28.6 C
Ambon City
Selasa, 15 Oktober 2024
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

PPP: Tutup Aktivitas CV. SBM

AMBON, SPEKTRUM – Anggota DPRD Provinsi Maluku dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Azis Hentihu, sepakat aktivitas penutupan atau pemberhentian seluruh aktivitas CV. Sumber Berkat Makmur (SBM), di Hutan Negeri/Desa Sabuai Kecamatan Siwalalat, Kabupaten Seram Bagian Timur, Provinsi Maluku.

Alasannya, banyak persoalan yang ditimbulkan sejak perusahaan ini beroperasi. Misalnya, kantong Izin Perkebunan namun setelah dua tahun beroperasi ternyata tidak satu pohon pala pun yang ditanami seperti yang tertera dalam izin tersebut.

“Ternyata hingga saat ini, pihak perusahaan belum lakukan aktivitas perkebunan seperti yang tertera dalam Surat Izin Perkebunan,” kata Hentihu saat rapat dengar pendapat Komisi II DPRD Maluku dengan Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Maluku, Sadli Ie, Selasa (03/03/2020).

Sejak kunjungan Komisi II DPRD Maluku ke Desa Sabuai Kecamatan Siwalalat Kabupaten Seram Bagian Timur (SBT), Dinas Perkebunan SBT telah mencabut Izin Perkebunan CV. Sumber Berkat Makmur.

“Walaupun hanya tersisa beberapa hari berakhirnya izin tersebut pada tanggal 5 Maret 2020, prinsip saya kalau tudak ada hak negara pada kayu yang telah ditebang, apa yang perlu didiskusikan lagi, tutup saja,” kata Hentihu.

Selain itu, pemantik dari persoalan ini adalah sikap CV SBM yang telah lakukan pelanggaran terhadap rumah adat, tanah dan budaya disana misalnya, dari yang dilaksanakan sebanyak tiga kali dan ini menjadi titik api sehingga komunitas adat atau pemilik lahan lakukan tindak pidana dengan memecah kaca mobil atau aset CV. SBM.

“Itu pemantiknya, jika kita selami saat kunjungan lapangan terungkap permasalahan telah berlangsung lama,” tegasnya.

Ia menjelaskan, permasalahan lain misalnya izin ikutan diawali dengan izin lokasi yang melibatkan para pihak. Ada patuanan dengan Raja Atiahu, ada komunitas adat di tiga lokasi disitu, yang bagi sebagian Desa Sabuai diduga kuat CV SBM telah melewati batas tiga lokasi tersebut dan masuk lokasi keempat tanpa sepengetahuan pemiliknya.

“Ini berkaitan dengan konsistensi atas kesepakatan yang point-poinnya cukup banyak bukan hanya lokasi kemudian juga hak dan kewajiban, juga lainnya,” kata Hentihu.

Dia menegaskan, sejauh pengalamannya dari dapil yang diwakili, biasanya jika terjadi persoalan seperti ini maka managemen selalu menggunakan pihak adat lainnya dan keduanya saling berhadap-hadapan.

“Dia mengadu dua kelompok dalam satu komunitas adat ini saling berhadap-hadapan, dia pemegang uang dan bebas memainkan peran ini,” tandasnya.

Pula, ada temuan yang cukup fundamental yaitu Izin Perkebunan yang dikeluarkan Bupati SBT, dengan izin tersebut maka keluarlah Izin Pemanfaatan Kayu (IPK) namun tidak ada kegiatan perkebunan.

“Ini bisa dijustifikasi sebagai modus dan negara ini todak bisa kalah dengan pecundang seperti ini, bagaimana eksistensi adat, sosial, kemanusiaan, sosial budaya jadi putus hanya karena persoalan seperti ini,” timpalnya.

Selain itu, hak karyawan yang tidak diselesaikan. Temuan di lapangan, ada karyawan yang haknya tidak dibayarkan 4 hingga 18 bulan.

“Saya sempat menanyakan tentang hal ini. Saat ditanyakan, managemen menjawab bahwa pihaknya akan menyelesaikan permasalahan ini jika ada pengapalan, ada pengangkutan, holling, dan lainnya,” tukas Hentihu.

