AMBON, SPEKTRUM – Proyek rehabilitasi enam ruangan SD Negeri 93 Ambon, di kawasan Jalan Dr. Tarmizi Taher, Desa Batu Merah, Kecamatan Sirimau, Kota Ambon, Provinsi Maluku, diduga bermasalah.
Hal ini disampaikan Ketua Komite SD 93 Ambon, Husein Wasahua. Ia merasa terdiskriminasi saat pertemuan antara Komisi III DPRD Kota Ambon bersama Kepala SD Negeri 93 Ambon, dan Dinas Pendidikan Kota Ambon, pekan lalu.
Wasahua tidak puas, karena proyek rehab enam ruang kelas sekolah dimaksud, bukan dikerjakan olehnya, namun dalam laporan tertulis, justru ada nama (Komite SD Negeri 93 Ambon) yang mengerjakannya.
“Saya tidak mengerjakan proyek DAK 2019, tapi dalam laporannya, saya yang mengerjakan. Padahal, yang mengerjakan sekolah itu pihak Dinas Pendidikan Kota Ambon dengan anggaran Rp700 juta lebih untuk tujuh ruang kelas,” ungkapnya, kepada wartawan, di depan Kantor DPRD Kota Ambon.
Wasahua menduga, Dinas Pendidikan Kota Ambon berupaya cuci tangan. “DPRD Kota bela Dinas Pendidikan yang kami duga salah, pekerjaan selesai 100 persen pada bulan Desember 2019,” tuturnya.
Menurut Wasahua, dana rehab tujuh ruang belajar SD Negeri 93 Ambon lebih dari Rp 700 juta. “Sedangkan untuk dana rehab SMP sekitar Rp 600 juta lebih, saya Ketua Komite SD, tapi saya juga panitia rehab ruang kelas SMP,” ungkapnya.
Saat anggaran rehab SD dikucurkan, Wasahua mengaku tidak mengetahuinya. Untuk itu, Wasahua meminta agar diturunkan tim hukum untuk melihat sejauh mana kondisi pembangunan tersebut.
“Dinas bentuk panitia, saya tudak dilibatkan padahal, jika dana swakelola mestinya saya Ketua Panitia karena saya Ketua Komite, tapi karena Kepsek sudah kerjasama dengan Dinas Pendidikan, mereka bentuk panitia tanpa sepengetahuan saya,” imbuhnya.
Sementara itu, Kepala Bidang Pembinanan Pendidikan Dasar, Mery Mairuhu, menuturkan soal DAK sesuai Juknis sifatnya swakelolah sehingga sekolah yang mengerjakan, dimana semua diserakan ke sekolah.
“Sekolah yang lebih tahu, kalau dinas lakukan itu berarti pihak ketiga APBD yang dikontrakan, tapi kalau DAK itu sekolah yang kerjakan,” terangnya.
Alasannya, SD Negeri 93 Ambon punya keterbatasan dalam menyusun anggaran apalagi membuat gambar dan segala macamnya.
“Mereka pakai pemerhati pendidikan, tapi bukan urusan dinas, itu urusan sekolah, sehingga sekolah mencari pemeharti yang bisa membantu didalam bekerja dan itu urusan mereka, bukan urusan kami,” tegasnya.
Diingatkan, peran komite sekolah dalam pengelolaan dana DAK tidak ada. Mengacu pada PP 70 Tahun 2012, tertulis ada Kantor Lembaga (KL) yang bertanggungjawab, misalnya Dinas Pendidikan.
“Kami yang bertanggungjawab, kalau didalam perjalanan DAK ada hambatan sekolah yang berkoordinasi dengan Dinas, tapi anggaranya masuk rekening sekolah, berati sekolah yang mengelolah bukan kami, hanya pengawasanya dari kami. Jadi soal pengolasan sekolah tanggungjawab sekolah bukan komite, karena Juknis bilang sekolah yang bertanggungjawab,” jelasnya.
Sementara itu, Kepsek SD 93 Ambon, Ratna Rumatiga, mengakui DAK 2019 ini, SD 93 dapat dua kegiatan, diantaranya ada 7 ruang kelas dan 1 perpustakaan.
Jauh sebelum itu, kata dia, sekolah kami belum pernah terima dana DAK. Ia mengaku berkoordinasi dengan Ketua Komite. “Bahkan saya gelar rapat dengan orang tua murid dan menyampaikan bahwa SD 93 akan dapat bantuan ruangan klas 1 sampai klas 6 ditambah dengan perpusatakaan,” terangnya.
Ratna menjelaskan, dirinya pernah hadirkan Ketua Komite di Dinas Pendidikan, Bagian Perencanaan Dinas Pendidikan Kota Ambon.
“Saat itu, Kepala Dinas menegaskan proyek tersebut ditangani bersama komite sekolah. Dan hal ini telah diberikan pemahaman kepada Ketua Komite dan telah disetujui, untuk dilibatkan pemerhati pendidikan,” katanya. (S-07)