AMBON, SPEKTRUM – Ketua Dewan DPRD Provinsi Maluku, Lucky Wattimury, tokoh agama, Pdt. Dr. John Ruhulessin, Direktur Ambon Reconciliation Mediation Center (ARMC) IAIN Ambon, Dr. Abidin Wakano, Rektor Unpatti Ambon, Prof. Dr. M. J Sapteno, dan mahasiswa Program Doktor UKIM, M. Asrul Pattimahu, mengajak masyarakat di wilayah Provinsi Maluku, tidak terpengaruh dengan isu separatis yang sengaja dimainkan oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab.
Pasalnya, mereka yang sengaja memainkan isu separatisme di Maluku, tak lain hanya untuk mengadudomba warga di negeri para raja ini. Imbauan ini disampaikan para tokoh agama, politisi, akademisi maupun tokoh muda Maluku dalam bentuk kepada wartawan, Selasa, (29/9/2020).
Pendeta Dr. John Ruhulessin, yang juga mantan Ketua Sinode GPM menyebutkan, di tengah proses politik saat ini, paham ideologi yang keras dan radikal, seperti paham-paham merdeka, tak perlu didengarkan. Masyarakat harus cerdas sehingga dapat memfilter berbagai paham yang dapat menyesatkan dan memecahbelah bangsa.
“Paham politik semacam ini, kita musti hati-hati. Kita musti sadar betul, bahwa NKRI adalah final. Olehnya itu, kita harus melakukan proses seleksi terhadap paham-paham politik. Paham ideologi yang kita dengar atau kita terima, apalagi di tengah-tengah perkembangan Medsos yang luar biasa saat ini. Sebab, tugas kita, bagaimana kita menopang seluruh upaya pemerintah, upaya bangsa kita untuk mewujudkan keadilan dan kemakmuran serta kesejahteraan bagi seluruh rakyat,” pesan John.
Tentu saja, menurut dia, sebagai sebuah proses bernegara, bermasyarakat dan berbangsa, proses mewujudkan keadilan itu membutuhkan waktu.
“Untuk itu, kita mari bersama-sama menyatukan semangat, dan kebersamaan kita untuk terus membangun Maluku di dalam bingkai NKRI. Hal ini menjadi penting bagi kita. Semua orang pasti berjuang untuk keadilan. Semua orang berharap agar Maluku juga mendapat perhatian dari pemerintah. Dan, saya rasa, proses itu sedang dilakukan oleh pemerintah saat ini,” kata Ketua PMI Maluku ini.
Bagi John, melalui dukungan masyarakat untuk menjaga keutuhan bangsa dan negara dalam bingkai ke-Maluku-an dan NKRI, maka realisasi program pemerintah pusat seperti Lumbung Ikan Nasional (LIN), menjadi lebih mudah dan cepat.
“Kita berharap lumbung ikan nasional cepat berproses untuk membangun keadilan di tengah masyarakat, untuk membebaskan Maluku dari kemiskinan segera dilakukan. Mari bersatu padu membangun Maluku dalam bingkai persatuan,” ajak John.
Sementara Direktur ARMC IAIN Ambon, Dr. Abidin Wakano, menjelaskan, budaya masyarakat untuk saling menjatuhkan sudah waktunya ditanggalkan.
“Kita transformasi dari budaya kewel (sombong) pada budaya kerja. Budaya antinel kepada budaya wirausaha. Lebih banyak bermain di ranah politik kekuasaan daripada politik kesejahteraan harus harus dihapus. Saya rasa, ini sudah saatnya masyarakat Maluku baku kele (saling rangkul) untuk maju,” tutur Wakano.
Senada dengan itu, Ketua DPRD Maluku, Lucky Wattimury, juga mengajak masyarakat saling bahu mendukung pemerintah daerah.
“Kita dukung seluruh kebijkan yang ada untuk bisa mendapatkan ruang-ruang yang besar, sehingga anggaran dari pusat tetap bisa kita dapat, sehingga bisa dibagikan ke sebelas kabupaten/kota di Maluku.”
Ia menjelaskan, seluruh kebijakan pembangunan untuk mensejahterakan masyarakat dapat berjalan dengan baik, bila keamanan dan ketertiban terjaga.
