AMBON, SPEKTRUM – Penetapan lokasi pembangunan Bandara Tepa yang terletak di Desa Imroing Kecamatan Babar Kabupaten Maluku Barat Daya (MBD) ternyata tanpa persetujuan keluarga pemilik lahan, Keluarga Besar Imasuly.
Padahal, persoalan lahan ini telah diupayakan sejak tahun 2010 namun tak kunjung berhasil. Akhirnya, dengan didampingi kuasa hukum keluarga Imasuly, Umar Ohoitenan atau dikenal dengan nama Umar Kei, mereka rapat bersama dengan Komisi I DPRD Maluku.
Maksud kedatangan mereka, agar Komisi I memfasilitasi persoalan ini dengan Pemerintah Kabupaten MBD lahan ini bisa diganti untung bukan ganti rugi.
Ketua Komisi I DPRD Provinsi Maluku, Amir Rumra pada kesempatan itu menjelaskan jika perjuangan keluarga Imasuly mendapatkan ganti untung dari Pemda MBD sudah berlangsung sejak 13 tahun lalu.
“Mereka berjuang mencari keadilan, tapi sampai sekarang belum direspon Pemda MBD. Makanya, kuasa hukum keluarga Imasuly, Umar Ohoitenan, menyurati Komisi I untuk memfasilitasi,” kata Rumra, ketika memimpin rapat di ruang Komisi I, Rabu (29/3/2023).
Edison Sarimanela anggota Komisi I membenarkan jika pemilik lahan Bandara Tepa telah memperjuangkan hak mereka sejak lama.
”Prinsipnya, kami sebagai lembaga politik proses ini segera jalan. Siapkan seluruh bukti-bukti. Jangan sampai jadi lembaga pengadilan. Usul dan saran saya panggil atau temui Pemda MBD dan On The Spot di lapangan. Ini khan dibayar uang negara. Jangan sampai kedepan bermasalah. Ini agar pembayaran diselesaikan,” harapnya.
Sedangkan, anggota Komisi I lainnya, Mumin Refra, meminta untuk lakukan OnThe Spot di lokasi Bandara Tepa.
”Kita datangi Pemda MBD dan Kades Imroing. Ini agar boboti hasil rekomendasi komisi. Bandara diselesaikan oleh negara sesuai tahapan dan aturan main. Kami minta kepada Umar, siapkan dokumen-dokumen kepemilikan. Ini agar kami lakukan langkah-langkah kalau dokumen kuat. Ini perjuangan lama keluarga Umasuly,” ingat politisi PKB dari daerah pemilihan Tual, Malra, dan Aru.
Kemudian, Lucky Wattimury anggota Komisi I meminta, Umar Key bersama keluarga Imasuly membuat kronologis dari awal secara tertulis.
”Jadi dibuat detail. Nanti dibuat kronologis detail dari awal, kita minta secara tertulis. Tugas kita adalah minta pemerintah tidak abaikan hak masyarakat, kita bicarakan secara terperinci,” harap wakil rakyat dari Dapil Kota Ambon itu.
Oleh karena itu, mantan Ketua DPRD Provinsi Maluku ini mengusulkan, pertemuan pertama pihaknya butuh informasi dari Bupati MBD, Kadis Perhubungan MBD, dan Kades Imroing. “Selain ibu Ema Imasuly, harus ada keluarga lain mendampingi. Ini agar memperkuat kita. Ini agar kita bicara detail,” ingatnya.
Sekretaris Komisi I, Michiel Tasaney mengatakan, Dewan adalah lembaga politik. Dia berharap, ada pertemuan lanjutan agar mencari formula dan solusi.
”Kita selesaikan dengan baik tanpa membuat ibu Elma kecewa sebagai ahli waris,” katanya.
Wakil Ketua Komisi I, Jantje Wenno mengigatkan, persoalan lahan bandara diatur secara baik agar tidak ada komplain atau bermasalah dikemudian hari.
