Jubir KPK: Pihak yang Diduga Terlibat akan Ditetapkan Sebagai Tersangka
Dugaan korupsi dan suap atau gratifikasi dana perimbangan keuangan daerah Rancangan APBN Perubahan tahun 2018 melibatkan beberapa daerah di Indonesa termasuk Kabupaten Seram Bagian Timur. Usulan proposal Pemkab SBT diteken Abdul Mukti Kelioabas, Bupati Seram Bgaian Timur. Kasusnya masih jalan terus di KPK.
AMBON, SPEKTRUM – Diduga ada fulus yang diberikan ke oknum DPR RI periode 2014-2019, dan oknum Kemenkeu RI dalam hal ini Yaya Putrnomo, Kasie Pengembangan Pendanaan Kawasan Perumahan dan Pemukiman Ditjen Perimbangan Keuangan, guna memuluskan usulan proposal perolehan dana perimbangan keuangan daerah.
Dugaan ada aliran dana juga dari SBT ke pejabat di Kementerian Keuangan RI. Satu diantaranya adalah Yaya Purnomo, Kasie Pengembangan Pendanaan Kawasan Perumahan dan Pemukiman Ditjen Perimbangan Keuangan, Kemkeu. Soal aliran dana dimaksud masih ditelusuri oleh KPK.
Beberapa pihak terkait dengan kasus ini misalnya Abdul Mukti Keliobas Bupati SBT, pernah diperiksa KPK, Agustus 2018 lalu. Kontraktor Tanjung dan Kepala Dinas PUPR Umar Bilahmar juga kabarnya telah diperiksa.
Sementara itu Pelaksana Tugas (Plt) Juru Bicara KPK Ali Fikri, membenarkan perkara dugaan korupsi dan suap dana perimbangan keuangan daeah tahun 2018 itu, masih terus dikembangkan.
Ia mengakui dalam pengembangan perkara terpidana Yaya Purnomo banyak muncul fakta-fakta hukum di dalamnya.
“Benar banyak fakta-fakta hukum yang tentu akan dipelajari lebih lanjut,” ungkap Ali Fikri menjawab konfirmasi Spektrum melalui WhatsApp, Senin malam (7/12/2020).
Ali Fikri menegaskan, jika ternyata ditemukan bukti permulaan yang cukup, maka pihak terkait yang diduga terlibat dalam perkara ini tidak menutup kemungkinan ditetapkan juga sebagai tersangka.
“Apabila kemudian ternyata ditemukan bukti permulaan yang cukup, maka tentu pihak-pihak yang diduga terlibat tersebut akan ditetapkan sebagai tersangka,” jelas Ali Fikri. Ia beum mau berbicara banyak. “Jadi sementara seperti itu ya,” imbuhnya.

Informasi yang diperoleh Spektrum, kasus ini masih terus diusut lembaga Anti Rasuah di Jakarta. “Untuk kasus dugaan suap dana perimbangan keuangan daerah tahun 2018 masih dalam pengembangan,” kata sumber Spektrum di lingkup KPK saat dihubungi dari Ambon, Senin (7/12/2020).
Sebab beberpa daerah yang mengusulkan dana yang sama dimana diduga melakukan suap ke oknum Kemenkeu dan oknum anggota DPR RI.
“Untuk Kabupaten Seram Bagian Timur, memang benar Bupatinya (Abdul Mukti Keliobas), sudah pernah diperiksa. ini masih dalam pengembangan selanjutnya,” jelas sumber tersebut.
Menyinggung siapa lagi yang akan dipanggil untuk diperiksa, hanya saja sumber ini belum bersedia menyampaikannya. “Untuk pemanggilan ke pihak terkait itu tergantung kepentingan penyidikan nanti,” kata dia.
Sebelumnya menurut Jaksa KPK, Yaya dan Rifa Surya selaku pegawai Kemkeu telah memanfaatkan posisi mereka untuk memberikan informasi kepada pejabat daerah terkait pemberian anggaran, baik Dana Alokasi Khusus (DAK) atau Dana Insentif Daerah (DID).
