-Kerugian Negara Rp.3 Miliar
Dugaan korupsi mencuat dalam tukar guling lahan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Maluku. Rekomendasi hasil audit BPK tahun 2018 sudah diperoleh Ditreskrimsus Polda Maluku. Proses hukum sementara berjalan. Sejumlah pihak telah diperiksa, dan lainnya akan dipanggil lagi.
AMBON, SPEKTRUM – Kerugian negara Rp.3 miliar ditemukan BPK saat mengaudit BPPKAD Provinsi Maluku. Saat itu era kepemimpinan Gubernur-Wakil Gubernur Maluku, Said Assagaff – Zeth Sahuburua. Komisi A DPRD Maluku periode 2014-2019 juga dilibatkan dalam persoalan ini. Mantan Ketua Yayasan Poitech Hok Tong adalah Kiat, yang juga Pengusaha.
Dalam pengembangan kasus ini kabarnya uang kerugian Rp.3 miliar itu mengalir ke oknum-oknum tertentu. siapa mereka, namun hal itu masih digali lebih lanjut oleh tim penyelidik Ditreskrimsus Polda Maluku.
Menyangkut penanganan kasus ini, Zaidun Attamimi, Pegiat Anti Korupsi di Ambon mengingatkan Ditreskrimsus untuk bekerja secara profesional. Lebih utamanya mengungkap motif kejahatan dalam tukar guling lahan Perpustakaan dan Kearsipan Maluku dengan pihak Yayasan Poitech Hok Tong.
“Proses hukum harus dilakukan dengan sungguh-sungguh. Kita dukung Ditreskrimsus untuk mengungkap aliran dana Rp.3 miliar yang sudah menjadi temuan BPK. Uang itu masuk ke kantong siapa harus diungkap,” desak Zaidun Attamimi kepada Spektrum Rabu (2/9) di Ambon.
Dengan bukti formula yang sudah diperoleh, pihak Ditreskrimsus bisa mengembangkannya dengan memanggil pihak berkompeten mulai Pemprov dan DPRD Maluku serta Yayasan Poitech Hok Tong.
“Ini untuk menghndari spekulasi. Apresiasi juga kita berikan ke Ditreskrimsus yang mau menangani kasus ini. Semoga diproses hingga tuntas. Untuk itu pak Kapolda Irjen Pol Baharudin Djafar kiranya mengawal proses hukum kasus ini juga,” pinta Zaidun.
Sementara itu, Sekretaris Solidaritas Nasionalis Peduli Rakyat (SNIPER) Idham Sangadji juga meminta Kapolda Maluku agar mengawal proses hukum kasus ini. Sandarannya, merujuk hasil audit perhitungan kerugian negara dari BPK. Pihak yang diduga menyelewengkan dana Rp.3 miliar tersebut, patut mempertanggunghawabkan perbuatan mereka.
“Utama lagi menelusuri dan mengungkap dugaan aliran uang Rp.3 miliar ke oknum oknum tertentu. Uang ini dipakai untuk apa sehingga dana lahan Perpustakaan dan Kerasipan Maluku itu bisa merugikan negara,” ujar Idham Sangadji, Sekretaris Solidaritas Nasionalis Peduli Rakyat (SNIPER), kepada Spektrum di Ambon, Rabu (2/09).
Idham meminta ada atensi dari Kapolda Maluku Irjen Pol Baharudin Djafar untuk mengawal proses hukum yang sementara dilakukan tim Ditreskrimsus. Maksudnya, lanjut dia, agar proses hukum dapat berjalan terukur dan terarah serta benar-benar sesuai protap.
“Harapannya, proses hukum kasus ini tidak berhenti di tengah jalan. Tentu apresiasi kita berikan kepada pihak Ditreskrimsus yang sementara melakukan penyelidikan. Di samping itu, pak Kapolda harus memonitor penanganan kasus ini,” pinta Idham.
Ia sepakat, siapapun oknum yang diduga menerima uang dari lahan tukar guling itu Perpustakaan dan itu diproses sesuai hukum yang berlaku di negara ini. “Ini menjadi tugas dan kewenangan pihak Ditreskrimsus untuk mengungkapkannya” tandas mantan Pengurus KNPI Kota Ambon ini.
Pengembangan kasus ini beberapa pihak terkait telah dan akan diperiksa oleh Ditreskrimsus Polda Maluku. Jumat 28 Agustus lalu, Melkias Frans mantan Anggota DPRD Maluku priode 2014-2019 diperiksa. Ricahrd Rahakbauw alias RR anggota DPRD Maluku dari Fraksi Golkar, juga sudah diperiksa dalam kasus yang sama.
