AMBON, SPEKTRUM – Dirayakan di Jakarta, setahun Kota Ambon sebagai kota kreatif di bidang musik versi UNESCO yang kemudian dikenal sebagai Ambon UNESCO City of Music, mendapat kritikan dari pemerhati musik Maluku.
Menurut salah satu Pemerhati Musik Maluku, Yopi Izaac, kepada Spektrum, melalui sambungan telepon seluler, Sabtu (31/10/2020), keputusan Pemerintah Kota (Pemkot) Ambon, dalam hal ini Walikota Ambon, Richard Louhenapessy untuk merayakan setahun Ambon UNESCO City of Music di Jakarta, hari ini, keliru.
“Saya tidak setuju. Ini bukan kali pertama Pemkot melakukan kegiatan berkaitan dengan Ambon City of Music. Pencanangan ACOM ini, justru dilakukan di Jakarta. Ini menurut saya tidak sesuai dengan konsep dari ACOM itu sendiri. Mestinya ini bisa dilakukan di Ambon,”cetusnya.
Ia berpendapat alasan Walikota Ambon mempertimbangkan adanya kegiatan-kegiatan yang akan berlangsung di Jakarta, seperti launching kegiatan live music oleh musisi Ambon, talkshow, launching tourism oleh Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif serta launching kurikulum musik oleh Dirjen Kebudayaan, Kemendikbud sehingga perayaan setahun ACOM berlangsung di Jakarta, adalah alasan yang dibuat-buat.
“Saya kira itu bisa dilakukan antara Ambon-Jakarta. Seperti yang dilakukan Presiden saat meresmikan kantor stasion TV di Papua,”tandasnya.
Jika menurut Walikota, kegiatan tersebut dilakukan secara offline akan membutuhkan biaya besar, dapat dilakukan secara live streaming. Namun dengan memboyong rombongan ke Jakarta, mengeluarkan biaya lebih besar karena membutuhkan transportasi, akomodasi dan biaya lainnya yang justru mengeluarkan lebih banyak anggaran.
“Kenapa Pemkot tidak di Ambon saja, kenapa harus ke Jakarta. Hanya live streaming dan Pemkot harus ke Jakarta, memang kenapa kalau dari Ambon?
Alasan sumberdaya manusia yang melek teknologi informasi dan komunikasi menjadi kendala digunakan Pemkot Ambon untuk melakukan siaran online di Jakarta, kata Yopi, justru makin mengukuhkan anggapan orang Ambon dan Maluku gagap teknologi (gaptek) padahal dulu Walikota hadir jadi pembela saat orang Jakarta mengatakan orang Maluku gaptek.
“Walikota harus sadar dan ingat. Wali kota hadir sebagai pembela, menyampaikan, kita di Ambon tidak tertinggal soal teknologi. Tapi sekarang, untuk live saja Pemkot harus ke Jakarta,” sindirnya.
Dia menambahkan, jika kegiatan tersebut dilangsungkan di Ambon dengan sistem yang sama, tentu tidak mengeluarkan banyak anggaran sesuai harapan Walikota yang tidak ingin menghambur-hamburkan anggaran untuk kegiatan dimaksud. Para seniman di daerah pun akan mendapatkan manfaat.
Jika Presiden bisa melakukan peresmian dengan online antara Jakarta-Papua, ia mempertanyakan mengapa para Menteri tidak melakukan hal yang sama. Apalagi jika alasannya adalah pandemi.
“Ini cerita yang sangat nonsen. Percuma upaya Pemkot sampai menjadikan Ambon diakui sebagai kota musik tapi tidak bermanfaat bagi masyarakatnya sendiri. Apakah ACOM hanya slogan doang. Mestinya Wali kota lakukan di Ambon untuk membangkitkan para seniman musik Maluku, agar ke depan bisa bersaing ke even nasional maupun internasional. Lakukan hal kecil tapi bermanfaat, itu jauh lebih penting,” tuturnya. (S01)