Vonis Hakim ke Pejabat Pelaku KDRT Dinilai Tidak Sebanding

AMBON, SPEKTRUM – Pejabat eselon II di Pemerintah Kabupaten Kepulauan Aru, Umar Rully Londjo yang lakukan kekerasan fisik dan psikis terhadap isterinya Habiba Yaponno alias Ona hanya dijatuhi hukuman kurungan badan selama 4 bulan.

Vonis yang diterima Londjo dinilai tidak sebanding dengan apa yang diderita isterinya selama bertahun-tahun.

“Inilah kelemahan hukum di negeri ini, yang tidak peka terhadap penderitaan bathin perempuan. Perempuan sering menjadi korban kekerasan fisik dan psikis namun selama ini yang dipertimbangkan adalah kekerasan fisik padahal yang lebih parah adalah kekerasan psikis,” kata ketua Yayasan Bunda, Inayah Polhaupessy kepada Spektrum yang dihubungi via ponselnya, semalam.

Mestinya, hakim melihat persoalan ini secara keseluruhan dan bukan hanya sepotong-sepotong.

“Bayangkan saja, alangkah sakit dan tertekannya seorang isteri yang dikhianati suami, secara terang-terangan mengajak selingkuhannya tinggal di rumah dinas dan memperoleh pengakuan dari instansi tempat suaminya bekerja, sementara isteri dan anak-anak harus merasakan tinggal terpisah. Betapa sakit dan tertekannya isteri dan anak-anaknya. Ini yang tidak dipahami hakim,” katanya tegas.

Selain hukuman penjara, Polhaupessy juga meminta agar Bupati dan Sekda Kepulauan Aru memperhatikan persoalan ini.

“Ingat selaku ASN yang bersangkutan tidak diperbolehkan memiliki isteri lebih dari satu serta dilarang kumpul kebo di rumah dinas milik negara,” tegasnya.

Untuk diketahui, hakim memberi vonis empat bulan kepada Umar Rully Londjo karena menurut hakim, terdakwa secara sah dan meyakinkan terbukti bersalah melanggar pasal 45 ayat (2) dan pasal 7 UU RI nomor 23 tahun 2004 tentang penghapusan KDRT.

Ada pun hal yang memberatkan terdakwa dihukum penjara karena perbuatannya mengakibatkan korbnan menjadi tidak percaya diri, merasa sangat tertekan atau berada di bawah tekanan berat, dan tidak berdaya melakukan apa-apa.

“Korban Habiba Yapono alias Ona juga sempat menjalani terapi dan atau melakukan rawat jalan ke pshykiatri setelah berdasarkan hasil analisa kesehatan,” kata majelis hakim yang diketuai Hakim Orpa, Rabu (17/11/2021).

Sedangkan yang meringankan adalah terdakwa mengakui perbuatannya, bersikap sopan dalam persidangan, dan terdakwa belum pernah dihukum.

Putusan majelis hakim sama persis dengan tuntutan JPU Kejari Dobo, Rozali Afifudin.

Habiba Yapono alias Ona yang merupakan saksi korban adalah isteri sah terdakwa berdasarkan kutipan akta nikah Kantor Urusan Agama Ternate (Maluku Utara) nomor 28/02/II/2000 Kota Ternate tanggal 2 Februari 2000 dan kartu keluarga nomor 8171020202170013 dengan nama kepala keluarga Umar Londjo.

Menurut JPU, saksi korban dalam persidangan mengakui diancam melalui pesan singkat hingga pemukulan secra fisik pada Rabu, (25/3) 2020 sekitar pukul 12:00 WiT dan pada Kamis, (2/4) 2020 sekitar pukul 11:59 WIT.

Perbuatan terdakwa terhadap saksi korban yang sering dilakukan termasuk ancaman menceraikan isterinya juga diketahui dua anak mereka, dan saksi korban juga tahu terdakwa memelihara isteri simpanannya di rumah dinas. (HS-16)