Padahal, penebangan sampai saat ini mencapai 17.000 kubik kayu bulat. Jumlah tersebut bisa menyelesaikan hak karyawan. “Katakanlah setiap kubik dijual Rp1 juta, maka 17.000 kubik telah menghasilkan Rp 17 miliar dalam jangka 2 tahun, cukup untuk membayar hak karyawan dan lainnya,” tutur Hentihu.

Sementara itu, Direktur Operasional CV SBM, Yongky Khoedarusman kepada wartawan usai pertemuan dengan Komisi II, menjelaskan, sebelum pihaknya masuk dan mengurus izin serta mobilisasi alat memerlukan dana miliaran rupiah.

“Kalau tanpa persetujuan masyarakat, bagaimana saya bisa masuk, yang punya adat itu bukan Sabuai tapi seluruh petuanan Siwalalat, melalui kesepakatan tertulis. Saya berikan kesepakatan tersebut kepada mereka untuk pelajari kemudian setuju dan tandatangan. Ada lima marga yang mendujung saya, baru mau masuk sudah terjadi macam-macam, karena minta besar mau kaya mendadak, ini tidak bisa,” katanya.

Bahkan yang menjadi penghalang, kata dia, bukan warga asli Siwalalat atau Sabuai, tidak diketahui kapasitas orang tersebut karena informasi yang diperoleh oknum tersebut telah tinggal di Tananahu Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB).

“Apa yang dicantumkan tidak pernah saya langgar, malahan saya banyak memberikan bantuan mulai dari Desa Atiahu hingga Desa Dihil, tapi tidak saya cantumkan,” katanya.

Soal hak karyawan yang belum dibayar bahkan hingga 18 bulan, hal ini ditepis oleh Bos CV. SBM ini. “Tidak benar. Ini hoax, sebab kalau ada yang berusaha di satu daerah dan anak daerah tersebut tidak digaji sejak masuk hingga kini apa bisa?” kata Yongki.

Ada keterlambat pembayaran hak karyawan tapi seluruh kebutuhan karyawan dilayani. “Kalau karyawan dari luar, setiap bulan delegasi selalu kirim ke isteri dan anak-anak mereka,” imbuhnya.
Jumlah karyawan di CV SBM lebih dari 100 orang, karyawan lokal 70 orang dan sisanya karyawan dari luar SBT.

Fakta Baru

Bos CV. Sumber Berkat Makmur Imanuel Darusman alias Yongki, sebelumnya mengklaim perusahaannya telah memiliki ijin lengkap terkait penebangan hingga pengolahan hutan di Sabuai. Namun fakta terbaru terungkap, justru penebangan dilakukan pihak CV. SBM tanpa Izin Pemanfaatan Kayu (IPK).

Sumber Spektrum menjelaskan, mekanisme penerbitan ijin, mulai dari IPK, dikeluarkan oleh Kadis Kehutanan Provinsi Maluku. Namun dengan ketentuan, apabila sudah dikeluarkannya Izin Usaha Perkebunan ( IUP ) dari Bupati SBT.

“Tapi yang terjadi pada SBM, kenyataannya bahwa, penebangan Kayu sudah dilakukan dilapangan, baru IPKnya diusulkan,”ungkap Sumber.

Selain itu lanjut sumber ini, proses penerbitan IPK harus memiliki monitoring dan evaluasi dari Dinas Pertanian terkait realisasi pelaksanaan kebun.

“Yang jadi pertanyaan, proses itu sampai tingkat mana, kalau kenyataan dilapangan tidak ada pelaksanaan kebun berupa penyediaan bibit dan penanaman, maka mestinya Dinas Pertanian merekomendasikan kepada Dinas Kehutanan untuk menghentikan Izin Pemanfaatan Kayunya ( IPK),”jelasnya.

Dengan adanya polemik saat ini, kata dia, Dinas Kehutanan harus membentuk tim untuk melakukan pengecekan langsung ke lapangan.

“Hasil pengecekan lapangan jika ada terjadi pelanggaran, maka dikenakan sanksi administrasi. Namun bila ada dugaan tindak pidana berupa penebangan di luar areal izin, maka dilakukan proses penyidikan sehingga ada efek jera kepada pelaku,” harapnya.

