-Dua Tersangka Ajukan Praperadilan
AMBON, SPEKTRUM – Kasus pembalakan kayu oleh CV. Sumber Berkat Makmur (SBM), berujung pada penahanan puluhan warga adat Negeri Sabuai, Kecamatan Siwalalat Kabupaten SBT, berbuntut panjang. Komnas HAM RI Perwakilan Maluku turut mengawal kasus ini.
Pasalnya, aksi pembalakan kayu oleh pihak CV. Sumber Berkat Makmur di hutan Sabuai notabenenya ulayat warga adat (Negeri Sabuai), Kecamatan Siwalalat Kabupaten SBT itu, pihak perusahaan dinilai tidak menghargai hak ulayat dan hukum adat.
Linda Holle, Subbagian Mediasi Komnas HAM Perwakilan Maluku, saat dikonfitrmasi Spektrum, Selasa (25/02/2020) di Ambon mengakui, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Republik Indonesia (Komnas HAM RI) Perwakilan Maluku, telah menyurati Kapolda Maluku Ijen (Pol) Baharduin Djafar,, Kadis Kehutanan Provinsi Maluku Sadli Ie, Kadis Lingkungan Hidup Provinsi Maluku, dan Bupati SBT, Abdul Mukti Keliobas.
Linda mengatakan, kasus hutan Sabuai tersebut, Komnas HAM Perwakilan Maluku sudah menindaklanjuti melalui pengaduan proaktif dan telah mengirimkan surat rekomendasi untuk meminta penjelasan dan penyelesaian atas kasus hutan Sabuai.
“Surat ini dikeluarkan Komnas HAM Perwakilan Maluku sejak Jumat 21 Februari 2020, dan sudah diterima oleh Kapolda Maluku pada Senin 24 Februari 2020,” ungkap Linda Holle.
Dijelaskan, berdasarkan surat tersebut substansinya meminta, semua pihak dalam penanganan kasus ini harus sesuai dengan standar HAM, dan penghormatan atas eksistensi masyarakat adat khususnya hak atas ulayat yang melekat di dalamnya hak milik, Hak atas kesejahteraan, hak atas lingkungan dan hak atas kepastian hukum.
Disisi lain, perlindungan hukum masyarakat hukum adat atas hutan adat merupakan kewajiban pemerintah yang harus dipenuhi sebagaimana yang diatur dalam Pasal 18B UUD 1945.
Selain itu amanat putusan Mahkamah Konstitusi RI Nomor 35 Tahun 2011, sebagaimana prinsip-prinsip pengaturan hutan adat berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi No. 35/PUU-IX/2011, dan bagaimana peran pemerintah daerah dalam mewujudkan perlindungan hukum masyarakat hukum pasca putusan Mahkamah Konstitusi No. 35/PUU-IX/2011 ini.
Ia menyatakan, Komnas menggunakan mekanisme pengaduan proaktif berdasarkan data, dan pemberitaan media massa untuk tindaklanju kasus ini.
Merujuk kesitu, lanjutnya, Komnas HAM Perwakilan Maluku kemudian meneribitkan surat yang ditujukan kepada pihak-pihak terkait untuk meminta penjelasan dan penyelesaian atas kasus ini.
“Dan sesuai surat Komnas tersebut meminta waktu selama 14 hari untuk klarifikasi, dan penjelsaan pihak-pihak terkait. Nanti berdasarkan penjelsan tersebut, Komnas akan melihat tindaklanjut apa yamg dapat dilaksanakan segera,” jelas Linda Holle.
Soal survei lokasi Hutan Sabuai, menurut linda, saat ini Komnas HAM Perwakilan Maluku belum mengutus tim untuk terjun ke sana. “Pemantauan masih menunggu tanggapan atas surat kommas di atas,” timpalnya.
Linada menegaskan, jika terbukti benar pembalakan kayu oleh CV. SBM melibatkan oknum instansi pemerintah terkait atau siapapun telah menyerobot ulayat warga atau melanggar hak asasi, maka Komnas HAM akan membawa perkara ini ke ranah hukum.
“Kalau terbukti maka Komnas akan meminta aparat berwenang untuk menindaklanjuti melalui proses hukum, sesuai aturan yang berlaku. Oknum yang terlibat baik secara langsung ataupun tidak langsung dalam hal ini, patut memberikan rasa keadilan dan penegakan HAM bagi masyarakat adat Sabuai,” tegasnya.
Ditambahkan, Komnas HAM mendorong agar pihak pemerintah dan legislatif, segera membuat kebijakan yang mengimplementasikan putusan MK Nomor 35 tersebut di atas, agar nantinya hak masyarakat adat atas hutan adat terlindungi dan tidak lagi menimbulkan konflik berkepanjangan.
Sementara itu, Dua warga Sabuai yang ditetapkan tersangka oleh Polres SBT, akhairnya mengajukan prapradilan. Penyidik Polres Seram Bagian Timur dinilai kerliru dalam mengambil tidadakan hukum berupa penangkapan dan penahanan terhap 26 Warga Masyarat Desa Sabuai, Kecamatan Siwalalat, Kabupaten Seram Bagian Timur. Dari ke 26 Masyarakat tersebut, dua orang yakni Stevanus Ahwalam dan Khaleb Yamarua telah ditetapkan sebagai tersangka.
Kepada Wartawan, Vendy Toumahuw, menjelaskan berdasarkan Surat Kuasa Khusus yang diberikan Kami bertindak untuk dan atas dua orang tersangka secara resmi telah Kami ajukan Permohonan Praperadilan ke Pengadilan Negeri Dataran Hunimoa dengan Nomor: 1/Pid.Pra/2020/PN DTH.
Menurutnya, dalam perkembangannya Praperadilan telah menjadi fungsi kontrol Pengadilan terhadap jalannya Peradilan, sejak tahap penyelidikan khususnya dalam hal ini yang berkaitan dengan Penangkapan, Penahanan oleh karenanya tindakan tersebut patut dikontrol oleh Pengadilan dengan menyatakan bahwa Penangkapan dan Penetapan Para Pemohon sebagai Tersangka adalah telah sessuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku atau terdapat kekeliruan.
Berdasarkan bukti hukum yang dikantongi, tim hukum dari ke 2 warga tersebut, ternyata penangkapan maupun penahanan yang dilakukan oleh Polres Seram Bagian Timur tedapat kekeliruan, oleh karena itu dengan mengacu pada ketentuan Pasal 77 dan Pasal 79 Undang-Undang Nomor: 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Piadana (KUHAP) Kami mengajukan Praperadilan sebagai bentuk koreksi terhadap kinerja Polres Seram Bagian Timur.
“Ya Kami ajukan Permohonan Peraperadilan ini, karena menurut pendapat Kami terdapat kekeliruan yang dilakukan oleh Penyidik Polres Seram Bagian Timur,”tandasnya. (S-14/S-01)