AMBON, SPEKTRUM – Apa penyebab hingga pihak Shell Upstream Overseas Ltd mundur dari pengembangan lapangan abadi Blok Masela, Kabupaten Kepulauan Tanimbar? Kabarnya perusahaan hulu minyak dan gas milik Shell Oil Company negeri Kincir Angin, Belanda itu, kaitannya dengan tuntutan PI 10 Persen dari Provinsi Maluku.
Dikutip dari kumparan Senin (6/7/2020), proyek ini pihak Shell memegang hak partisipasi ata participating interest/PI 35 persen. Sedangkan 65 persen PI dipegang Inpex Corporation, perusahaan migas asal Jepang.
Mundurnya Shell Upstream Overseas Ltd diakui Deputi Operasi Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Julius Wiratno. Alasannya, industri migas dunia tengah tertekan karena penyebaran virus corona. Dampaknya turut mengganggu investasi di hulu.
“Mungkin (Shell) enggak cukup uang bisa saja ya (di proyek ini), tapi mungkin juga punya prioritas lain, barangkali di tengah sulitnya hulu migas karena pandemi COVID-19 dan juga harga minyak dunia yang rendah,” kata Julius Wiratno, seperti dilansir dari kumparan, Senin (6/7/2020).
Meski Shell belum resmi 100 persen mundur dari Blok Masela, Julius optimis, saat ini proses pengalihan hak partisipasinya di blok tersebut tengah berjalan. Perusahaan tersebut tengah mengundang calon mitra termasuk Inpex untuk membuka data room proyek tersebut dan dilanjutkan dengan diskusi secara bisnis untuk pengalihan kepemilikan Shell di sana.
“Ada potensi mundur tapi operatornya tetap Inpex yang mungkin juga akan ambil alih penuh (PI Shell). Kita lihat saja, jalan masih panjang, tapi Proyek Masela harus jalan terus,” ujar Julius.
Pengembangan proyek di Blok Masela merupakan jalan panjang bagi kedua perusahaan. Sebab, prosesnya sudah dimulai sejak 1998 atau lebih dari 20 tahun lalu tapi baru pada 2019 pemerintah Indonesia menandatangani rencana pengembangannya (Plan of Development/POD) oleh Menteri ESDM kala itu, Ignasius Jonan.
Presiden dan CEO Inpex Corporation Takayuki Ueda tahun lalu memprediksi gas di Blok Masela bisa berproduksi pertama kali (onstream) pada 2027. Adapun lamanya gas tersebut bakal berproduksi hingga 2055 sebab perusahaan telah mendapatkan perpanjangan kontrak dari Indonesia hingga 20 tahun ke depan.
Untuk keseluruhan biaya yang dibutuhkan di blok ini sekitar USD 18,9 miliar untuk batas bawah dan USD 19,8 miliar untuk batas atas proyek tersebut. Angka ini sudah disepakati oleh Inpex, Shell, dan pemerintah Indonesia. (*)