SOROT  

Ferry Tanaya Terima 6 Miliar

-Kuasa Hukum: Pemberi Harus Tersangka

AMBON, SPEKTRUM – Teka-teki kemana mengalirnya dana Rp.6.081.722.920 miliar jual beli lahan PLTMG, akhirnya terbongkar juga. Ferry Tanaya disebut-sebut menerima dana negara itu dari pihak PT. PLN Wilayah Maluku-Maluku Utara (Malut).

Kasus jual beli lahan yang diduga tanah milik Negara berlokasi di Desa Sawa, Kabupaten Buru itu sedang dalam penyidikan tim penyidik Kejaksaan Tinggi Maluku. Audit kerugian negara oleh BPKP Maluku sudah selesai. Temuan BPKP kerugian yang dialami negara senilai Rp.6,1 miliar. Hasil auditnya sudah ada di tangan tim penyidik Kejati Maluku.

Namun, tersangkanya belum diumumkan. Ferry Tanaya disebut sebagai ‘target’ dalam kasus tersebut, pasca status tersangkanya awal digugurkan oleh Hakim Rahmat Selang di Pengadilan Negeri (PN) Ambon 24 September 2020 lalu.

Kuasa hukumnya Henry Lusikooy, memgapresiasi kinerja Penyidik dalam membuka kembali kasus tersebut. Namun, dana senilai Rp. 6 Miliar itu diterima Ferry Tanaya hasil dari penjualan lahan tersebut.

Maka demikian kata dia, bila dikategorikan sebagai suatu perbuatan pidana karena lahan tersebut diakui penyidik sebagai lahan Negara makan pemberi, dalam hal ini pihak PLN juga harus dimintai pertanggung jawaban hukum.

“Ya, uang itu semua diterima Ferry (Ferry Tanaya). Ya, kalau gitu pemberi juga harus kenah dong,” sebut dia, kepada media ini, Selasa (15/12/2020).

“Kita belum tau, apakah lahan itu lahan negara ataulah bukan. Yang pasti, lahan yang dijadikan masalah ini adalah murni lahan Ferry Tanaya. Jadi, itu bukan penjualan.

Karena hari itu masuk dengab kepentingan umum, sehingga Ferry lepaskan. Lahan hanya diberih nilai, tanaman juga tidak dihitung. Sehingga, bagi kami kalau ini terus berjalan maka tentu, pemberi harus tersangka,” katanya.

Sementara, Kasi Penkum dan Humas Kejati Maluku Sammy Sapulette, hingga keamrin belum mau berkpmentar lebih jauh. Ia berdalih, telah masuk materi perkara, yang menjadi kepentingan penyidik dalam membuktilan perkara nanti.

Namun, kata Sammy, sesuai laporan hasil audit Penghitungan Kerugian Keuangan Negara Atas Perkara Dugaan Tipikor Dalam Pengadaan Tanah Untuk Lokasi Pembangunan PLTMG 10 MV Tahun Anggaran 2016 di Dusun Jiku Besar, Desa Namleai nilai Kerugian Keuangan Negara sebesar Rp 6.081.722.920.

“Jadi ikuti saja. Perkembangannya nanti akan saya sampaikan,” demikian disampaikan Sammy di ruang kerjanya.

Seperti diberitakan, untuk mentukan nilai kerugian, puluhan saksi telah diperiksa auditor BPKP Perwakilan Maluku untuk kebutuhan audit dugaan korupsi pembelian lahan bagi pembangunan PLTMG Namlea.

Sekitar 24 saksi diperiksa itu, termasuk pengusaha Ferry Tanaya dan mantan Kepala Seksi Pengadaan Tanah BPN Buru, Abdul Gafur Laitupa.

Pihak Kejati Maluku memastikan, setelah audit kerugian negara rampung, dan hasilnya dikantongi penyidik, maka tersangka ditetapkan.

Hasil audit BPKP itu, yang dipakai penyidik Kejati Maluku untuk menjerat Ferry Tanaya dan eks Kepala Seksi Pengadaan Lahan Kabupaten Buru, Abdul Gafur Laitupa.

Ferry Tanaya mengajukan praperadilan atas penetapannya sebagai tersangka. Upayanya berhasil. Hakim Pengadilan Negeri Ambon Rahmat Selang mengabulkan permohonan praperadilan dan menggugurkan status tersangkanya. Pasca Tanaya bebas, penyidik Kejati Maluku membebaskan Abdul Gafur Laitupa.

Tak mau kalah, penyidik Kejati Maluku menerbitkan lagi surat perintah penyidikan (sprindik) baru. Surat pemberitahuan dimulainya penyidikan atau SPDP juga telah disampaikan kepada Tanaya pada 25 September 2020 lalu. (S-07)