AMBON, SPEKTRUM – Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Seram Bagian Timur (SBT), Syarif Makmur, telah membuka borok birokrasi Pemkab SBT. Musababnya, puluhan penjabat atau karateker kepala desa tanpa diperpanjang SK, justru tetap melaksanakan tugas.
Kedok busuk ini terjadi beruntun sejak tahun 2015, 2016, 2017, 2018 dan 2019. Masa jabatan puluhan Penjabat dan Plt Kades SBT itu telah berkahir, celakanya SK tidak diperpanjang hingga tahun 2020, justru tetap melaksanakan tugas secara ilegal, juga mengelola Dana Desa – Alokasi Dana Desa.
Dana desa-alokasi dana desa (DD/ADD), pun dikelola setiap tahun tanpa punya SK perpanjangan dari bupati selaku kepala pemerintahan. Kejahatan ini berlangsung di masa kepemimpinan Abdul Mukti Keliobas, Bupati SBT nonaktif.
Puluhan Penjabat/Plt Kades itu dipertahankan, tanpa diperpanjang SK mereka. padahal masajabatan telah berakhir.
Hal ini dinilai bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Penjabat Kepala Desa melaksanakan tugas, wewenang, kewajiban, dan hak Kepala Desa harus sesuai dengan peraturan dan perundang undangan.
Salah satu tugas Penajabat Kades mempersiapkan dan melakukan pemilihan Kades definitif. Justru puluhan Penjabat Kades di kabupaten Ita Wotu Nusa itu, dibiarkan menikmati jabatan tanpa mengantongi SK perpanjangan dari Bupati.
Baca Juga: 64 Plt Kades Ilegal di SBT Kelola Dana Desa
Menyikapi hal ini Sekretaris Solidaritas Peduli Rakyat (SNIPER), Idham Sangadji, menilai hal ini merupakan bentuk kejahatan administrasi dalam birokrasi. Apalagi soal dana desa-alokasi dana desa sangat sensitif. Hal ini patut dibongkar, dan dirposes hukum.
“Saat ini siapapun ingin jadi kepala desa. Sebab ada duit ratusan juta hingga miliran per tahun dialokasikan pemerintah. Nah kasus puluhan Penjabat Kades di SBT yang tidak diperpanjang SK itu, masuk kejahatan administratif karena malpraktek ketentuan,”ujar Idham saat dimintai pendapatnya oleh Spektrum di Ambon, Kamis (3/12/2020).
Ia heran, puluhan karateker kepala desa sudah berakhir masa jabatan tapi tetap menjalankan tugas tanpa ada SK.
“Kan lucu! ketentuan bilang lain, kerjanya lain. Manajemen birokrasi seperti ini, akan bermuara terhadap potensi penyelwengan di pemerintahan desa,” tandasnya.
Ini, lanjut dia, sudah bisa masuk kategori penyalahgunaan kekuasaan. Alasannya, masa tugas Penjabat Kepala Desa itu bukan bertahun-tahun. Salah satu tugas utama Penajbat Kades mempersiapkan dan melaksanakan pemilihan kepala desa definitif.
“Jadi kalau dibiarkan bertahun-tahun menjalankan tugas tanpa ada SK perpanjangan dari bupati, itu melanggar ketentuan. Bupati dan Sekretaris daerah harus transparan soal ini. Bagaimana desa mau berkembang dan maju, sementara penataan pemerintahan desa kondisinya seperti ini. ini akan menjadi preseden buruk. Siapa yang memperpanjang SK mereka dan memberikan garansi hingga puluhan penjabat kades itu tetap menjalankan tugas, meski tidak diperpanjang SK-nya? Bupati dan Sekda harus transparan soal ini,” harap Idham.
Soal puluhan penjabat Kades ilegal yang mengelola dana desa-alokasi dana desa itu, Idham mendoronga agar pihak Inspektorat Kabupaten SBT, segera melakukan audit.
“Inspektorat harus audit dana desa/alokasi dana desa yang pernah ditangani para penjabat kades itu. bila ada temuan maka ditindaklanjuti ke penegak hukum untuk diproses sesuai hukum,” desaknya.
Terpisah, Akademisi Universitas Pattimura Ambon Sherlock Halmes Lekipiouw, mengatakan soal ini harus dikomfrmasi dengan Kadis PMD kabupate SBT. “Karena itu leading sektornya,” ujar Sherlock, saat dimintai pendapat oleh Spektrum, Kamis (3/12/2020), seputar puluhan Penjabat Kades SBT yang jalankan tugas tanpa punya SK.
Menurutnya, jika alau ada pernyataan dari Sekda SBT justru harus dibalik pertanyaannya mengapa baru sekarang Sekda permasalahkan ini. “Harusnya, dari awal Sekda lakukan pengawasan,” kritiknya.
Apakah ini masu kategori penyalahgunaana kekuasaan? Menurut Sherlock, itu harus dilihat secara utuh. Alasannya karena semuanya by proses.
“Persoalan kades ini masalah pemerintah sehingga aneh kalau sekarang Sekda persoalkan. Harusnya dari awal sudah mendapatkan atensi karena UU dan peraturan teknis kementerian sudah mengatur soal mekanisme pengisian dan pergantian kades,” jelasnya.
Baca Juga: Sekda SBT Bicara Soal Penjabat Kades Ilegal
Masalah ini, menurut Sherlock, harus dilakukan evaluasi secara menyeluruh sehingga bisa diketahui akar masalah yang sebenarnya, dan tidak saling menyalahkan satu sama yang lain.
“Kalau disebut abuse of power harus melakukan kajian dan pendalaman secara komprehensif. Sebab perlu ada pemenuhan unsur-unsur deliknya. Karena ini berkaiatan dengan aspek hukum,” tuturnya.
Kesimpulannya, Sekda harus transparan terkait problem ini? “Tidak seperti itu kalau soal sekda tanya saja langsung ke beliau, kalau saya tidak berkesimpulan seperti itu, biar saja publik menilai,” tukasnya. (S-14)