AMBON, SPEKTRUM – Tiap tahun angkutan kota (Angkot) menyetor Rp 3 miliar sebagai biaya masuk Terminal Mardika, termasuk biaya parkir. Namun, para sopir angkot merasa dizolimi lantaran pemerintah membiarkan ada pembangunan lapak dalam terminal.
Tiap angkot, wajib menyetor ke Dinas Perhubungan Kota Ambon sebesar Rp 125.000, tiap bulan sebagai tarif masuk terminal.
Jumlah tersebut jika dikalikan dengan angkot sebanyak 2.000 unit maka tiap tahun setoran PAD dari angkot berjumlah Rp 3 miliar.
“Untuk biaya masuk dan parkir dalam terminal kami menyetor Rp 3 miliar tiap tahun namun kami tidak bisa menikmati kenyamanan saat beraktifitas dalam terminal, kami merasa terzolimi,” kata Wakil Sekretaris Asosiasi Sopir Angkutan Kota Ambon (ASKA), Hendra Yunaidi kepada wartawan di Sekretariat DPRD Maluku, Selasa (14/03/2023).
Untuk itu, dia meminta Pj. Walikota Ambon untuk membongkar lapak dalam terminal dan mengembalikan fungsi terminal sebagai tempat naik turunkan penumpang.
“Kembalikan fungsi terminal sesuai Permenhub 132 tahun 2015,” tegasnya.
Sementara itu, salah satu pedagang yang tergabung dalam Ikatan Pedagang Pasar Mardika Ambon (IPPMA), Hj. Etty mempertanyakan kebijakan pemerintah terkait “beralihfungsinya’ Terminal Mardika.
“Saya ini sudah berjualan di Pasar Mardika sejak masih gadis, kira-kira tahun 1989, sejak terminal masih di Pertokoan Pelita (di lokasi Gong Perdamaian Dunia) dan tidak ada pedagang yang berjualan dalam terminal, tapi saat ini Terminal Mardika berubah fungsi jadi lapak dan ini dilakukan oleh warga Kota Ambon yang belum 10 tahun kantongi KTP Ambon,” katanya kesal.
Perempuan parubaya ini meminta Pj. Walikota Ambon, Bodewin M. Wattimena bersikap tegas. Apalagi tambahnya, Pj. Walikota Ambon bertanggungjawab langsung ke Menteri Dalam Negeri bukan ke Gubernur Maluku.
“Yang mengevaluasi kebijakan atau kinerja Pj. Walikota Ambon atau Pj. Bupati lainnya adalah Mendagri bukan gubernur, apalagi masa jabatan gubernur berakhir tahun ini,” katanya lagi.
Pedagang ini mengakui, satu-satunya kota di Indonesia atau mungkin di dunia pedagang diizinkan berjualan dalam terminal dan angkot berada di luar, yakni Kota Ambon.
“Akibatnya, terjadi kemacetan, ini bukan akibat sempitnya terminal tapi keberadaan pedagang dalam terminal sehingga angkot tak bisa masuk dan parkir di badan jalan depan terminal,” ujarnya. (*)