AMBON, SPEKTRUM – Rencana ekspose perkara tipikor proyek pembelian lahan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Mesin Gas atau PLTMG Namlea Kabupaten Buru, belum dilakukan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Maluku.
Padahal calon tersangka sudah dikantongi tim penyidik. Ekspose perkara bersamaan dengan penetapan tersangka kini tertunda lagi.
Hingga kemarin, belum diketahui kepastian kapan gelar perkara akan dilakukan Kejati Maluku. Pihak Kejati Maluku hanya berdalil harus menunggu hasil audit dari BPKP Provinsi Maluku.
Kepala Seksi Penyidikan Kejati Maluku, Ochen Almachdaly sebelumnya mengatakan, bila hasil audit BPKP sudah diserahkan, otomatis langkah hukum selanjutnya yakni gelar perkara dan penetapan tersangka.
“Jika dokumen hasil audit kerugian keuangan negara dari BPKP Maluku sudah kami (penyidik) terima, maka tim penyidik akan menindaklajutinya dengan gelar ekspose perkara. selanjutnya penetapan tersangka juga,” kata Almahdaly, kepada wartawan, dalam satu kesempatan di kantor Kejati Maluku, Jalan Sultan Hairun Kota Ambon.
Kasi Penkum dan Humas Kejati Maluku, Samy Sapulette yang dikonfirmasi mengatakan, sampai saat ini belum ada hasil audit perhitungan kerugian negara dari BPKP. Alasannya, BPKP masih melakukan audit.
“Untuk nilai kerugian negara terkait dugaan tipikor proyek PLTMG itu, BPKP belum menyerahkan ke penyidik Kejaksaan. Karena proses audit masih dilakukan BPKP,” kata Sammy Sapulette sembari menambahkan, koordinasi dengan BPKP intens dilakukan.
Informasi yang dihimpun Spektrum sejak penyelidikan hingga penyidikan, sejumlah pihak terkait sudah diperiksa. Bukti bukti juga telah diperoleh tim penyidik, dari para terperiksa maupun dikumpulkan saat tim turun ke lokasi proyek di Namlea.
“Memang belum penetapan tersangka. Perkiraan saya, mereka (penyidik) akan melakukannya dalam tahun ini,” kata sumber kepada Spektrum di Ambon, kemarin.
Diketahui, kasus ini dilaporkan oleh M Mukaddar, (pemilik lahan), warga Desa Liliali, Kabupaten Buru. Ia merasa janggal dengan harga pembelian lahan seluas 48,645,50 M2 tersebut. Sebab tidak sesuai dengan nilai yang tertera dalam kontrak jual beli.
Proyek PLTMG milik PT.PLN Unit Induk Pembangunan (UIP) Maluku di Namlea Kabupaten Buru, dalam prosesnya berpotensi korupsi. Anggaran pembelian lahan untuk proyek PLTMG 10 MW itu, bersumber dari APBN Tahun 2016 sebesar Rp.6,4 miliar.
Diduga Fery Tanaya berperan sebagai “makelar”. Tujuannya meraup keuntungan di luar ketentuan tentang jual beli lahan. Praktek curang ini pun dicium oleh pihak Kejati Maluku, dan diproses hukum.
Berbagai dokumen terkait telah disita penyidik. Sejak penyelidikan hingga penyidikan saat ini, sejumlah pihak terkait sudah diperiksa tim penyidik.
Antara lain saksi dari BPN Namlea, PT.PLN UIP Maluku di Namlea, pemilik lahan Moch Mukaddar, mantan Kades Namlea, Husen Wamnebo serta mantan Camat Namlea, Karim Wamnebo (kini Kepala Satpol PP), serta Fery Tanaya (Pengusaha). Jaksa juga telah memeriksa saksi ahli.
Terungkap, lahan milik warga Desa Liliali, itu dibeli pihak PLN UIP Maluku di Namlea, sesuai Surat Pernyataan Penguasaan Fisik Bidang Tanah (SPORADIK), yang ditandatangani Fery Tanaya, dengan status tanah seluas 48,645.50 meter persegi tanpa memiliki sertifikat. Pihak PLN berani membayar dengan harga Rp.6.4 miliar lebih.
Karena sarat masalah, sehingga pembangunan PLTMG itu, hingga sekarang belum bisa dilanjutkan. (S-05)