Ia juga mempertanyakan, IPK yang tidak dilaporkan ke Gubernur untuk dimasukan pada saat moratorium yang dilakulan Gubernur Maluku bersama 13 perusahaan IUPHHK- HA lainnya.

“Jangan karena pemilik IPK itu dekat dengan Kadishut, sehingga bertindak semena-mena,” katanya.

Diketahui, perolehan Ijin lokasi, Ijin Usaha Perkebunan Budidaya Tanaman Pala, Ijin Pemanfaatan Kayu, CV. Sumber Berkat Makmur prosesnya kilat, tak butuh waktu lama. Meski dokumen ijin lingkungan belum diproses Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Maluku, tetapi perusahaan milik Bos Yongki ini, berani membongkar hutan Sabuai.

Pihak CV. SBM cenderung mengeksploitasi hutan milik warga adat Negeri Sabuai, Kecamatan Siwalalat Kabupaten Seram Bagian Timur (SBT). Perusahaan ini terkesan mengabaikan peraturan dan perundang undangan yang berlaku. Kehadiran CV. SBM pun, dinilai tidak membawa dampak positif terhadap warga Negeri Sabuai.

Belum lagi pelepasan lahan untuk dipergunakan CV. SBM sebagai areal Perkebunan Budidaya Pala, masih simpangsiur alias belum jelas, termasuk pemenuhan kewajiban CV. SBM terhadap pemilik ulayat Hutan Sabuai.

Penelusuran Spektrum mengungkap borok di balik pembukaan Perkebunan Pala oleh CV. Sumber Berkat Makmur atau SBM. Ijin Usaha Perkebunan Budidaya (IUP-B), dikelaurkan Bupati Kabupaten Seram Bagian Timur (SBT), Abdul Mukti Keliobas, bak jalan mulus untuk CV. SBM beraksi di hutan adat Negeri Sabuai.

Pasalnya, melalui IUP-B Bupati SBT itu, menjadi rujukan oleh Dinas Kehutanan Provinsi Maluku menyetujui Ijin Pemanfaatan Kayu (IPK) kepada CV. SBM, kemudian di SK-kan oleh Gubernur Provinsi Maluku.

Berikut beberapa ijin yang dijadikan senjata oleh CV. SBM hingga leluasa menebas hutan Sabuai. Diantaranya, Surat Keputusan Bupati SBT Nomor 526/64 Tahun 2018 Tanggal 1 Februari 2018 tentang pemberian ijin lokasi untuk tanah seluas 1.183 hektar.

Rekomendasi Gubernur Maluku Nomor 552-43 Tahun 2018 tanggal 13 Februari 2018, tentang kesesuaian lahan dengan rencana makro pembangunan perkebunan Provinsi Maluku kepada CV. SBM untuk melakukan investasi, dan rencana makro perkebunan pala di Desa Sabuai Kecamatan Siwalalat Kabupaten SBT.

Disusul Surat Keputusan Bupati SBT Nomor 151 Tahun 2018 tertanggal 8 Maret 2018 tentang pemberian Ijin Usaha Perkebunan Budidaya (IUP-B) di Desa Sabuai Kecamatan Siwalalat Kabupaten SBT dengan luas areal 1.183 hektar. IUP-B untuk usaha perkebunan tanaman pala.

Dua bulan berselang, karena ada kayu (pepohonan) di areal hutan Sabuai, maka dikeluarkan lagi Surat Keputusan Dinas Kehutanan Provinsi Maluku Nomor 52.11/SK/DISHUT-MAL/459 Tanggal 25 April 2018 tentang persetujuan IPK Tahap I, berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Maluku Nomor 522.11/SK/DISHUT-MAL/250/2018 Tanggal 30 April 2018, tentang Ijin Pemanfaatan Kayu (IPK) dengan luas lahan 371 hektar.

Perpanjangan IPK Tahap II berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Maluku Nomor 522.21/SK/DISHUT-MAL/148/2019 Tanggal 5 Maret 2019 tentang IPK dengan luas lahan 415 hektar. Masa IPK berakhir pada 5 Maret 2020.

Pasca mengantongi berbagai perijinan tersebut, pihak CV. SBM cenderung membongkar hutan atau lahan dengan cara menebang kayu di hutan Sabuai. Tahap I lahan yang ditebas CV. SBM seluas 371 hektar. Anehnya, lokasi yang sudah kosong ini justru tidak ada kebun Pala di sana.

