Tim Gonga Berkicau, Basri Damis: itu Fitnah

-Terkait Mahar Politik PKB

Dugaan praktik transaksional mengiringi tahapan proses Pilkada Kabupaten Kepulauan Aru. Tim pasangan calon Bupati-Wakil Bupati Kabupaten Aru, dr. Johan Gonga – Muin Sogalrey berkicau ada transaksi politik terkait rekomendasi PKB. Isu ini merebak setelah Gonga-Sogalrey, gagal menyabet rekomendasi dari partai besutan Muhaimin Iskandar alias Cak Imin tersebut.

AMBON, SPEKTRUM – Tim Gonga menyebut Ketua DPW PKB Maluku Basri Damis, menerima uang senilai Rp 5 miliar. jaminannya, Gonga-Sogalrey mengantongi rekomendasi PKB untuk bertarung di Pilkada Aru pada 9 Desember 2020. Sialnya, rekomendasi PKB digenggam Timotius Kaidel alias Timo.

Namun wacana tim Gonga-Sogalrey tersebut, cepat cepat ditangkis dan dibantah oleh Ketua DPW PKB Maluku, Basri Damis. Ia menepis telah menerima uang sebagai mahar politik dari dr. Johan Gonga senilai Rp.5 miliar.

Basri Damis menegaskan, dirinya tidak tahu menahu dengan uang sebesar Rp 5 miliar yang disebut-sebut diterima dari pasangan dr. Johan Gonga-Muin Sogalrey agar bisa mengantongi rekomendasi PKB.

“Sungguh, saya tidak tahu menahu soal uang tersebut. Kalau ada informasi soal itu, saya tidak tahu. Ini fitnah yang sangat keji,” kata Basri Damis menjawab konfirmasi Spektrum melalui telepon, Selasa (15/09).

Sebelumnya tim Gonga-Sugalrey berani “berdendang” kalau uang yang diserahkan Gonga ditawarkan oleh PKB. Uang tersebut diserahkan melalui Ketua DPW Basri Damis. Angkanya tak main-main, Rp 5 miliar. Sayang, rekomendasi justeru diserahkan kepada Thimotius Kaidel.

Setelah tahu rekomendasinya tidak ke mereka, tim Gonga menuntut balik uang yang diserahkan. Basri sampai, Selasa (15/9) baru mengembalikan Rp 2 miliar. Sisanya belum dikembalikan.

Sejumlah orang dari pemenangan Gonga-Muin saat ini sedang mencari Basri. Mereka menuntut uang sisa Rp 3 miliar harus dikembalikan. “Ini bukti jahatnya mereka mengambil keuntungan di proses-proses politik,” kata salah satu tim sukses Gonga yang bertugas mencari Basri.

Informasi yang dihimpun Spektrum di kalangan internal Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Aru menjelaskan, awalnya partai memutuskan untuk mendukung dr. Johan Gonga dan Muin Sogalrey, Paslon Bupati-Wakil Bupati.

Tapi seiring berjalannya waktu, tiba-tiba dukungan PKB berbalik haluan mendukung Timotius Kaidel bersama pasangannya. Perubahan dukungan ini lantaran Kaidel sanggup membayar Rp 1,5 miliar dari Rp 2 miliar yang diminta.

“Yang kami tahu seperti itu, karena pastinya kami grass root bekerja untuk petahana, dr. Johan Gonga dan Muin Sogalrey,” kata salah satu kader PKB yang ditemui Spektrum di Kota Dobo.

Soal isu terebut juga dibantah Wakil Ketua DPW PKB Maluku, Jermias Sery. Korda PKB Aru, MTB dan MBD ini mengatakan, sejak awal PKB komitmen dukung Timotius Kaidel dan pasangannya di Pilkada Aru.

“Sudah dari awal kita dengan Timotius Kaidel, SK DPP PKB Nomor 2482282 tahun 2020 telah dikeluarkan sejak tanggal 12 Juni 2020. Kalau ada yang bilang dukungan awal ke Gonga itu tidak benar, itu hoax,” tegasnya.

Jeremias juga membantah ada transaksional rekomendasi, apalagi dengan nilai yang menggiurkan. “Tidak benar itu, hoax,” kata dia dengan tegas.

Ia menandaskan, bila ada kader yang mau lakukan lobi-lobi politik ke siapa saja silahkan, namun keputusan DPP PKB telah dikeluarkan rekomendasi berdasarkan usulan dan keinginan DPC PKB Kabupaten Kepulauan Aru. “Ini yang menjadi acuan DPP keluarkan rekomendasi,” kata dia.

