AMBON, SPEKTRUM – Pemilik PT Lestari Pembangunan Jaya, “BP” menganggap hak jawab BRI Cabang Ambon kepada Spektrum, Jumat (18/12/2020) tanpa disadari merupakan pengakuan bahwa selama ini BRI Cabang Ambon sudah mengkomersialisasikan program sejuta rumah murah pemerintah pusat bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) dan tidak dapat melaksanakan program tersebut sesuai amanat dan perjanjian. Oleh karena itu, ia meminta Menteri BUMN untuk mencabut ijin operasi BRI Cabang Ambon.
“ Saya jadikan ini sebagai pengakuan. Barang bukti ke Jampidsus dan Tipikor ke Mabes Polri. Mereka mengkomersialisasikan subsidi FLPP bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Khususnya PNS yang sebagian besar berpenghasilan rendah di lingkup pemerintah provinsi Maluku,” tandasnya.
Hal ini diungkapkannya kepada Spektrum, Senin (21/12/2020) melalui sambungan telepon.
Menurut “BP”, BRI Cabang Ambon mestinya bekerjasama dengan pemerintah pusat dan daerah sebagai bank pelaksana penyalur subsidi KPR FLPP bagi masyarakat berpenghasilan rendah sesuai program satu juta rumah yang dicanangkan pemerintah pusat di provinsi Maluku, bukan sebagai bank pemberi kredit.
“ Jadi pemerintah memberikan bantuan kepada MBR itu berupa subsidi KPR. Lembaga yang harus menyalurkan adalah bank. Tidak ada lembaga lain. Ini proyek. Bank menyalurkan kepada MBR supaya MBR bisa membeli rumah,” urainya.
Ia juga menambahkan, PT Lestari Pembangunan Jaya tidak ada kaitannya untuk melakukan Perjanjian Kerjasama (PKS) dengan BRI seperti yang disebutkan dalam hak jawabnya. Jika demikian berarti PT Lestari Pembangunan Jaya yang mendapatkan KPR-nya. Padahal pemerintah memberikannya kepada MBR berupa subsidi KPR yang harus disalurkan oleh BRI, bukan KPR komersial.
“ Beda KPR dan subsidi KPR. Kalau subsidi KPR, mereka menyalurkan proyeknya pemerintah ke MBR. Saya tidak pinjam uang dari dia,” tuturnya.
Semua MBR yang sudah mendaftar ke pengembang rumah subsidi dalam hal ini ke PT Lestari Pembangunan Jaya dan melengkapi semua dokumen persyaratan kredit serta sudah membayar uang muka beserta persyaratan lainnya, sudah diserahkan kepada BRI Cabang Ambon pada tahun 2017 lalu, supaya bisa dilakukan akad kredit, bukan proses kredit. Harusnya, kata “BP” BRI menyalurkannya terlebih dahulu, baru setelah itu menagihnya ke pemerintah pusat melalui Kementerian PUPR.
“ Seandainya dia salurkan ke 650 MBR dengan bunga 5%. Nanti dia tagih ke pemerintah sebanyak itu tapi dengan bunga 9% dari pemerintah. Jadi dia untung 4%. Harusnya begitu. Itu proyek pemerintah. Bukan dikomersialisasikan. MBR jadi tidak dapat,” tandasnya.
Pengembang rumah subsidi, kerjasamanya dengan pemerintah dan mendapatkan bantuan dari perbankan berupa kredit konstruksi atau kredit modal kerja. Bukan KPR. Jika BRI kerjasama dengan pengembang komersial, kata “BP” berarti BRI menipu MBR. (S.17).