AMBON, SPEKTRUM – Aksi anarkis kembali dipertontonkan oknum polisi dari Polda Maluku. Aksi anarkis tersebut terjadi di Desa Tawiri Kecamatan Teluk Ambon kota Ambon, saat kehadiran puluhan anggota Polisi bersenjata lengkap dengan tameng dan senjata gas air mata.
Kedatangan sekitar kurang lebih 70 anggota polisi dari Polda Maluku ini bertujuan guna melakukan pengukuran lahan pada dusun Dati Siribori di Desa Tawiri, Kamis 21 Januari 2021.
Pengukuran tanah tersebut dilakukan terkait adanya laporan polisi yang dilayangkan oleh Mindy Melodia Siripory yang melaporkan Jantje Siripory dan kawan-kawan dengan tuduhan penyerobotan dan pemalsuan dokumen.
Dalam aksi tersebut, petuga kepolisi dari Polda Maluku ini bertindak anarkis, yakni memukul dan membanting terlapor Jantje Siripory. Aksi dugaan main kekerasan tersebut dipertontonkan oleh oknum polisi bernama Ipda Bonafit Siantury.
Terkait insiden tersebut, kuasa hukum Jantje Siripory, Dessy Halauw kepada wartawan membenarkan adanya aksi anarkis yang dilakukan oknum polisi tersebut.
“Kasus dugaan penganiyaan yang diduga dilakukan oleh Ipda Bonafit Siantury ini telah kami laporkan Propam Polda Maluku dengan nomor laporan STPL /08/I/2021/Yanduan tanggal 21 Januari 2021 dan diterima oleh BRIPKA Karman Abdulah, ” jelas Halauw.
Dijelaskan Halauw, kedatangan puluhan anggota Polisi dari Polda Maluku ini dipimpin oleh oknum polisi bernama Ramdhani dari Subdit 2 Reskrimum Polda Maluku.
Saat itu, lanjut Halauw, sempat terjadi adu argumentasi antara dirinya selaku kuasa hukum Jantje Siripory. Dalam adu argumentasi tersebut, Ramdhani mengatakan apa yang dilakukan mereka ini adalah tindakan dalam rangkain penyidikan pada kasus tersebut namun Ramdhani tidak menunjukan SPDP kasus tersebut. Padahal menurut Halauw hingga kini kasus itu masih dalam tahapan penyelidikan.
“Banyak terjadi kejanggalan saat itu, seperti saat menunjukan batas mengapa petugas hanya membolehkan pihak pelapor lewat kuasa hukumnya dan seorang oknum warga Tawiri bernama Yora Soplanit untuk menunjuk batas tanpa melibatkan pihak terlapor. Ada apa sebenarnya ini. Kami menduga ada yang tidak beres dengan tindakan polisi, ” jelas Halauw.
Keanehan lainnya saat pengukuran batas tanah oleh BPN itu sama sekali tidak dilibatkan pemilik tanah yang berbatasan dengan lahan yang diperkarakan.
Aksi aparat kepolisian ini lanjut Halauw merupakan aksi untuk kelima kalinya. Dimana untuk aksi pertama hingga ke empat polisi tidak berhasil melakukan pengukuran lantaran adanya protes dari warga. Pada aksi ke lima kemarin itu petugas Badan Pertanahan Nasional (BPN) yang hadir guna melakukan pengukuran telah kembali pulang, lantaran melihat situasi yang tidak memungkinkan untuk dilakukan pengukuran dan adanya protes dari warga. Namun petugas BPN yang telah pulang itu ditelpon dan disuruh balik oleh oknum polisi bernama Usman Bugis.
Tidak terima dengan aksi anarkis oknum anggota polisi terhadap kliennya itu, selain melaporkan tindakan anarkis oknum anggota Polisi ke Propam Polda Maluku. Kuasa hukum Jantje Siripory ini juga lantas berupaya menemui Kapolda Maluku guna menanyakan aksi keterlibatan puluhan anggota polisi bersenjata dalam kasus kliennya. Namun sayangnya Dessy Halauw tidak berhasil menemui Kapolda Maluku dan diarahkan untuk menemui Ditreskrimum Polda Maluku Kombes Pol Sih Harno.
“Saat itu Direskrimum mengungkapkan bahwa kasus ini masih dalam tahapan penyelidikan. Dan hadirnya puluhan personil polisi bersenjata lengkap dilokasi tanah yang disengketakan itu atas permintaan polisi sendiri. Aneh saja kok untuk suatu kasus penyerobotan dan pemalsuan dokumen pakai pengukuran tanah segala. Ini kan tindakan perdata, lalu mengapa polisi bertindak dalam perkara perdata, sangat janggal dan aneh, ” paparnya.
Menurut Halauw, dari berbagai kejanggalan yang ada dirinya menduga ada yang tidak beres yang diduga melibatkan oknum oknum tertentu. Dugaan ini juga diperkuat dengan adanya bukti berupa kwitansi pembayaran operasional di kantor desa Tawiri sebesar Rp.100 juta. Dimana pada kwitansi tertanggal 14 Juli 2020 ini (bukti foto kwitansi ada pada redaksi) tertulis bahwa uang sebesar Rp.100 juta itu diserahkan oleh seseorang bernama Johata Tuanubun dan diterima oleh A. Latulola. Uang sebesar Rp.100 juta ini diperuntukan bagi operasional pembuatan surat di kantor Negeri Tawiri.
“Dengan adanya berbagai kejanggalan ini maka.wajar saja kami menduga ada yang tidak beres dalam penanganan kasus klien kami ini, ” paparnya.
Dari rekaman video berdurasi 1 menit 41 detik yang berhasil didapat media ini. Jelas terlihat bahwa aparat kepolisian bersenjata lengkap baik yang berseragam maupun berpakaian preman menghalangi dan melarang Jantje Siripory yang hendak mengusir keluar oknum oknum yang dianggapnya tidak berhak dan tidak mengetahui tentang tanah tersebut. Bahkan aksi aparat kepolisian yang membiarkan pihak terlapor lewat kuasa hukumnya dan oknum anggota masyarakat Tawiri untuk menunjukan batas batas tanah tanpa melibatkan pihak terlapor dan kuasa hukumnya itu juga menuai protes dari beberapa warga. Namun sayang protes warga ini tidak diindahkan oleh aparat kepolisian
Sementara itu Fileo FISTOS NOIJA salah satu kuasa hukum Jantje Siripory pada kesempatan tersebut menegaskan, agar BPN baik provinsi Maluku maupun BPN Kota Ambon untuk tidak menerbitkan sertifkat pada lahan yang diperkarakan secara pidana itu.
“Kami berharap pihak BPN untuk tidak menerbitkan sertifikat kepemilikan atas lahan yang mereka ukur kemarin, dan kami akan menyurati BPN secara resmi. Tapi paling tidak berita ini menjadi surat terbuka bagi BPN untuk tidak.gegabah menerbitkan sertifikat hak milik, ” demikian Noija. (S-07)