AMBON, SPEKTRUM – Hendro Wibisono alias Bisiong telah menghirup udara segar. Kejaksaan Tinggi (Kejati) Maluku menghilangkan akias menggugurkan status tersangkannya sejak tahun 2019 lalu.
Selain Bisiong, tiga rekannya yang juga tersangka salah satunya, Sandi Wattimena turut bebas demi hukum dari status tersangkanya. Bisiong Cs sama sama terjerat dalam kasus dugaan korupsi proyek Drainase, Desa Sifnana Kota Saumlaki Kabupaten Kepulauan Tanimbar (Maluku Tenggara Barat), tahun 2018.
Kasus ini diambil alih oleh Kejati Maluku, tapi proaes hukumhya telah dihentikan. Informasi beredar, pengehntian kasus ini melalui ekspose gelar perkara yang dilakukan penyidik Kejati Maluku. Saat itu status empat tersangka (Bisiong Cs), dengan sendirinya gugur.
Kasi Penkum dan Humas Kejati Maluku, Sammy Sapulette yang dikonfirmasi Spektrum Selasa (3/11), menanggapinya santai. Ia mengakui, penyudikan perkara tersebut telah dihentikan sejak tahun 2019 lalu.
Alasan pengehentian penyidikan beserta status empat orang tersangka itu berdasarkan hasil penyidikan berupa pemeriksaan fisik pekerjaan oleh ahli bidang teknis yang terdapat kekurangan volume pekerjaan pembangunan sistem Drainase Primer Kota Saumlaki Kabupaten Kepulauan Tanimbar Tahun Anggaran 2015 sebesar Rp. 47.098.056.
“Temuan itu, dan Kekurangan Volum Pekerjaan tersebut telah dibayarkan atau disetor ke Kas Negara oleh rekanan dan bukti pembayaran atau penyetorannya semuanya ada pada Penyidik,” kata Sammy Sapulette.
Diketahui, Kejari Kepulauan Tanimbar menetapkan Bos PT Tiga Ikan, Hendro Wibisono sebagai tersangka dugaan korupsi proyek pembangunan drainase di Desa Sifnana, Kabupaten KKT (MTB) tahun 2015.
Hendro dijerat sebagai tersangka, setelah tim penyidik melakukan ekspos bersama dengan Kepala Kejari MTB, Frengkie Son Laku pekan lalu.
“Untuk kegiatan itu telah dicairkan semuanya, termasuk ada anggaran jalan senilai Rp1.030.000.000 yang telah dicairkan pada tahun 2015, tetapi hingga kini belum ada kegiatan rekondisi jalan yang rusak untuk pembangunan drainase di bawah jalan,” kata Frangkie Son Kajari Kepulauan Tanimbar kepada wartawan, Kamis, 25 Juni 2018 lalu.
Dia menjelaskan, pemeriksaan atas dugaan kasus tipikor itu dilakukan sejak awal 2018. Setelah dilakukan penyelidikan, jaksa menyimpulkan telah terjadi perbuatan tindak pidana korupsi, dibuktikan dengan dua alat bukti.
Tersangka Hendro Wibisono dan tiga rekannua dijerat dengan pasal berlapis yaitu, pasal 2 dan 3 UU Tipikor Nomor 20 Tahun 2001, dengan ancaman hukuman minimal satu tahun dan maksimal 20 tahun.
“Walau begitu kami belum menahan tersangka karena ketika kami naikan statusnya menjadi tersangka yang bersangkutan langsung mengembalikan kerugian negara sebesar Rp1.030. 000.000,” kata Frangkie.
Mantan Kepala Kejari Serui, Papua itu menambahkan, saat Hendro Wibisono mengembalikan kerugian negara, ia berharap kasusnya dapat dihentikan. Namun, harapannya tidak bisa dikabulkan.
“Saya sudah nyatakan kepada tersangka bahwa dari UU tipikor ini adalah bukan menyelamatkan seseorang, tetapi untuk menyelamatkan keuangan negara yang sudah telanjur dilakukan,” ujar Frangkie.
Ia menambahkan, jaksa masih melakukan pengembangan untuk mendalami keterlibatan pihak lain, seperti konsultan pengawas, panitia lelang atau mereka yang berperan menandatangani SPB, SPM dan SP2D. (S-07)