AMBON, SPEKTRUM – Mendudukan persoalan ‘Mata Rumah Parentah’ di Negeri-negeri Adat di Maluku menjadi polemik kepemimpinan moderenisasi. Tidak sedikit Negeri-negeri Adat menyalahi persoalan ini. Salah satunya di Negeri Nusaniwe, Kecamatan Nusaniwe, Kota Ambon. Kini Raja Nusaniwe dijabat Gunter de Soyza.
Diakui masyarakat Negeri Nusaniwe, Raja de Soysa tua (moyang) pernah memerintah di negeri itu. Kini sudah generasi keempat (cicit Gunter de Soyza-red) dilantik Walikota Ambon, 1 September 2020 lalu. Walau tidak melalui tahapan Adat sebenarnya, bahkan de Soyza sendiri tidak memiliki Tiang Soa di Baileu negeri dimaksud.
Bukan saja itu, ditutur dari sejarah berdasarkan catatan dokumen di Negeri Nusaniwe, marga de Soyza adalah dialihkan oleh salah seorang Pemerintahan Residen van Amboina bermarga de Soyza, lantaran de Soyza menjadi bapak Baptis dari Lopulalan. Kemudian semua administrasi memakai nama de Soyza untuk mempermudah pengurusan zaman Belanda kala itu.
Hal ini terungkap di persidangan di Pengadilan Negeri Ambon, Senin, 19 Oktober 2020 dengan menghadirkan 2 (dua) saksi dari penggugat (Mata Rumah Parentah Wattilete-Antonglatu) yakni, Marthen Nanuru dan Yeheskiel Soplantila.
Sidang perdata dengan agenda mendengar keterangan para saksi ini, dipimpin hakim ketua, Jeny Tulak didampingi dua hakim anggotanya. Sedangkan penggugat Mata Rumah Parentah Wattilete didampingi Kuasa Hukum, Edo Diaz dan Semy Sahetapy. Sementara para tergugat memberi kuasa hukum kepada Hans Pea dan Buce Lawalatta.
Kedua saksi menjelaskan panjang lebar mengenai asal-usul Mata Rumah Parentah di Negeri Nusaniwe mulai dari Pemerintahan Lasampius, Lasahatira (anak Lasampius), hingga beberapa Raja yang bukan asli Negeri Nusaniwe pernah memerintah di negeri itu. Misalnya Raja dari Negeri Latuhalat, dari Negeri Kilang, dari Negeri Ema, dari Negeri Allang dan lainnya.
“Memang ada beberapa Raja dari luar Negeri Nusaniwe memerintah. Seperti dari Ema, Latuhalat, Kilang dan juga Raja Patty dari Negeri Allang, dan beberapa Raja lainnya. Tapi, dari awal, Mata Rumah Parentah itu ada pada marga Wattilete yang merupakan garis keturunan dari Raja Lasahatila. Kalau de Soyza adalah pada masa penjajahan, kemudian Lopulalan dibaptis dan bapak baptis bermarga de Soyza. Kemudian seiringnya waktu, de Soyza menjadi Raja memakai nama marga bapak baptis dari seorang Residen van Amboina,” jelas saksi Yeheskiel Soplantila, menjawab pertanyaan majelis hakim.

Saksi juga menjelaskan, selama ini, marga de Soyza tidak memiliki tiang Soa sebagai simbol anak adat Negeri Nusaniwe di Baileu setempat.
“Setahu saya, Tiang Soa Mata Rumah Parentah adalah Wattilete dan beberapa Soa dalam Negeri Nusaniwe sebagai pendukung, ada dalam Baileu Negeri Nusaniwe. Tetapi tidak pernah ada tiang Soa de Soyza di Baileu Negeri Nusaniwe,” terang Soplantila menjawab pertanyaan Kuasa Hukum Penggugat, Edo Diaz dalam persidangan itu.
Sementara kuasa hukum tergugat, Hans Pea meminta saksi Soplantila tetap menjelaskan apa yang menjadi pertanyaan saja, dan tidak keluar dari substansi perkara yang disidangkan. Dan saksi memahami permintaan kuasa hukum tergugat.
Dari penjelasan saksi Soplantila menjelaskan, untuk de Soyza ada dua keturunan yakni dari Lopulalan dan juga ada dari Katjili (dari Kayeli).
“Jadi, bisa diurut kalau de Soyza ada dari Lopulalan dan Katjili, karena perkawinan saudara perempuan bermarga Wattilete. Sehingga Katjili bisa memerintah secara otomatis, karena perempuan Wattilete adalah turunan Mata Rumah Parentah,” jelas saksi.
Perkara ini sudah disidangkan kurang lebih lima bulan di Pengadilan Negeri Ambon. Penggugat adalah Mata rumah Parentah menggugat Saniri Negeri Nusaniwe (tergugat I), Ketua Tim (tergugat II) dan Penjabat Negeri Nusaniwe, Arthur Solsolay (tergugat III), karena diduga mengambil langkah melampaui tataran Negeri Nusaniwe, dan tidak sesuai Peraturan Negeri (PerNeg).
Usai mendengar keteranga kedua saksi tersebut, majelis hakim menunda sidang hingga Senin, 26 Oktober 2020, masih dengan agenda mendengarkan keterangan saksi lainnya. (S05)