Selain itu, menurut jaksa, Yaya pada November 2017 menerima uang dari Sugeng Siswanto sebesar Rp 350 juta untuk mengupayakan Kabupaten Seram Bagian Timur mendapat DAK dari APBN Tahun 2017.
Pengadilan Tipikor Jakarta telah menjatuhkan hukuman 4 tahun pidana penjara dan denda Rp 200 juta subsider 1 bulan kurungan terhadap Eka Kamaluddin. Pengadilan menyatakan Eka terbukti menjadi perantara suap untuk Yaya dan Amin Santono.
Diketahui, dalam pemeriksaan kasus suap ini berkembang pada tiga aspek. Selain dua proyek Rp25 miliar di Kabupaten Sumedang, Jawa Barat, KPK juga menemukan adanya usulan dari pejabat daerah. Usulan ini berasal dari banyak daerah termasuk Kabupaten Seram Bagian Timur.
Tiga aspek itu, diantaranya adanya usulan pejabat daerah dan sejumlah daerah di Indonesia ataupun pihak-pihak terkait lainnya.
Seperti Kabupaten Lampung Tengah, Provinsi Lampung; Kabupaten Majalengka, Provinsi Jawa Barat; Kabupaten Tabanan, Provinsi Bali; Kabupaten Kampar, Provinsi Riau; Kabupaten Seram Bagian Timur, Provinsi Maluku; Kabupaten Halmahera Timur, Provinsi Maluku Utara, Kota Balikpapan, Kalimantan Timur, hingga Kabupaten Pegunungan Arfak, Papua Barat, Kota Dumai, Provinsi Riau dan Provinsi Bali.
Kedua, adanya dugaan pihak-pihak di lingkungan Kemenkeu yang terkait dengan dan menjadi koneksi dua tersangka penerima suap. Ketiga, adanya dugaan sejumlah anggota Komisi XI DPR dan pihak yang berhubungan dengan Komisi XI yang terhubung dengan dua tersangka penerima suap.
Diberitakan Spektrum sebelumnya, KPK sendiri sudah menemukan dugaan dan bukti-bukti awal penerimaan sejumlah anggota DPR tersebut. Hal ini dibenarkan mantan Juru Bicara KPK, Febridiansyah seperti dikutip dari Sindonews.com.
“Peengembangan terkait itu (terduga para penerima di Komisi IX) tetap kita lakukan. Jadi bisa dilakukan ke sektor manapun. Sekarang kami fokus pada bukti-bukti yang sudah kami miliki itu. Misalnya, terkait proses penganggaran di sejumlah daerah dan kedua pihak-pihak lain yang masih ada kaitan dengan penyidikan ini,” kata dia.
Dua tersangka penerima yang dimaksud Febri adalah anggota Komisi XI DPR sekaligus anggota Badan Anggaran (Banggar) dari Fraksi Partai Demokrat (nonaktif) Amin Santono dan Kasie Pengembangan Pendanaan Kawasan Perumahan dan Pemukiman pada Direktorat Jenderal (Ditjen) Perimbangan Keuangan Kemenkeu Yaya Purnomo.
Sementara itu Kompas menulis, KPK tengah mengusut pihak lain dalam kasus ini. Pada Rabu (8/8) penyidik KPK memeriksa Wakil Bendahara Umum PPP Puji Suhartono sebagai saksi untuk tersangka Yaya Purnowo, pejabat Kementerian Keuangan. Puji dikonfirmasi soal sejumlah berkas dan uang Rp1,4 miliar dalam bentuk dollar Singapura yang ditemukan di rumahnya saat digeledah KPK.
Sebelumnya penyidik KPK juga sudah memeriksa dua kepala daerah, Walikota Dumai Zulkifli, dan Bupati Kampar Aziz Zainal. “Pemeriksaan masih terus dikembangkan. Kita yakin masih ada pihak lain, dan daerah lain yang terlibat dalam kasus ini,” kata sumber itu lagi kepada Spektrum yang dihubungi dari Ambon kemarin. (TIM)