DOBO, SPEKTRUM – Keterwakilan masyarakat Desa Marfenfen, Kecamatan Aru Selatan, Kabupaten Kepulauan Aru mendapat kesempatan baik menyampaikan aspirasi mereka kepada Wakil Ketua DPD-RI, Dr. Nono Sampono, S.Pi.M.Si saat berkunjung ke kabupaten berjuluk Jargaria itu.
Pasalnya, tanah adat sebagai hak ulayat warga desa itu, kini menjadi tak menentu, dan masih dalam proses hukum.
Kiranya kehadiran Wakil Ketua DPD-RI tersebut, masalah tanah adat yang merupakan hak ulayat warga Desa Marfenfen terselesaikan.
Penyampaian aspirasi warga Marfenfen itu disampaikan saat tatap muka yang digelar Nono Sampono bertempat di lantai II, Kantor Bupati Kepulauan Aru, pekan kemarin. Pertemuan itu membahas persoalan sengketa tanah antara masyarakat Desa Marfenfen, Kecamatan Aru Selatan dengan pihak TNI AL.
Perwakilan masyarakat Adat Desa Marfenfen yang hadir yakni, Panus Helnia, Hein Botmir, Thomas Botmir, Yusten Botmir, dan Robert Tildjuir.
Selain itu turut hadir, Staf Khusus Wakil Ketua DPD-RI Bidang I, Laksda TNI (Purn) Didi Setiadi, Pasi Intel Lanal Aru, Kapten Laut (P) Daulat Magasi, SH, Kepala Kesbangpol Kabupaten Kepulauan Aru, Joel Gaite, Kepala Seksi Pengadaan Tanah dan Pengembangan Pertanahan, Mirsa Sopacua, Kepala Seksi Penetapan Hak dan Pendaftaran Hak, Valentino Soumokil dari Kantor Pertanahan Kabupaten Kepulauan Aru.
Pada kesempatan itu, Nono Sampono menyampaikan bahwa sesuai hasil koordinasi antara pihaknya dengan Mercy Barends yang adalah anggota DPR-RI Dapil Maluku, bahwa penyampaian dari Mercy katanya, persoalan sengketa tanah tersebut telah sampai ke Kantor Staf Presiden (KSP) dan tinggal menunggu hasil akhir dari Putusan Kasasi di Mahkamah Agung RI.
“Untuk masalah Marfenfen ini, melalui hasil koordinasi dengan ibu Mercy Barends bahwa masalah tersebut sudah sampai di meja KSP dan saya akan mengawal proses tersebut. Sambil menunggu hasil akhir dari putusan kasasi di Mahkamah Agung RI. Jadi masalah warga kita harus kawal,” kata Nono saat pertemuan tersebut.
Dari pihak Danlanal Aru, Letkol Laut (P), R. Heru Cahyono, S.Sos. MA, CHRMP mengakui bahwa terkait proses pembayaran ganti rugi lahan itu, telah dilakukan pihaknya. Namun setelah dilakukan survei ternyata masih terdapat tanaman masyarakat pada lahan tersebut.
“Dalam proses pembayaran ganti rugi sudah dilakukan. Dari penjelasan dan informasi bahwa lahan tersebut merupakan pertanian yang tidak digunakan, tetapi ketika kami melakukan survei di lapangan, lahan tersebut masih ada tanaman masyarakat. Terakhir kali, waktu sidang yang digelar oleh Pengadilan Negeri Kelas II Dobo, di Desa Marfenfen, kami melihat lahan tersebut bukan lahan tidur,” tuturnya.
Untuk status lahan tersebut, kata Danlanal, pihak TNI AL hanya mengantongi sertifikat hak pakai bukan hak milik.
“Terkait dengan masalah status lahan tersebut, kami pihak TNI-AL hanya mengantongi sertifikat hak pakai bukan hak milik,” akuinya.
Sementara dari pihak Pertanahan menjelaskan, prosedur yang dilakukan pihaknya telah sesuai aturan, karena di tahun 1992 kala itu prosesnya masih dilakukan di Kantor Pertanahan Kabupaten Maluku Tenggara. Terkait gugat-menggugat bukan ada pada kantor Pertanahan tetapi ada pada Kementerian.
“Prosedur yang telah kami lakukan telah sesuai untuk prosesnya. Pada 1992 itu masih proses di Kantor Pertanahan Maluku Tenggara. Kami masih Perwakilan di bawah Kabupaten Malra saat itu. Dan untuk masalah gugat-menggugat di Kementrian bukan di Kantor Pertanahan, karena porsinya di Kementrian,” jelas pihak pertanahan.
Dari masyarakar Marfenfen yang diwakili Robert Tildjuir menjelaskan, lahan di Desa Marfenfen dengan luas 689 hektar, itu merupakan bagian dari Desa Marfenfen dengan desa sekitar.
Sebagai warga negara Indonesia tentu sangat menghargai konstitusi, namun masyarakat adat juga tidak kala penting, mengingat Desa Marfenfen itu sudah terbentuk sejak tahun 1904 sebelum adanya UUD 1945.
”Sebagai warga Indonesia, kami sangat menghargai konstitusi. Kami juga adalah masyarakat adat yang tidak kalah pentingnya. Desa (Marfenfen-red) kami terbentuk tahun 1904 sebelum ada UUD 1945 kami sudah ada,” akuinya.
Disampaikan, masyarakat Marfenfen tidak menolak dengan keberadaan TNI AL, tetapi sebagai warga negara Indonesia pihaknya butuh kepastian hukum, lantaran, itu diklaim sebagai lahan peninggalan para leluhur.
Disampaikan pula, setelah lahan tersebut dikleim pihak TNI-AL, maka tentu ada pembatasan mata pencaharian warga di areal tersebut.
Tildjuir berharap, dengan kehadiran Wakil Ketua DPD-RI di Kepulauan Aru, atas nama masyarakat Desa Marfenfen tentu menginginkan, agar penyelesaian persoalan hak ulayat, maka kehidupan masyarakat Desa Marfenfen diperhatikan.
“Setelah terjadi klaim dari pihak TNI-AL, dan kami mengikuti sidang di lapangan, maka apa yang diklaim itu, kami melihat bahwa akan membatasi mata pencaharian kami sebagai petani. Untuk itu kami memohon Wakil Ketua DPD-RI dapat membantu kami dalam penyelesaian kasus ini. Bisa memperhatikan kehidupan kami, hak kami, sebagai masyarakat Marfenfen, dan sebagai masyarakat Indonesia yang mempunyai hak untuk hidup,” pinta Tildjuir.
Dari hasil pertemuan dan tatap muka itu, Wakil Ketua DPD-RI, Nono Sampono akan membawanya ke pusat, dan dia berjanji mengawal prosesnya. (*/TIM)