Atasi Bancana, LIPI Himbau Pelihara Bakau

Sosialisasi Mitigasi Bencana di Desa Waai Kecamatan Salahutu Kabupaten Maluku Tengah, Provinsi Maluku, Jumat (06/12/2019). / dok

AMBON, SPEKTRUM – Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Maluku menggelar sosialisasi mitigasi bencana di Dusun Wainuru, Desa Waai, Kecamatan Salahutu Kabupaten Maluku Tengah, Provinsi Maluku, Jumat, (06/12/2019).

Di Dusun Wainuru ada sekitar 231 KK yang mengungsi di lokasi pohon mangga dengan ketinggian sekitar 300 meter dari permukaan laut. 

Dihadapan ratusan warga Peneliti Muda Pusat Penelitian Laut Dalam (P2LD) LIPI Ambon, Cahya Damayanti menghimbau agar pohon bakau jangan ditebang.

“Jangan menebang pohon bakau karena pohon bakau adalah penyaring alami dan juga penghalang yang baik untuk irupsi air laut,” tandasnya. 

Cahya mengemukakan, di Waai dan sekitarnya sering terjadi gempa karena epicentrum gempa dekat di kawasan tersebut.

“Yang harus diperhatikan adalah bencana setelah gempa rumah dan bangunan yang roboh pada saat gempa lantaran komposisi pembangunan rumah yang mengandung pasir dengan sedikit lempung,” ungkapnya.

Dijelaskannya, pencairan tanah atau likuefaksi tanah adalah fenomena yang terjadi ketika tanah yang jenuh atau agak jenuh kehilangan kekuatan dan kekakuan akibat adanya tegangan, misalnya getaran gempa bumi atau perubahan ketegangan lain secara mendadak, sehingga tanah yang padat berubah wujud menjadi cairan atau air berat.

“Jika tekanan air dalam pori-pori cukup besar untuk membawa semua beban, tekanan itu akan berefek membawa partikel-partikel menjauh dan menghasilkan suatu kondisi yang secara praktis sepertiÊpasir hisap,” terangnya.

Menurutnya, fenomena ini paling sering diamati pada tanah berpasir yang jenuh dan longgar (kepadatan rendah atau tidak padat). Ini karena pasir yang longgar memiliki kecenderungan untuk memampat ketika diberikan beban.

Sebaliknya, pasir padat cenderung meluas dalam volume atau melebar. Jika tanah jenuh dengan air, suatu kondisi yang sering terjadi ketika tanah berada di bawah permukaan air tanah atau permukaan laut, maka air mengisi kesenjangan di antara butir-butir tanah. “Likuefaksi ditandai dengan adanya lubang berair yang timbul pasca gempa,” katanya.

Kesempata ini Cahya juga mengingatkan, agar masyarakat tidak percaya berita hoax yang beredar di masyarakat. “Sebaiknya datang ke LIPI atau Pemerintah Daerah untuk mengkonfirmasikan hal ini,” anjutrnya.

Sementara itu, Kepala Pelaksana BPBD Provinsi Maluku, Dra. Farida Salampessy kepada masyarakat menghimbau agar bisa mempertimbangkan untuk kembali ke rumah. 

“Pemerintah menyiapkan uang tunggu atau uang sewa rumah bagi warga sebesar Rp 500 ribu per bulan selama 6 bulan sambil menunggu penyelesaian pembangunan rumah,” jelas Salampessy.

Kesempatan yang sama Ustad Arsal Tuasikal, Sekretaris Masjid Al Fatah Ambon dalam ceramahnya menjelaskan, zaman Nabi Muhammad masih hidup pun terjadi gempa.

“Saat itu, Rasulullah SAW diam, duduk dan meletakkan tangannya di tanah lalu menyerukan agar bumi diam. Kenapa terjadi gampang merupakan bagian peringatan dari Tuhan agar bumi menjadi lebih baik, kita harus bersyukur karena peringatan terjadi di waktu siang hari,” ingatnya. (S-16)