Penegakan hukum oleh PPNS Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan atau (LHK) Provinsi Maluku terhadap Imanuel Qudaresman alias yongki, Direktur CV. Sumber Berkat Mandiri atau SBM, dinilai lambat.

AMBON, SPEKTRUM – Padahal Imanuel sudah ditetapkan tersangka seputar kasus illegal logging hutan adat Negeri Sabuai, Kecamatan Siwalalat Kabupaten Seram Bagian Timur. Sialnya, proses hukum tidak berkembang. Kasusnya mandek di meja PPNS LHK.

Masyarakat adat Sabuai geram dan protes atas sikap PPNS LHK itu. Mereka telah menyurati LHK Maluku untuk menanyakan status kasus tersebut. Namun, tidak ada respon terhadap upaya penuntasan kasus dimaksud. Kini, mereka menyurati Kementrian Lingkungan Hidup untuk melaporkannya.

“Saya akan menyurati Kementrian Kehutanan (Kemenhut RI) di Jakarta, untuk melaporkan kasus ini,” tegas Justin Tuny, Kuasa Hukum masyarakat adat Sabuai, saat di hubungi Spektrum,  Minggu (22/11/2020).

Padaha pihak KLHK melalui Unit Pelaksana Teknis (UPT) Balai Penegakan Hukum (Gakkum) Wilayah Maluku Papua, Rabu (18/03) lalu, telah menetapkan Komisris CV. SBM, Imanuel  sebagai tersangka illegal logging. Dia ditahan  di Rumah Tahanan Polda Maluku, tapi kemudian ditangguhkan untuk jadi tahanan kota.

Sejumlah barang bukti telah disita PPNS. Masing-masing 1 unit alat berat loader merek Komatsu, 2 unit bulldozer merek Caterpillar, dan 25 batang kayu bulat gelondongan dengan berbagai jenis dan ukuran.

Baca Juga: Kasus CV.SBM, Kajari Akan Panggil Bupati SBT

Kayu gelondongan itu diduga hasil dari illegal logging CV. SBM, di Desa Sabuai, Kecamatan Siwalalat, Kabupaten Seram Bagian Timur, Provinsi Maluku. Penangkapan terhadap Imanuel, berawal dari berita 26 warga yang diamankan, dan dua warga jadi tersangka oleh polisi saat melindungi hutan mereka.

“Sebetulnya itu adalah impact akibat dari  terjadinya perambahan hutan di  petuanan Negeri Sabuai.  Itu merupakan rangkaian dan akarnya tidak dicari. Sehingga  persoalan ini sampai ke Komnas HAM dan Ombudsman, sehingga Kementerian tahu dan meminta untuk  diselidiki dan kita turunkan tim intelejen selama lima hari untuk under cover,” kata Yosep Nong, Kepala Seksi Wilayah II Ambon, Balai Gakkum Maluku Papua, sebelumnya.

Dari hasil penyelidikan, Yosep  mengakui ternyata perusahaan mendapat ijin untuk IPK perkebunan Pala dari 2018 atas nama gubernur (saat itu Said Assagaff),  namun hingga saat menerima ijin itu pihak perusahan tidak melakukan penanaman anakan pala.

Perusahan itu justru memanfaatkan kayu di luar area IPK, sehingga sudah masuk ke HPT, hutan produksi terbatas, dan hutan produksi yang dapat dikonversi.

Sebanyak  50 batang kayu gelondongan  antara ukuran panjang 15 meter diameter 40-50 Cm dengan alat berat kata dia, sudah diamankan.

Yosep menyebut, tim yang terdiri dari 20 orang yang diturunkan melakukan operasi pada 4 Maret 2020. Imanuel Quadarusman, kata Yosep, adalah orang berpengaruh, sehingga  pihaknya cukup kewalahan.

Instansi pemerintah dan DPRD Kabupaten SBT serta Provinsi Maluku sudah turun ke sana, bahkan juga melakukan paripurna. Tapi tindaklanjut tak lagi terdengar. Padahal hasil paripurna di DPRD Provinsi sebelumnya, ada rekomendasi  IPK akan diperpanjang. Semenetara IPK hanya bisa diperpanjang satu kali saja. “Silakan dikonfirmasi kenapa sampai bisa perpanjang dua kali,”ucap Yosep, kepadaa Spektrum.

Penyidik juga kesulitan untuk memeriksa Imanuel Quadarusman karena menolak dengan alasan akan bertemu dengan DPRD dan lain-lainnya. “Makanya saya katakan, ini urusan hukum, bukan masalah politik. Setelah koordinasi dengan Polda, kita panggil ke kantor dan tetapkan sebagai tersangka dan ditahan. Pengacaranya ajukan penangguhan penahanan. Tapi saya tolak, karena sangat bahaya,” ungkap Yosep.

