AMBON, SPEKTRUM – Kinerja Pemerintah Provinsi Maluku dinilai sengaja menghambat langkah DPRD Maluku.
“Salah satu contoh, RAPBD Provinsi Maluku 2023 ditetapkan DPRD Maluku, Rabu 30 November pukul 23.00 Wit, dalam rapat paripurna, dapat saya sampaikan proses penetapan dan pembahasannya sangat bertentangan dengan peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 84 tahun 2022 tentang pedoman penetapan APBD tahun 2023,” kata mantan Wakil Ketua DPRD Maluku, Everth H. Kermite kepada Spektrum di Ambon, Senin (05/12/2022).
Kermite menilai hal tersebut bertentangan karena kebijakan umum anggaran (KUA) dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (PPAS) baru saja disepakati bersama DPRD dan Pemprov Maluku pada Rabu 30 November pukul 12.00 Wit, kemudian pada pukul 15.00 wit rapat dilanjutkan dengan penyampaian RAPBD. Setelah itu, rapat dilanjutkan lagi dengan pengesahan APBD tahun 2023 pukul 23.00 wit.
“Peraturan Mendagri Nomor 84 menegaskan bahwa prinsip penyusunan APBD antara lain, tepat waktu sesuai tahapan dan jadwal, transparan dan melibatkan aspirasi masyarakat,” tegasnya.
Kemudian KUA PPAS yang telah disepakati bersama antara Pemda dan DPRD Maluku dijadikan dasar penyusunan RAPBD.
“Dan ini hal yang sangat penting,” tegas Kermite.
Politisi senior PDI Perjuangan itu menjelaskan, karena itu, persetujuan bersama KUA dan PPAS pada Rabu, 30 November, maka praktis Pemda tidak memiliki waktu untuk menyusun RAPBD, begitu juga Badan Anggaran DPRD tidak maksimal membahas APBD tersebut. “Namun anehnya, APBD bisa disahkan dalam rapat paripurna DPRD. Ibaratnya, kapal yang tiba berangkat,” katanya kecewa.
Mepetnya waktu dari persetujuan hingga pengesahan mencerminkan pihak Pemda tidak memiliki kesempatan untuk menyusun KUA PPAS sehingga terlambat menyampaikan ke DPRD.
Penyampaian KUA PPAS dilakuka setelah DPRD berkali-kali menyurati Pemda untuk menyampaikan dokumen dimaksud.
“Untuk itu, perlu kami sampaikan bahwa pengelolaan pemerintahan saat ini tidak menggambarkan birokrasi yang sehat sehingga mengakibatkan keterlambatan menyampaikan dokumen Rancangan KUA PPAS maupun Rancangan APBD,” tandasnya.
Sebenarnya lanjut Kermite, DPRD selalu siap melaksanakan tugas dan tanggungjawab, namun terbentur dengan kepemimpinan daerah yang tidak mampu mengelola pemerintahan daerah Maluku.
“Kenapa ? Gubetnur saja jarang beraktifitas di kantor dan lebih memilih berkantor dari rumah pribadinya, yang hanya siap melayani para kepala dinas,” karanya lantang..
Hal tersebut juga menyebabkan Pemda tidak mampu menyiapkan APBD Perubahan tahun 2022.
“Untuk itu, berdasarkan hal yang disampaikan, saya mohom Mendagri dapat menyikapi kondisi kepemimpinan daerah dan memberikan catatan keras atas dokumen APBD Provinsi Maluku tahun 2023 yang akan dikonsultasikan di Kemendagri melalui Dirjen Anggaran Daerah,” kata Kermite.
Untuk itu, Kermite minta DPRD Maluku harus kritis melihat berbagai persoalan, kalau tidak tugas dan kewenangan DPRD akan diperhambat birokrasi yang tidak menunjang pembangunan di daerah ini.
Sementara itu, ditempat terpisah mantan anggota DPRD Maluku, Yunus Tipka mengaku heran dengan proses pembahasan KUA dan PPAS.
“Hebat sekali Pemda Provinsi Maluku dan DPRD Maluku. Kok bisa ya penyampaian sampai pengesahan dilaksanakan dalam rentang waktu kurang dari 24 jam ?” kata Tipka.
Tipka kemudian mempertanyakan beberapa hal, yakni kapan Pidato Pengantar disampaikan oleh Gubernur dalam forum Rapat Paripurna DPRD ?
Kapan DPRD Maluku melalui fraksi-fraksi menyampaikan Pemandangan Umum terkait penyampaian dokumen dimaksud untuk kemudian dapat direspon oleh Pemerintah Daerah melalui jawaban Gubernur ?
“Penyampaian Pemandangan Umum Fraksi-fraksi sesungguhnya adalah cerminan dari aspirasi masyarakat yang diwakilinya dan itulah yang dimaksud dengan kedaulatan rakyat. Bila tidak ada pemandangan umum dari Fraksi-fraksi, apakah itu tidak inkonstitusional ?” katanya.
Selanjutnya kata Tipka, setelah pemandangan umum dan jawaban dari Pemerintah Daerah kemudian dilanjutkan dengan rapat kerja untuk penyusunan RAPBD oleh Badan atau Panitia Anggaran Pemda dan DPRD, dan selanjutnya disampaikan dalam Rapat Paripurna DPRD oleh Gubernur.
“Barulah kemudian dilanjutkan lagi mekanisme pembahasan sampai penetapan. Proses ini bila normal, membutuhkan waktu paling cepat 1 – 1,5 bulan. Karena itu bila dokumen KUA dan PPAS di sampaikan dan ditetapkan dalam rentang waktu 1 hari kerja, maka patut dipertanyakan, apakah DPRD dalam waktu yang singkat itu dapat memahami dokumen yang disampaikan ?” tanya Tipka.
Menurutnya, hal seperti ini berpotensi membawa alur pemikiran bahwa ternyata kualitas dan kompetensi perangkat daerah baik Pemda dan DPRD patut dipertanyakan .”Maka tidak heran bila daerah kita masuk dalam katagori termiskin ditengah potensi SDA yang melimpah ruah di Maluku.
Sungguh memprihatinkan menghadapi kenyataan seperti ini,” katanya lagi. (TIM)