AMBON, SPEKTRUM- Korupsi bermotif Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD) Pemkot Ambon dan DRD Kota Ambon tahun 2011 sebesar Rp.6 miliar. puluhana oarang sudah diperiksa. hasil audi sudah di tangan penyidik. giliaran mau penetapan tersangka justru diulur oleh pihak Plresta Ambon sendiri.
Faktanya, BPK sudah menyerahkan hasil audit kerugian negara ke Polresta Pulau Ambon. Namun Polresta Ambon beralasan harus meminta keterangan ahli BPK lagi, untuk mencocokan data. Padahal kewenangan audit kerugian negara perakra ini ada pada BPK bukan pihak Polresta Pulau Ambon.
Kinerja pihak Polresta Puilau Ambon dalam hal ini Satuan Reksirim justru membingungkan publik. Menyikapi persoalan dugaan kasus SPPD Fiktif, Pegiat Anti Korupsi, Herman Siamiloy, mempertanyakan kinerja mereka.
“Kan hasil audit BPK itu sudah diserahkan ke Polresta Pulau Ambn. Tunggu apalagi? Mau peirksa akhi kan sudah diperiksa, saat proses penyidikan. Harusnya ditindaklanjuti yakni menggelar perkara sekaligus menetapkan tersangka. jangan sebalknya buat keterangan yang kotradiksi ke tengah publik,” tandas Herman Siamiloy kepada Spektruam di Ambon Senin (10/02/2020).
Disamping itu, dia berharap Poklresta Ambon dan BPK tetap bersinergi dalam memberikan informasi yang akurat kepada publik. “Intinya hasil audit yang sudah ada secepatnya digelar perkara sekaligus penetapan tersangka. karena kasus ini sudah lama ditangani oleh Polresta Pulau Ambon,” timpalnya.
Harus Tuntas
Lambatnya penanganan perkara ini membuat Praktisi Hukum pun angka bicara. Semua kasus atau pelanggaran hukum, baik secara damai kekeluargaan, mediasi maupun melalui jalur peradilan, harus ditintaskan. Soal penangan dugaan korupsi SPPD Fiktif Pemkot Ambon itu, penyidik mestinya profesional.
“Kasus itu kan sudah kan ada mata anggaran yang dipakai untuk pegawai Pemkot sendiri, dan juga ada mata anggaran untuk perjalanan dinas DPRD Kota Ambon. Tidak bisa dua lembaga menggunakan satu mata anggaran. jadi haruis dibedakan. Dan intinya harus dituntaskan oleh Polresta,” jelas Praktisi Hukum, M. F. Salmon kepada wartawan di Ambon, kemarin.
Dia menuturkan, dalam satu mata Pagu anggaran SPPD Pemkot Ambon, hanya bisa dilakukan para PNS atau pejabat di instansi tersebut. Begitu juga dengan Pagu anggaran perjalanan dinas untuk para anggota DPRD Kota Ambon (2009-2014), hanya dipakai dan dipertanggungjawabkan oleh anggota DPRD Kota Ambon sendiri.
“Saya kira penggunaan anggaran tidak bersamaan. Pemkot Ambon menggunakan anggaran SPPD sendiri, dan DPRD Kota Ambon juga menggunakan anggaran sendiri. Itu sangat jelas,” tandasnya.
Menyinggung SPPD diduga fiktif Pemkot Ambon hanya merupakan kesalahan administrasi? Dirinya menyerahkan sepenuhnya kepada proses hukum yang berlaku.
“Kalau menyangkut SPPD Pemkot Ambon yang diduga fiktif hanya merupakan kesalahan administrasi dan kerugiannya kecil, saya tidak dapat menghitungnya. Ada pihak yang berwenang yang menghitung kerugiannya. Tapi kalau sudah dalam proses seperti itu, semuanya kembali kepada proses hukum yang berlaku,” ketusnya.
Diketahui, sejak penyelidikan dan penyidikan, tim penyidik Satuan Reskrim Polresta Ambon sudah memeriksa puluhan pejabat dan staf lingkup Pemkot Ambon termasuk pihak DPRD Kota Ambon. Mereka yang pernah diperiksa antara lain, Walikota Ambon, Richard Louhnepessy, Sekretaris Kota Ambon AG Latuheru, Debby Louhenapessy (istri Walikota Ambon).
Begitu juga Sekretaris DPRD Kota Ambon, dan anggota DPRD Kota Ambon periode 2009-2014. Pemeriksaan juga telah dilakukan penyidik terhadap pihak Trevel yang menjual tiket kepada para pihak Pemkot, dan Sekretariat DPRD Kota Ambon yang melakukan perjalanan dinas. (S-07/S-05)