Yosep juga menyebutkan, alat berat milik perusahan dirusak karena masyarakat tidak puas dan merasa dirugikan. Ia dan pihaknya juga menemukan mess kayu dijaga oleh oknum tentara.

Karena sarat pelanggaran, penyidik menjerat imanuel dengan Pasal 12 Huruf k Jo. Pasal 87 Ayat 1 Huruf 1 dan/atau Pasal 19 Huruf a Jo. Pasal 94 Ayat 1 Huruf a, Undang-Undang No 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, dengan ancaman pidana penjara paling lama 15 tahun dan denda maksimum Rp 100 miliar.

Sebelumnya, Rasio Ridho Sani, Dirjen Penegakan Hukum KLHK menegaskan,   pemberantasan pengrusakan hutan khususnya illegal logging merupakan prioritas KLHK.

Kejahatan illegal logging di Maluku, Papua serta beberapa wilayah lainnya masih marak terjadi. “Kami telah menindak 373 kasus illegal logging. Illegal logging tidak hanya merugikan negara, tapi juga mengancam keselamatan manusia, mengganggu kesimbangan alam,” tegasnya.

Pelaku kejahatan seperti ini, lanjutnya, harus dihukum seberat-beratnya. Mereka harus ditindak tegas. Tidak boleh dibiarkan kejahatan seperti ini terus terjadi. Mencari keuntungan dengan cara merugikan negara, mengorbankan lingkungan serta keselamatan masyarakat adalah kejahatan yang luar biasa.

Baca Juga: Siapa Memberi Ijin Yongki Babat Hutan Sabuai?

“Sudah sepantasnya mereka dihukum seberat-beratnya. Kami sangat serius dan tidak akan berhenti menindak pelaku kejahatan illegal logging,” kata Rasio Sani.

Diketahui, Bupati SBT Abdul Mukti Keliobas menerbitkan Iijin Usaha Perkebunan Budidaya (IUP-B) Tanaman Pala kepada CV. SBM. Celakanya, di lapangan perusahaan ini justru membabat kayu secara liar di hutan Sabuai.

Pihak CV. SBM mengklaim sudah punya Ijin lokasi, Ijin Usaha Perkebunan Budidaya Tanaman Pala, Ijin Pemanfaatan Kayu. Namun terbongkar dokumen ijin lingkungan perusahaan ini belum diproses Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Maluku.

Eksploitasi hutan Sabuai Kecamatan Siwalalat Kabupaten SBT sudah terjadi. Sebelumnya, IUP-B Tanaman Pala CV. SBM dikelaurkan oleh Bupati Kabupaten SBT, Abdul Mukti Keliobas.

Melalui IUP-B itu, dijadikan rujukan oleh Dinas Kehutanan Provinsi Maluku menyetujui Ijin Pemanfaatan Kayu (IPK) kepada CV. SBM, kemudian di SK-kan oleh Gubernur Provinsi Maluku. Surat Keputusan Bupati SBT Nomor 526/64 Tahun 2018 Tanggal 1 Februari 2018 tentang pemberian ijin lokasi untuk tanah seluas 1.183 hektar.

Rekomendasi Gubernur Maluku (Said Assagaff) Nomor 552-43 Tahun 2018 tanggal 13 Februari 2018, tentang kesesuaian lahan dengan rencana makro pembangunan perkebunan Provinsi Maluku kepada CV. SBM untuk melakukan investasi, dan rencana makro perkebunan pala di Desa Sabuai Kecamatan Siwalalat Kabupaten SBT.

Baca Juga: PPNS Diminta Serius Tuntaskan Kasus Sabuai

Disusul Surat Keputusan Bupati SBT Nomor 151 Tahun 2018 tertanggal 8 Maret 2018 tentang pemberian Ijin Usaha Perkebunan Budidaya (IUP-B) di Desa Sabuai Kecamatan Siwalalat Kabupaten SBT dengan luas areal 1.183 hektar. IUP-B untuk usaha perkebunan tanaman pala.

Dua bulan berselang, karena ada kayu (pepohonan) di areal hutan Sabuai, maka dikeluarkan lagi Surat Keputusan Dinas Kehutanan Provinsi Maluku Nomor 52.11/SK/DISHUT-MAL/459 Tanggal 25 April 2018 tentang persetujuan IPK Tahap I, berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Maluku Nomor 522.11/SK/DISHUT-MAL/250/2018 Tanggal 30 April 2018, tentang Ijin Pemanfaatan Kayu (IPK) dengan luas lahan 371 hektar.

Namun karena masalah ini diproses hukum, akhirnya Bupati SBT mencabut ijin CV. SBM. Meski begitu, Hutan Sabuai sudah dieksploitasi oleh perusahaan tersebut.

Sayangnya, hingga berita ini naik cetak berkas perkara tersangka Imanuel mengendap di meja PPNS. Bahkan dugaan keterlibatan oknum lain dalam kejahatan kehutanan di Sabuai itu, belum diungkap oleh PPNS. (S-07/S-14)