“Jangan sampai ada komplain sana sini. Tanah urusan di daerah . Kalau tidak program ini ditarik dan dialihkan pemerintah pusat. Masyarakat dambakan bandara. Kita kuatir Kalau program ini bisa dialihkan. Jangan tanah status adat, bicara betul saja. Kalau ganti rugi ke yang berhak. Ini agar proyek strategis berjalan. DPRD verifikasi surat masuk kita on the spot mendengar aspirasi masyarakat. Kalau ganti untung ditampung lewat APBD MBD,” jelasnya.
Amir Rumra dalam kesimpulan rapat berharap, dokumen dan bukti-bukti disampaikan kepada pihaknya.” Kami back up. Ini karena beberapa kasus lahan yang kami tangani akhirnya dibayar Pemda setempat,” katanya.
Oleh karena itu, kuasa hukum keluarga Imasuly menyampaikan dokumen kepada Komisi I.
“Sampaikan kronologisnya secara detail. Nanti staf ahli kami membantu. Kami harap ada keluarga Imasuly juga mendampingi,” harapnya.
Sedangkan Kuasa hukum keluarga Imasuly, Umar Ohoitenan akrab disapa Umar Kei mengatakan, tujuan dilayangkannya surat ke Komisi I lantaran kliennya telah memperjuangkan hak mereka cukup lama.
“Kami diberikan kuasa belum sebulan lalu. Kami kesini meminta Komisi I menegaskan kepada Pemda khususnya Bupati MBD ambil langkah-langkah tegas selesaikan pembebasan lahan Bandar Tepa,” kata Umar Kei.
Namun, perjuangan keluarga Imasuly terkendala lantaran Kepala Desa Imroing berpihak ke Pemkab MBD dan persulit pemilik lahan.
”Kami memohon komisi I membantu kami,” harapnya.
Untuk diketahui, tahun 2022 hingga 2023, Bupati MBD surati Menteri Perhubungan terkait persiapan administrasi pembangunan Bandara Tepa.
Dalam suratnya, bupati memastikan jika lahan untuk dibangun Bandara Tepa telah ada.
“Menurut Bupati MBD, prinsipnya lahan sudah siap. Ketika ahli waris mengetahui hal tersebut mereka komplain ke Pemda melalui Kades Imroing. Ketika itu kades janjian urus Administrasi bersama Pemda. Beliau berjanji keluarkan surat keterangan kepemilikan lahan adat keluarga Imasuly,” bebernya.
Namun, ketika keluarga Imasuly kembali berhubungan dengan kades, beralasan menunggu arahan Bupati MBD.
“Akibatnya, sampai saat ini belum ada solusi,” tegasnya.
Ironisnya, Kades Imroing, diam-diam membuat surat tanda tangan dukungan, kemudian diketahui surat dukungan itu hibahkan lahan ke pemerintah bangun bandara Tepa di Imroing.
”Warga Imroing tidak tahu maksud tandatangan dukungan hibahkan lahan Bandara. Terakhir, mereka tahu tanda dukungan hibah lahan mereka komplain dan membuat surat mencabut dukungan,” paparnya.
Meski begitu, dia menegaskan, klienya sangat mendukung program pemerintah bangun Bandara Tepa.
”Melalui forum terhormat ini kami harap komisi I mendorong Pemda MBD dalam hal ini Bupati MBD, dapat membangun komunikasi, sehingga ada titik temu Pemda dan pemilik lahan agar dilakukan ganti untung. Memang sempat ditawarkan Rp 3 miliar dan tawaran lain tapi keluarga Imasuly menolak. Ini keluarga besar,” tandasnya.
Hadir pada kesempatan itu, sejumlah anggota Komisi I, Umar Kei selaku kuasa hukum keluarga Imasuly, dan perwakilan keluarga Imasuly, Ema Imasuly. (*)