AMBON, SPEKTRUM – ini menindaklanjuti hasil study tiru di Pemkab Bogor dan DPRD Kota Bogor beberapa waktu lalu, guna memboboti Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda), tentang Perubahan Perda Nomor 4 Tahun 2016 terkait Organisasi Perangkat Daerah, Kedudukan Protokoler Pimpinan dan Anggota DPRD Kota Ambon, dan Perda Penyelenggara Kearsipan.
Pansus DPRD Kota Ambon Kamis (15/10/2020), menghadirkan Akademisi Fakultas Hukum Universitas Pattimura Ambon, Sherlock H Lekipiouw, di ruang Komisi I DPRD Kota Ambon, meminta masukan berkaitan dengan kajian akademisi tentang Ranperda dimaksud.
Dalam paparannya Lekipiouw menjelaskan, soal protokol dan hubungannya dengan Tata Tertib (Tatib), yang mana dari konstruksi hukum, Tatib adalah prosedural yang mengatur soal tata kerja kelembagaan dan meneguhkan eksistensi kemanusiaan. Dan protokol, adalah pemenuhan atas eksistensi kelembagaan, baik kedudukan dalam jabatan maupun kedudukan sebagai pejabat. Dan itu yang harus diperkuat dalam Tatib.
“Supaya sesama Anggota DPRD juga saling memahami,”jelasnya.
Termasuk soal dukungan administrasi sekretariat, Lekipiouw mengakui, dalam hal ini, sering, Sekwan menjadi sasaran karena sebagai perpanjangan tangan dari Pemerintah Daerah. Untuk itu, terkait dengan ini, Pemkot dan DPRD harus duduk bersama-sama.
“Karena soal keuangan, Pempus sudah kasih instrumen soal klasifikasi berdasarkan kemampuan daerah. Kota Ambon berada pada posisi mana, saya tidak tahu, tapi sepanjang ada dukungan sekretariat, dan ini harus sama-sama duduk dengan Pemkot, bagaimana siasatinya, DPRD lebih tau sumber-sumbernya,” timpal dia.
Namun soal Perda ini, ia memastikan, akan terjadi tarik ulur di Dirjen Keuangan. Hal itu karena, jika misalnya, ketika anggota DPRD membutuhkan layanan sopir, tetapi tafsiran mereka (keuangan) tidak bisa, dengan normatifnya menurut mereka, bahwa hak keuangannya sudah dipisahkan, hanya berlaku untuk pimpinan, dan anggota sudah dirupiahkan.
“Kita punya dukungan sekretariat, makanya nanti diatur dalam Tatib. Teknisnya kita harus rumuskan unsur-unsur dalam konteks dukungan sekretariat dalam melaksanakan tugas fungsi dan kewenangan DPRD, kita perkuat disitu, artinya kalau memang sopir itu menjadi kebutuhan, maka dia dimasukan dalam unsur itu,” tambah dia.
“Dan kalau Pemda, maka posisi Pemkot dan DPRD itu sama. Logika hukumnya, kenapa mereka bisa, kita tidak, sementara sesuatu yang sama harus diperlakukan sama. Artinya kalau mereka difasilitasi, maka kita juga,” jelasnya.
Ia juga menjelaskan soal ada kosekwensi anggaran salam setiap pembahasan. Misalnya, dalam setiap rapat mitra soal pembahasan KUA-PPAS, ada kosekwensi anggaran.
“Logikanya, kalian (Pemkot) bawah beban ke DPRD, DPRD bahas dan putuskan secara politik, kalian jalankan tanpa beban, maka harus bayar. Apa dalil hukumnya, sesuatu yang diputuskan secara hukum tidak perlu dibuktikan, kewajiban-kewajiban secara umum tidak perlu legalkan syarat dan kuasanya. Minta penguatan secara kelembagaan,”ujarnya.
Menurut dia, Sekretariat DPRD dengan DPRD adalah satu kesatuan, meski dalam konteks tempat, berbeda dalam fungsi. Maka dari itu, harus dilegalkan dalam Tatib dan disusun dalam Dim, supaya ada realitas empiri, bahwa ini realitas yang harus dijawab.
“Lalu kita sesuaikan dengan instrumen syarat dan prasyarat normatif,”katanya.
Terkait dengan itu, Ketua Pansus I DPRD Kota Ambon, Jojan Van Capelle menyampaikan terima kasih kepada Fakultas Hukum yang telah menghadirkan pakar hukumnya untuk memberi masukan bagi DPRD.
“Kita memberikan apresiasi atas pikiran-pikiran yang luar biasa yang disampaikan oleh akademisi untuk memboboti kita sebagai anggota DPRD dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab lebih khusus pansus protokoler (Hak Kedudukan Protokoler) pimpinan dan angggota DPRD, yang mana sesuai dengan undang-undang Nomor 12 PP 18 Tahun 2017 yang telah menetapkan hak keuangan dan administratif,”tuturnya.
Oleh karena itu, yang diteruskan didalam Perda Nomor 2 Tahun tahun 2017 tentang hak dan keuangan. DPRD menganggap perlu untuk membuat satu rancangan peraturan terkait dengan hak-hak protokoker pimpinan dan anggota DPRD, mengingat intensitas kerja kita yang luar biasa, maka perlu diatur dengan sebuah rancangan peraturan.
“Setelah pertemuan ini, kita akan melakukan rapat internal untuk membahas apa yang menjadi pikiran-pikiran untuk dirumuskan dalam rapat internal,”tandasnya. (S-01)