ada Rp.50 ribu ada juga yang Rp.100 ribu. Terlepas dari potongan itu, ada juga uang makan ditambah, sehingga totalnya Rp.100 ribu. Setelah mendapat penjelasan dari fasilitator, ternyata ada Juknis seperti itu,” akuinya.
Tetapi menurut Siwalette, Pemerintah Negeri Kamarian tidak menyentuh dengan yang namanya proses bantuan tersebut. Dan diserahkanlah Juknis tersebut. Ternyata Juknis itu ada pada lampiran Peraturan Badan Penanggulangan Bencana Nasional (BPBN) Nomor: 106.
“Setelah saya pelajari isinya, ternyata dalam Juknis itu menjelaskan, ada biaya administrasi pembuatan laporan. Tetapi dalam penjelasan Juknis itu tidak disebutkan berapa besarannya atau jumlah biaya administrasi pembuatan laporannya,” tandasnya.
Dia menambahkan, dalam Juknis menjelaskan, bisa memakai dana stimulan berdasarkan kesepakatan dengan KPM.
“Jadi, dari PSL itu, bersama KPM yang menyepakati. Tetapi Pemerintah Desa dan BPD tidak punya andil. Hanya saja ada dalam negeri, jadi turut memediasi dan menyaksikan, karena ada Juknisnya,” jelasnya.
Selain itu, dalam Juknis itu, Menimbang bahwa laporan itu tidak dibuat oleh fasilitator, tetapi dibuat oleh Keluarga Penerima Bantuan (KPB).
“Dalam kesepakatan itu, jika para penerima bantuan siap dan menerima untuk membuat laporannya, itu berarti tidak perlu membayar kepada PSL, dan tidak ada masalah,” kata Siwalette sembari menjelaskan, kesepakatan awal dari para PKB sebesar Rp.500 ribu diturunkan menjadi Rp.300 ribu untuk rusak berat, Rp.250 rusak sedang dan Rp.200 ribu bagi rusak ringan. Dirinya berharap, kiranya penjelasannya dapat dipahami masyarakat KPB saat pencairan nanti. Masyarakat Kamarin ke depan bisa menjadi lebih cerdas lagi membangun negeri ini. (TIM)