28.6 C
Ambon City
Jumat, 4 Oktober 2024
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Upaya Lengserkan Sapulette, Hanura Ciptakan Konflik Internal

AMBON, SPEKTRUM – Upaya lengserkan Rhony Sapulette sebagai salah satu pendiri partai, Hanura, secara tidak langsung menciptakan konflik internal ditubuh Hanura.

Pasalnya, langkah DPP partai Hanura yang mengancam akan mencabut KTA Sapulette, pasca gugatannya terkait pelaksanaan Musdalub Hanura Maluku yang berlangsung 21 Maret 2022 lalu, dianggap sebagai sebuah pelanggaran kode etik partai.

Anggapan itu lantaran, ada asumsi keliru yang mengatakan, bahwa Sapulette menggugat partai dan Ketua Umum partai Hanura.

Padahal, yang digugat Sapulette, adalah pelaksanaan Musdalub DPD partai Hanura Maluku, yang dianggapnya illegal.

Namun akibat dari itu, Sapulette dilaporkan ke DPP partai Hanura oleh Ketua DPD partai Hanura Maluku, Ahmad Ohorella dan Ketua Bidang Organisasi, Siswadi bersama Sekretarisnya, Hengky Irawan. Dan Tanggal 19 Mei 2022 kemarin, merupakan sidang ke 2 yang digelar Mahkamah Partai (MP) Hanura, atas dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan Sapulette, berdasarkan laporan/permohonan yang diajukan itu.

Terkait hal ini, Sapulette mengingatkan, bahwa Hanura akan menjalani konflik internal yang berkepanjangan, ketika mencabut KTAnya tanpa dasar hukum yang kuat dan jelas. Karena apa yang dianggap baik untuk partai ini, disebut melanggar kode etik. Ini sama saja membiarkan kesalahan ini terus terjadi dalam partai ini.

“Saya ingatkan, bahwa pencabutan KTA tidak sembarangan. Semoga apa yang saya sampaikan. Bahwa yang saya gugat adalah pelaksanaan Musdalub, bukan yang lainnya. Dan menurut agenda DK, bahwa kemarin itu sidang ke 2. Tapi saya baru sekali menghadiri sidang. pelanggaran kode etik partai itu. Dimana dalam permohonan itu, sekaligus akan memberhentikan saya dari kepengurusan/keanggotaan sekaligus mencabut KTA saya,”tutur Sapulette kepada Spektrum, Jumat (20/5/2022).

Sapulette mengatakan, bahwa dalam sidang perdana sebelumnya, dirinya telah menjelaskan apa dasar gugatannya, yaitu terkait pelaksanaan Musdalub. Dan bukan partai atau Ketum, seperti yang diasumsikan.

“Saya mempertanyakan dasar hukum dari laporan atau permohonan dari Pemohon atas dugaan pelanggaran kode etik yang dimaksudkan itu. Mengingat, sesuai pemahaman saya, bahwa kode etik adalah norma, asas yang diterima oleh sekelompok tertentu sebagai landasan tingkahlaku,”ujarnya.

Yaitu, sambungnya, sebagai suatu sistem norma nilai dari aturan tertulis yang secara tegas menyatakan apa yang benar dan baik, dan apa yang tidak benar dan tidak baik.

Maka dari itu, kode etik yang mana yang disebut sebagai pelanggaran yangbtelah dilakukannya.
“Itu yang saya pertanyakan dalam sidang saya sebagai Termohon/Terlapor dalam dugaan pelanggaran kode etik partai. Namun Pelapor atau Pemohon menyatakan, bahwa sesuai pemberitaan media online pada hasil Musdalub Tanggal 21 Maret, bahwa saya menyatakan, Musdalub itu illegal. Itu sehingga saya disebut melakukan pelanggaran karena menyerang martabat Partai Hanura,”jelasnya.

Dan pelanggaran lainnya, lanjut Sapulette, soal dirinya akan menggugat Ketum Hanura (pa Oso). Namun faktanya, bahwa pernyataan itu keliru. Dimana dirinya menyatakan, bahwa dirinya akan menggugat proses dari pelaksanaan Musdalub, kerena dianggap melanggar AD/AR serta peraturan organisasi.

“Saya akan menggugat proses Musdalub karena itu illegal. Dan Musdalub 21 Maret 2022 lalu menurut saya illegal karena tidak punya legitimasi hukumnya. Karena SK 11 DPC saat itu telah dicabut berdasarkan SK Tanggal 11 Januari tentang pencabutan seluruh SK DPC seluruh Indonesia yang pernah dikeluarkan oleh DPP. Karena dicabut dan dibatalkan itulah, artinya mereka tidak punya SK, saat pelaksanaan Musdalub,”cetusnya.

Sehingga, lanjutnya, kehadiran mereka (DPC) sebagai peserta Musdalub saat itu, duanggap illegal. Dan berdasarkan ART Hanura, bahwa kekosongan jabatan itu paling lama 3 bulan, dan terhitung dari Musdalub pertama Tanggal 5-6 November 2021, sampai Musdalub lanjutan 21 Maret 2022 kemarin, sudah 4 bulan lebih. Artinya, itu sudah melanggar ART. Sementara, itu adalah amanat. Itu yang dimaksudkan dirinya. Tetapi kemudian ada asumsi, bahwa yang digugat adalah Ketua Umum.

“Dan saya sebagai Calon Ketua yang direkomendasikan oleh Ketum Hanura, saya harus menyatakan benar apa yang benar. Yang salah harus diperbaiki dan dikembalikan pada aturan yang benar. Masa saya sampaikan yang benar itu justru disebut pelanggaran kode etik.

Tapi itu hak mereka, dan kita akan berproses, apalagi sampai mencabut KTA saya selaku kader, tidak mudah dan tidak sembarangan bisa mencabut KTA seseorang. Saya ini kader utama, saya yang ikut membesarkan partai ini,”tandasnya.

Disisi lain, Sapulette juga menyebut apa yang dilakukan DPP itu keliru. Karena jika itu disebut pelanggaran kode etik, maka mestinya itu dilaporkan ke Badan Pengurus Harian DPP (BPH), untuk mempertimbangkan layak tidaknya seorang kader sebagai Pengurus.

“Bukannya dilaporkan ke MP atau Dewan Kehormatan. Karena DK hanya mengurus konflik internal. Tetapi jika nanti saya terbukti salah dan dicabut KTA nya, dan diberhentikan dari keanggotaannya, tidak serta merta menggugurkan perkara yang sedang saya laporkan sebelumnya, terkait Musdalub illegal itu. Karena saat itu saya masih sebagai anggota/ pengurus partai Hanura,”ujarnya. (*)

Berita Terkait

Stay Connected

0FansSuka
3,912PengikutMengikuti
0PelangganBerlangganan
- Advertisement -spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Latest Articles