AMBON, SPEKTRUM – Habiskan dana hampir Rp. 300 juta, pembangunan dua ruang kelas pada SD Kristen yang berada di Desa Fatlabata, Kecamatan Aru Tengah Selatan, Kabupaten Kepulauan Aru, memprihatinkan.
Pemerhati HAM Maluku, Collin Leppuy , kepada Spektrum, di Ambon, kemarin mengungkapkan, bahwa proyek yang bersumber dari Dana Alokasi Khusus (DAK) Tahun 2018, sebesar Rp. 296.934.000, yang ditangani secara swakelola oleh Panitia Pembangunan Sekolah dibawah kepemimpinan Simson Tildjuir selaku Kepala Sekolah saat itu, tidak selesai.
“Sebuah pemandangan miris datang dari dunia pendidikan yang terjadi di Desa Fatlabata. Pada Tanggal 9-11 April 2021, anak-anak kelas 6 SD Kristen di Desa itu mengikuti Ujian Nasional dan Ujian Sekolah di ruang kelas tembus pandang, dimana ruang kelas itu tidak punya jendela dengan lantai dan dinding yang belum rampung dibangun,”ungkap Leppuy.
Dikatakan, pihak sekokah tidak punya ruangan alternatif lain untuk melangsungkan kegiatan dimaksud.
Ini adalah potret buram dunia pendidikan dasar di Kepulauan Aru. “Bagaimana mungkin kita bercita-cita membangun generasi Aru yang berdaya saing sementara mereka dipaksa belajar, bahkan mengikuti ujian nasional dan ujian sekolah di ruangan yang tidak layak seperti itu.
Padahal, pendidikan adalah hak dasar setiap Warga Negara dan karena itu setiap Warga Negara berhak mendapatkan layanan pendidikan yang baik dan layak bagi kemanusiaan,”cetusnya.
Menurutnya, jika masih ada potret seperti anak-anak pada SD Kristen Fatlabata, maka Pemerintah dianggap gagal untuk mencerdaskan generasi di Desa tersebut.
Karena gedung sekolah yang layak adalah salah satu syarat anak-anak bisa belajar dengan baik. Sebaliknya jika gedung sekolahnya tidak layak, maka sudah pasti proses belajar mengajar, bahkan ujian hanyalah bersifat formalitas, karena anak-anak mengalami kesulitan untuk fokus pada apa yang diajarkan atau diujiankan.
“Dan dunia pendidikan adalah sarana memanusiakan manusia yang dimulai dari basic school (sekolah dasar). Kalau pada level sekolah dasar prosesnya sudah tidak baik maka pada level pendidikan selanjutnya pasti anak-anak itu mengalami kemunduran yang luar biasa,”ujarnya.
Karena itu, kasus anak-anak sekolah dasar mengikuti ujian di ruangan yang tidak punya jendela dengan lantai dan dinding yang belum rampung, yang terjadi Desa Fatlabata, adalah pemandangan yang buruk dari dunia pendidikan Aru.
“Saya berharap DPRD dan Bupati Kepulauan Aru dapat mengambil langkah cepat untuk menangani kondisi tersebut, agar ke depan anak-anak kita di Desa tersebut bisa belajar dengan baik, termasuk juga jika ada kondisi serupa di sekolah-sekolah yang ada di Desa lain di Aru,”tuturnya.
Terhadap pembangunan dua ruang sekolah yang tidak rampung itu, pihaknya sangat berharap masyarakat Desa Fatlabata dapat mengadukannya ke Kejaksaan Negeri Dobo untuk dapat ditindaklanjuti kasus tersebut.
“Saya kira meski kecil anggarannya, tetapi dampaknya sangat besar bagi setiap generasi di Desa Fatlabata sehingga kasus ini perlu digiring ke ranah hukum agar ada efek jerah bagi yang lain,”tandasnya. (HS-19)