AMBON, SPEKTRUM – Korwil LSM Lumbung Informasi Rakyat (LIRA) Maluku, Yan Sariwating, Kamis (8/9/2022), melaporkan praktek dugaan korupsi penggunaan pos belanja uang makan/minum tidak sesuai peruntukannya di DPRD Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB), resmi dilaporkan ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) Maluku.
Sedangkan sebagai terlapor Ketua DPRD Kabupaten SBB, berinsial ARL, Wakil Ketua I inisial APG dan Wakil ketua II inisial L.N.
“Terlapor yang kami maksudkan diatas, diduga telah melakukan suatu perbuatan yang berpotensi menghambat pembangunan nasional, serta merugikan keuangan daerah atau setidak-tidaknya melakukan suatu kompromi untuk meraup keuntungan yang tidak wajar atas uang makan dan minum sebesar Rp 500 juta lebih tahun 2021,” tulis Sariwating dalam laporannya yang diterima Spektrum, Jumat (09/09/2022).
Sariwating menyebutkan, laporan ini sebagai fungsi dan tugas dari LSM untuk melakukan kontrol pengawasan terhadap jalannya pemerintahan yang bersih, serta upaya penegakan hukum dan demokrasi di Indonesia, khususnya di Maluku.
Dalam pokok laporannya dijelaskan, tahun 2021 Pemkab SBB telah menganggarkan belanja barang dan jasa sebesar Rp. 293 Miliar lebih, dengan realisasi sebesar Rp. 256 Miliar lebih atau 87,22 % untuk seluruh OPD.
Dari realisasi Rp. 256 Miliar tersebut, sebagian diantaranya sebesar Rp. 79 Miliar lebih dipakai untuk belanja bahan pakai habis.
Salah satu OPD yang mendapatkan dana untuk belanja ini adalah sekretariat DPRD sebesar Rp. 1,6 Miliar lebih, dan dianggarkan untuk belanja makan dan minum bagi rapat anggota.
Dari dana Rp. 1,6 Miliar, sebagian diantaranya yaitu sebesar Rp. 595.000.000,- merupakan belanja makan/minum serta tamu untuk pimpinan DPRD, yaitu Ketua dan Wakil Ketua I dan II ( 3 orang ). Namun yang terjadi, dana sebesar itu diduga di ambil secara tunai oleh ke-3 pimpinan DPRD.
Pengambilan dana secara tunai oleh pimpinan DPRD diduga telah di rekayasa se akan-akan dana tersebut sebagai pengganti untuk belanja rumah tangga. Padahal sesuai ketentuan untuk mendapatkan biaya belanja rumah tangga, pimpinan DPRD harus menempati rumah dinas yang telah di sediakan oleh pemerintah.
Sebaliknya yang terjadi, mereka tidak menempati rumah dinas, tapi tinggal di rumah pribadi masing-masing.
“Apa yang dilakukan oleh pimpin an DPRD ini adalah suatu per buatan yang tercela, yang tidak saja telah merugikan keuangan daerah, tapi juga telah menunjukan moral dan perilaku yang buruk kepada masyarakat, terutama konstituennya yang telah memilih mereka duduk sebagai wakil mereka di lembaga legislatif,”ucap Sariwating.
Perbuatan ini lanjut Sariwating, telah melanggar sejumlah ketentuan peraturan yang berlaku.
Diantaranya UU No. 17 tahun 2014 tentang MD3 pasal 369 perihal sumpah jabatan :
Alinea ke-3 ” bahwa saya akan memperjuangkan aspirasi rakyat yang saya wakili, untuk mewujudkan tujuan nasional demi kepentingan bangsa dan Negara Kesatuan Republik In donesia “Kemudian PP no. 18 tahun 2017 tentang Hak Keuangan & Admi nistratif Pimpinan dan Anggota DPRD.
Pasal 18 ayat 5 ” Dalam hal pimpinan DPRD tidak menggunakan fasilitas rumah negara dan perlengkapannya, tidak diberi kan belanja rumah tangga se bagaimana dimaksud dalam pasal 9 ayat 2 butir c “Juga PP no. 12 tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah : Pasal 3 ayat 1 ” Pengelolaan Ke uangan Daerah dilakukan seca ra tertib, efisien, ekonomis, efek tif, transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan rasa keadilan, kepatutan, man faat untuk masyarakat serta taat pada ketentuan peraturan perundang undangan”.
Masalah tersebut berakibat belanja makan dan minuman untuk rapat kepada pimpinan DPRD yang tidak menempati rumah dinas , dan dipakai tidak sesuai dengan peruntukannya, berindikasi telah merugikan ke uangan daerah sebsr Rp. 523.600.000,- ( setelah dipotong pajak ).
Sariwating berpendapat, permasalahan tersebut bisa terjadi karena Sekwan, PPK maupun Bendahara Pengeluaran kurang cermat dalam mengawasi pembayaran belanja makan dan minum untuk rapat pimpinan DPRD, bahkan pembayaran yang di lakukan tidak berdasar kan ketentuan yang berlaku.
“Apa yang dilakukan oleh pimpinan DPRD SBB ini tidak patut untuk di contoh, bahkan harus di berikan sanksi tegas, karena telah melakukan perbuatan yang mencoreng nama baik lembaga yang terhormat ini,”tegasnya.
Dana sebesar Rp. 523.600.000 ini tegas Sariwating, harus di kembalikan ke kas daerah dengan rincian untuk Ketua Rp. 215.600.000, Wakil Ketua I & II masing-masing sebesar Rp. 154.000.000.Sariwating juga meminta agar Kejati Maluku pro aktif mengusut kasus tersebut, dengan membentuk tim terpadu untuk melakukan pubaket dan puldata di lapangan.
“Jika ternyata dari hasil Pulbaket dan Puldata ada hal-hal yang menjurus kepada penyalahgunaan kewenangan sehingga terjadi kerugian daerah, maka harus diusut secara tuntas sampai pada proses penuntutan,”pungkasnya. (TIM)