SPEKTRUM – DPRD Kabupaten Kepulauan Tanimbar akan menggunakan hak interpelasi menyikapi kebijakan Penjabat Bupati Kepulauan Tanimbar Daniel Indey yang telah mengeluarkan Surat Edaran nomor 910/825 tertanggal 10 Juni 2022 yang isinya menghentikan pelaksanaan barang/jasa konstruksi yang bersumber dari DAU tahun 2022.
Selain itu, Surat Keputusan Penjabat Bupati nomor : 200-353- tahun 2022 yang menonaktifkan Kepala Badan Keuangan dan Aset Daerah dari Bendahara Umum Daerah (BUD).
Hal ini mengemuka dalam rapat paripurna DPRD Kepulauan Tanimbar bersama Penjabat Bupati yang diwakili Sekretaris Daerah Ruben Moriolkossu dan Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TPAD) yang membahas penyerapan APBD tahun Anggaran 2022, yang berlangsung di ruang rapat Kantor DPRD Kepulauan Tanimbar, Rabu (24/8/2022).
Hak Interpelasi adalah hak dewan meminta keterangan kepada pemerintah mengenai kebijakan penting dan strategis serta berdampak luas pada kehidupan masyarakat.
Gotlief Silety dari Fraksi Indonesia Bersatu dengan tegas mempertanyakan dari aspek normatif sesuai UU No 23 tahun 2018, alasan apa sehingga Penjabat Bupati Kepulauan Tanimbar mengeluarkan Surat Edaran tanpa persetujuan DPRD seakan-akan Tanimbar berada dalam situasi bencana alam.
“Dari aspek kewenangan, Penjabat Bupati menonaktifkan saudara Jhon Batlayeri sebagai Bendahara Umum Daerah. Dari aspek aturan, ini persoalan soal etika. Jika ada kesalahan yang dilakukan saudara Jhon Batlayeri berarti ada pensus (pemeriksaan khusus) baru diberikan surat pemberhentian sebagai bendahara umum daerah. Tapi kok kenapa tiba-tiba seorang Penjabat melakukan hal seperti ini,”tanya Silety
Dirinya dengan tegas mengatakan percuma jika berbicara dari pagi sampai malam seakan membuang energy sementara Penjabat Bupati tidak hadir.
Lantaran itu, Silety yang juga Ketua DPW Partai Nasdem Kepulauan Tanimbar ini dengan lantang meminta Penjabat Bupati untuk segera membatalkan kedua surat tersebut.
“Saya tegaskan saudara Penjabat Bupati untuk membatalkan Surat Edaran dan SK nonaktif Bendahara Umum Daerah, jika tidak kami akan melakukan interpelasi,”tegas Silety.
Senada dengan Silety, Ketua Fraksi Berkarya Ricky Anggito dalam paripurna menyampaikan keprihatinan terhadap keterpurukan yang sementara dialami masyarakat Tanimbar.
Menurutnya, 7 program perioritas penjabat Bupati tidak akan berjalan maksimal jika tidak dibarengi dengan proses-proses pencairan anggaran tahun 2022.
“Kami mengikuti, proses pencairan tidak berjalan lancar dan lambat sekali sehingga mengakibatkan daerah ini tidak bisa maju, bahkan mundur. Oleh sebab itu saya usulkan kita gunakan hak interpelasi,”tegasnya.
Sementara itu, Ketua Komisi B DPRD Kepulauan tanimbar A.Laratmase mempertegas soal Bendahara Umum Daerah merujuk dengan PP 12 tahun 2019 tentang pengelolaan Keuangan Daerah.
Ditegaskan, Pasal 7 berbicara mengenai pejabat pengelola keuangan daerah, bukan pejabat kepala daerah. Pasal 7
1) Kepala SKPKD selaku PPKD mempunyai tugas :
a. Menyusun dan melaksanakan kebijakan pengelolaan keuangan daerah
b. Menyusun rancangan PERDA tentang APBD, rancangan PERDA tentang perubahan APBD dan rancangan PERDA tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD.
c. Melaksanakan pemungutan pendapatan daerah yang diatur dalam PERDA.
d. Melaksanakan fungsi Bendahara Umum Daerah.
“Saya minta perhatikan point “d” ini amanat UU bukan saya yang mengatakan. Saya tidak ada urusan dengan saudara Jhon Batlayeri, tetapi aturan UU ini kepala SKPD melekat BUD. Jadi kalau mau diberhentikan ya jabatan selaku SKPD juga bukan hanya BUD karena keduanya melekat,”tegas Laratmase seraya menambahkan, tidak ada dasar Penjabat Bupati menonaktifkan Bendahara Umum Daerah.
Laratmase meminta lembaga DPRD memutuskan yang terbaik seperti apa, sebab ketika Penjabat Bupati sementara mengikuti diklat, kuasa BUD juga tidak ada lalu bagaimana kondisi pasien di rumah sakit karena obat-obatan tidak dianggarkan dengan DAK.
“Pelayanan publik, pelayanan dasar saat ini berjalan pincang, oleh sebab itu lembaga harus cepat mengambil langkah demi menyelamatkan kondisi Tanimbar saat ini,”harap Laratmase.
Sementara itu, Wakil Ketua II DPRD Kepulauan Tanimbar Ricky Jawerissa justru tidak sependapat jika dewan gunakan hak interpelasi.
Dirinya menawarkan untuk dewan dan penjabat duduk bersama mencari solusi yang terbaik bagi Tanimbar.
Kendati diakui, jika kebijakan Penjabat Bupati mengeluarkan Surat Edaran maupun SK menonaktifkan Bendahara Umum Daerah tanpa persetujuan DPRD.
“Saat itu dewan tidak mengetahui, namun kita paripurna dan mengundang Pak Penjabat dan akhirnya paripurna menyetujui apa yang Penjabat lakukan. Itu berarti langkah-langkah yang dilakukan Penjabat Bupati sudah kita jalan bersama walaupun OPD-OPD mengalami kesulitan bahkan sampai ke kecamatan dan desa,”ungkapnya.
Oleh sebab itu, Jawerissa menawarkan solusi untuk menghadirkan Penjabat Bupati dan menanyakan permasalahan yang terjadi dan sama-sama mencari solusi satukan hati demi Tanimbar.
“Jika Penjabat Bupati tidak berada di Tanimbar, kita bisa menggunakan zoom meeting dan berdiskusi dengan beliau,”saran Jawerissa.
Sidang paripurna yang dipimpin Wakil Ketua Jidon Kelmanutu langsung menskor sidang dan ditunda hingga, Kamis (25/8/2022). (*)