Kabarnya dokumen UKL-UPL Perkebunan Pala CV. SBM dibuat oleh PT. Linoa Internasional Konsultindo. Kontroversialnya, CV.SBM masuk investasi di Kabupaten SBT dengan dalil Perkebunan Budidaya Tanaman Pala, namun dalam praktek perusahaan ini justru dominan menebas kayu (pepohonan) di kawasan hutan Sabuai.

Padahal, IUP-B Bupati telah dikantongi CV. SBM sejak tahun 2018 silam. Faktanya, dari tahun 2018 hingga 2020 ini, tak ada perkebunan pala di lokasi yang sudah dibongkar pihak perusahaan. Dua kali mengantongi Ijin pemanfaatan kayu (IPK), mestinya lahan yang telah dibongkar, dilakukan penanaman pala. Namun faktanya, tidak ada kebun pala di sana.

Sebelum mendapatkan IUP-B, perusahaan harus melengkapi dua ijin yakni Ijin lingkungan dan ijin lokasi. Soal apakah pelaku usaha yang telah diizinkan untuk membebaskan tanah dari hak dan kepentingan pihak lain berdasarkan kesepakatan dengan pemegang hak atau pihak yang mempunyai kepentingan tersebut dengan cara jual beli, pemberian ganti kerugian, konsolidasi tanah atau cara lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, hingga kini belum diketahui dengan pasti.

CV.SBM Bertanggung Jawab

Ketua LSM Nanaku Maluku Usman Bugis, masyarakat tidak bisa disalahkan secara hukum, karena mereka melindungi tatanan adat dan budaya.

“Kalau ditarik dalam ranah hukum juga maka putusan MK 35 tentang masyarakat hukum adat juga ya mereka punya hak untuk melindungi hak ulayat mereka, kenapa harus masyarakat yang disalahkan sementara perusahaan yang merampas hak mereka tidak ditindak,” jelas Usman Bugis kepada Spektrum di Bukla, Selasa (3/03/2020).

Dikemukakan, bicara tentang rana hukum UU 32 tahun 2009 telah jelas, karena ini soal upaya pelestarian dan pengelolaan lingkungan hidup yang dilakukan oleh masyarakat Sabuai.

Siapapun yang mencegah dan melakukan upaya kejahatan lingkungan maka tidak bisa dibiarkan. “Saya pikir ini juga harus dilihat oleh pihak penegak hukum utamanya kepolisian,” tandasnya.

Dia menegaskan, problem yang sudah terjadi di hutan Sabuai CV. SBM patut bertanggung jawab dari sisi kerusakan lingkungan. Dalam waktu dekat, kata dia, LSM Nanaku Maluku akan mengupayakan pidana lingkungan terhadap siapa saja yang terlibat dalam kejahatan lingkungan di hutan Sabuai.

Sementara itu, Azis Alzubaidy, salah satu pengurus LSM Nanaku Maluku mengatakan, dari rapat yang digelar komisi II DPRD Maluku yang melibatkan Direktur CV. SBM, Dinas Kehutanan Provinsi dan Gerakan Save Sabuai pada Februari 22 kemarin, perusahaan tak boleh melakukan aktivitas apa pun hingga DPRD meninjau ke lokasi pengrusakan hutan oleh CV.SBM tersebut.

“Pukul 17:50 WIT kemarin, ada rekan kita yang memantau di lokasi, ternyata kedapatan CV.SBM masih melakukan aktivitas pemuatan kayu. Ini terkesan Direktur CV.SBM tidak menghormati keputusan bersama saat rapat dengan DPRD,” kesalnya.

Ia meminta DPRD Provinsi Maluku untuk menggunakan hak angket menyikapi secara serius kejahatan lingkungan dan tindakan mempolisikan masyarakat Sabuai oleh pihak perusahaan. “Kami juga meninta, harus ada sikap tegas terhadap direktur perusahaan” harap Asis. (S-16/S-14/S-01/S-13)

Berita Terkait

1 KOMENTAR

Komentar ditutup.

Stay Connected

0FansSuka
3,912PengikutMengikuti
0PelangganBerlangganan
- Advertisement -spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Latest Articles