“Bantu TNI dan Polri, karena tugas menjaga keamanan, bukan saja tugas TNI dan Polri, tapi seluruh masyarakat. Saling mendukung untuk membangun Maluku. Sebab, keberhasilan pembangunan daerah ditentukan oleh partisipasi masyarakat, tidak saja mengharapkan pemerintah dan DPRD,” timpalnya.
Bendahara DPD PDIP Maluku ini juga bangga, bila ada aksi kritik dari pemuda dan mahasiswa dalam bentuk demonstrasi. Namun, aksi demo harus tetap dilaksanakan secara baik dan tertib. Sehingga, tidak disusupi oleh orang-orang yang tidak bertanggungjawab untuk memperkeruh keamanan dan ketertiban masyarakat.
“Kritik itu sebagai kontrol kebijakan pemerintah. Kontrol terhadap kinerja DPRD maupun Gubernur dan bawahannya. Namun, semua harus dilakukan dengan tertib dan sesuai prosedur,” tukas Lucky.
Terpentingnya lagi dari semua itu, kata dia, pemuda dan masyarakat pada umumnya, harus menjaga persatuan dan kesatuan Maluku dalam bingkai NKRI.
“Jangan berpikir lagi hal-hal yang lain. Sekali Indonesia menjadi NKRI, itulah kita. Maluku adalah bagian dari Indonesia. Indonesia tanpa Maluku, bukanlah Indonesia. Disitulah, posisi Maluku sebagai bagian dari NKRI. Maluku harus keluar dari kemiskinan, Maluku harus keluar dari ketertinggalan pembangunan dan ekonomi, Maluku harus keluar dari masalah pendidikan dan sebagainya sesuai dengan harapan kita bersama,” tandasnya.
Kesempatan yang sama, Rektor Unpatti Ambon, Prof. Dr. M. J Sapteno juga mengajak para akademisi, baik dosen maupun mahasiswa, untuk meningkatkan pengetahuan dan skillnya secara lebih baik. Dosen maupun mahasiswa, sekiranya harus mengembangkan diri untuk menjadi lebih bermakna di masyarakat.
“Bermakna bagi kepentingan pengembangan ilmu, lebih penting kita melakukan sesuatu yang bernilai positif untuk keutuhan bangsa dan negara,” tegasnya.
Ia mengingatkan dosen dan mahasiswa, memiliki tanggungjawab moril untuk mencerdaskan serta meningkatkan sumber daya ekonomi masyarakat yang lebih baik di masa mendatang. Terutama, dengan ilmu pengetahuan yang dimiliki, mampu menyampaikan informasi ke masyarakat agar tidak terprovokasi dengan isu-isu yang menyesatkan, serta mengganggu kamtibmas.
Sementara tokoh muda Maluku, M. Asrul Pattimahu, MA juga Akademisi IAIN Ambon menegaskan, isu separatisme di Maluku adalah isu yang sudah usang. “Separatisme di Maluku yang diwakili oleh RMS, tidak prospektif, tidak punya masa depan.” ungkap mantan Pengurus Besar HMI ini.
Karena, menurut Asrul, tidak ada figur sentral, tidak ada basis ideologis dalam hal ide dan gagasan untuk pendirian RMS.
“Saya secara pribadi menganggap RMS bukan sebuah ancaman ideologis terhadap NKRI, karena itu hanya kelompok sempalan-sempalan saja, yang memang faktornya bisa bermacam-macam, tapi kesungguhan untuk mendirikan negara sendiri, saya kira itu bukan sebuah ancaman. Karena tidak punya tokoh sentral, dan tidak punya gagasan untuk mendirikan satu negara,” tegas mahasiswa program doktoral ini.
Asrul berujar, bukan hanya itu, RMS adalah organisasi yang tidak punya prospek, tidak punya masa depan.
“Lagian kita sudah 75 tahun lebih merdeka, harmonisasi orang Maluku dengan Indonesia sudah menjadi satu kesatuan yang utuh. Sudah tidak lagi bisa kita pisahkan. Dapat kita lihat dengan tumbuhnya nasionalisme ke-Indonesian kita di Maluku. Ini suatu problem yang sudah tuntas. Tidak perlu lagi ada dalam pikiran kita, untuk membangun negara sendiri,” tambah dia.
“Karena kita sudah lama membangun jalinan yang harmonis dengan berbagai macam suku dan etnis di Indonesia, dan menjadi satu kesatuan yang utuh,” pungkas Asrul Pattimahu. (S-07)