AMBON, SPEKTRUM – Banyak efek negatif yang ditimbul akibat keberadaan bangunan politik dinasti. Salah satunya, adalah orientasi politik dinasti bukan melayani publik, melainkan bagaimana seseorang atau segelintir kelompok bisa melanggengkan kekuasaan.
Bangunan politik dinasti nampak masih dipertahankan sebagian kalangan di Indonesia termasuk di wilayah Maluku. Gerakan untuk memutus dinasti politik pun terus di lawan oleh publik di Maluku.
Majunya Safitri Malik sebagai salah satu bakal calon Bupati Kabupatn Buru Selatan untuk bertarung di pilkada 2020 nanti, pun dinilai sebagian kalangan niatnya untuk menciptakan dinasti politik. Dia diusung oleh Tagop Sudarsono Soulissa, Bupati Bursel dua periode.
Isu merebak, Safitri sengaja disiapkan Tagop untuk menggantikan “singgasana” atau kursi Bupati Bursel yang sebentar lagi akan ditinggalkan Tagop, setelah dua periode memimpin Buru Selatan.
Safitri diketahui telah mendaftarkan diri sebagai bakal calon (balon) Bupati Bursel, di beberapa partai politik atau Parpol, termasuk di PDI Perjuangan. Parpol masih menggodok para bakal calon ke tingkat DPP. Kecuali PKPI yang kabarnya sudah menyatakan dukungan secara resmi kepada isteri Bupati Bursel tersebut.
Perolehan suara PKPI di Buru Selatan jika berkaca dari Pemilu 2019, kabarnya tidak mencapai 300 suara. Selain itu, track record Safitri lima tahun menjadi Anggota DPRD Provinsi Maluku, dinilai tidak berkontribusi lebih bagi daerah. Dia bahkan pernah dikeluarkan dari Badan Kehormatan DPRD karena hampir tidak pernah berkantor, apalagi menjalankan tugasnya selaku wakil rakyat.
Sementara tugas BK, adalah penegakan kode etik DPRD, yang tentu berkaitan dengan kedisplinan anggota DPRD. Dan ini menunjukan ketidakmampuan Safitri dalam menjalankan amanat rakyat.
Menyikapi fenomena segelintir orang yang masih mempertahankan bangunan dinasti politik di Maluku, M Ikbal Souwakil Tokoh Pemuda Buru menentangnya. Dia berasumsi, sistim patrimonial (politik dinasti) tidak bagus diterapkan dalam dunia demokrasi kekiniaan.
Dalilnya, sistim patrimonial itu akan terjadi kebocoran sumberdaya alam, bahkan korupsi dan penyalahgunaan APBD dan lain-lain.
“Bahkan sulitnya mewujudkan cita-cita demokrasi karena tidak terciptanya pemerintahan yang baik dan bersih,” ujar M Ikbal Souwakil, yang juga mantan Ketua Umum Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Ambon ini, kepada Spektrum, Minggu (01/12/2019), menyikapi fenomena bangunan politik dinasti yang masih dipertahankan segelintir orang di wilayah Maluku.
Keberadaan dinasti politik, menurut Ikbal, akan menyebabkan fungsi kontrol kekuasaan melemah dan tidak berjalan efektif sehingga kemungkinan terjadinya penyimpangan kekuasaan seperti korupsi, kolusi dan nepotisme atau KKN.
“Hemat saya, politik dinasti ini, tidak ada pola perubahan kepemimpinan. Bahkan dengan terus dipeliharanya dinasti politik tersebut, akan menyebabkan pula kader-kader terbaik di daerah tersebut, untuk membangun daerahnya akan terganjal akibat dipertahankannya dinasti politik tersebut,” jelasnya.
Singkatnya, Ikbal menolak dipertahankannya bangunan dinasti politik. “jika tidak dihilangkan namanya dinasti politik itu, tentunya, kita tidak akan berharap banyak untuk suatu perubahan khususnya Buru Selatan dan Maluku serta Indonesia pada umumnya,” pungkasnya. (S-01/S-14)