Dugaan lainnya ada mahar politik juga diserahkan oleh Timotius Kaidel bkal calon Bupati Aru kepada PKB. Tapi Timo yang coba dihubungi Spektrum berulangkali melalui telepon selulernya Selasa (15/9), sayangnya bersangkutan belum merespon wacana tersebut.

Politik Transaksi Bertentangan dengan UU

UU pilkada sudah mengatur pelaksanaan pilkada. Bila ada praktik transaksi antara kandidat dan partai politik, maka pihak yang merasa dirugikan melapor ke Bawaslu sentra Gakumdu. Selanjutnya diproses oleh Bawaslu.

Direktur Jenderal Politik Umum dan Pemerintahan Umum Kemendagri Bahtiar Baharudin yang dimintai pendapatnya oleh Spektrum menegaskan, agar proses pilkada serentak berlangsung sehat tanpa ada transaksi politik, seluruh pihak peserta dan parpol pengusung untuk mematuhi UU dan Peraturan KPU dan Peraturan bawaslu. “Masyarakat haarus awasi,” anjur Bahtiar Baharduin, menjawab Spektrum melalui telpon Whatasapp, Selasa (15/9).

Ia bahkan menyerukan masyarakat jangan memilih calkada yang tidak patuhi Patuhi Protokol Kesehatan Covid 19. Karena pilkada kali ini di tengah pandemi Covid-19, butuh gerakan moral.  Calon pemimpin harus jadi contoh yang baik bagi masyarakat.

“Tentang mahar politik bila ada kandidat dan Parpol terlibat transaksi politik, sesuai ketentuan UU Pemilu/Pilkada dan Peraturan KPU maka Bawaslu dapat memproses oknum yang terlibat,” tandasnya.

Terpisah, Akademisi Universitas Pattimura Ambon Amir Kotarumalos berpendapat, wacana politik transaksisional harus diantisipasi dengan cara menguatkaan pengawasan. Merujuk konsep partispatif, maka masyarakat didayagunakan untuk melakukan pengawasan.

“Masalahnya bagaiamana sosialisasi pemilu itu. aturan-atauran pemilu harus disosialisasikan ke masyarakat. Kendalanya disitu,” ujar Dosen FISIP Unpatti ini kepada Spektrum melalui telepon selulernya, Selasa (15/9).

Menurutnya, orang melihat kenyataana terbentang di depan mata, tapi ada yang yang tidak tahu itu pelanggar atau bukan. Hal itu karena minimnya ketidakpahaman tentang aturan-aturan pemilu, yang kemudian menyebabkan lemahnya partisipasi masyarakat.

Berikutnya, lanjut Amir, masyarakat terlalu dimanjakan dengan budaya politik uang dari periode ke periode. Sehingga tercipta satu persepsi yang namanya pesta demokrasi itu erat kaitannya dengan pesta uang (politik transaksi).

“ini dia rasa lokal. Itu yang kemudian menyebabkan siapa mau menegur siapa? Karena orang beranggapan, logika rasional itu ada uang. Selama ini anggapan terbentuk, dari pada mereka yang terpilih kemudian janji janji dan sebagainya itu, mendingan (mumpung) tiba saatnya mereka datang kita ambil duit. Nah disini letaknya kelemahan advokasi pemilu terkait dengan bagaiamana proses penyadaran etika politik masyarakat, penyadaran masyarakat kaitannya dengan money politik,” jelasnya.

Amir mengemukakan, hal itu bukan hanya tugas penyelenggara (KPU dan Bawaslu), tetapi yang lebih penting secara elementer Tokoh Agama, Tokoh Adat dan Masyarakat harus terlibat, pengawasaan partisipatif.

Soal mahar politik antara kandidat dan parpol, menurut dia, jika ada kasus maka UU pemilu harus ditrerapkan. Namun tidak ada celah dijadikan untuk menindak oknum secara jelas.

“Ini kan sudah mainan elit kaitannya juga dengan Jakarta. Kalau bicara soal ini (mahar politik), yah harus dudukan aturan. Sebenarnya aturan itu yang harus diperjelas dan ditegakkan. Karena di dalam aturan (pemilu) ada prinsip, tidak ada tindakan yang dapat diberikan sanksi jika pada UU belum menyetakan terlebih dahulu demikian. jadi orang bisa saja menerjemahkan lain (multi tafsir),” ulasnya.

Dari sisi dimensi, masih dikaitkan dengan political cost, bukan politik uang (money politic). “Harapannya, pilkada 4 kabupaten  patut diawasi. Harus bebas agitasi, provokasi politik. Harus Bebas berita hoax politik yang bisa provoks kondisi masyarakat dan menajdi panas, maka harus jeli melihat kondisi ini,” pungkasnya. (S-16/S-14/S-06)