RR, mantan Wakil Ketua DPRD setempat itu diperiksa penyidik yang dipimpin Kompol Gerlad Watimena. “Ya, diperiksa di ruang kerjanya. Penyidik dibahwa pimpinan Kompol Gerlad Watimena,”kata sumber Spektrum, Senin (31/08) di Ambon.
Kaitannya dengan itu, Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Maluku, Kombes Pol. Eko Santoso yang di konfirmasi enggan berkomentar. Ia menyebut No Comment. “Oh, No Comment,” begitu kalimat singkat Eko saat dihubungi koran ini, kemarin malam.
Sementara RR, yang pula dihubungi Spektrum via seluler/081343099090, tak berhasil dihubungi alias ponselnya tidak aktif. RR ikut diperiksa dalam kasus ini, karena sebagai unsur pimpinan DPRD saat itu, dalam memutuskan proses tukar guling, mengingat lahan Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Maluku merupakan aset daerah.
Begitupun di Komisi A DPRD Maluku yang menggodok setiap surat masuk yang diajukan Pemda Maluku dan Yayasan Poitech Hok Tong.
Mantan Gubermur Maluku Said Assagaff juga telah diperiksa oleh penyelidik Ditreskrimsus Polda Maluku di Jakarta. Begitu juga mantan Ketua DPRD Maluku, Edwin Adrian Huwae dan Nia, di periksa di gedung DPRD Maluku Karpan Ambon.
Diketahui, dugaan korupsi tukar guling lahan Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Maluku dengan lahan Yayasan Poitech Hok Tong pada 2017. Sebelumnya, Melky Frans mengatakan, dirinya memenuhi undangan dalam rangka memberih keterangan soal tukar guling lahan antara Pemerintah Provinsi Maluku dengan Yayasan Poitech Hok Tong.
Ia mengaku diperiksa saat itu kurang lebih 2 jam. Melky yang dikonfirmasi wartawan mengaku ada temuan Badan Peneriksa Keuangan (BPK) dalam transaksi tukar guling tersebut.
“Saya sudah dipanggil bulan lalu (Juli) oleh Krimsus Polda Maluku dalam rangka untuk memberi keterangan terkait dengan permasalahan Yayasan Poitech dengan Pemerintah Maluku khusus lahan dan Perpustakaan. Komisi I saat tahun 2017 lalu itu membahas masalah ini. Karena aset daerah jadi harus ada persetujuan DPRD,” singkat Politisi Demokrat, saat itu.
Diakuinya pula, Komisi A saat itu dipimpinya selaku Ketua Komisi. Dimana, persoalan tersebut sebelumnya di bahas di komisis A atas berdasarkan surat masuk dari Yayasan Poitech dan Pemprov Maluku.
Pemda dalam hal ini, Gubernur Maluku, Said Asagaff dan para pihak terkait termasuk Kepala Perpustakaan, Biro Hukum dan BPKAD duduk membahasnya bersama kuasa hukum dari Poitech juga Pemda.
“Nah karena terkait dengan aset daerah harus ada persetujuan dari DPRD. Saya ketua komisi A (saat itu) dipanggil Krimsus untuk memberi keterangan. Karena itu hari ini saya datang karena baru tiba dari Jakarta untuk memenuhi undangan dari Krimsus dan saya telah memberikan keterangannya. Nanti ada perbaikan-perbaikan tentang ketenrangan, karena saya belum tanda tangan dan lainnya,” sebut dia.
Menurut dia, pihaknya tentu mendorong perkara ini diproses hingga tuntas. Dimana, kasus ini kabarnya ada temuan BPK yang menyatakan bahwa, dalam proses pengalihan lahan atau tukar menukar lahan antara Pemprov dan Poitech, itu diduga ada terjadi kerugian negara di dalamnya.
“Jadi saya mau clear kan. Itu lahan perpustakaan itu sebenarnya milik Poitech. Jadi pada saat pergolakan PKI pada tahun 1965, Maluku ini dinyatakan sebagai daerah darurat sipil atau militer. Jadi kepala daerahnya adalah kepala daerah darurat. Karena mereka ini orang China, orang China kan saat itu diduga dukung PKI sehingga Yayasan China atau sekolah itu diambil alih oleh pemerintah darurat ketika itu. pasca dingin, selesai ini dibawah pengawasan Kementerian Pertahanan dan diberikan kepada Dikbud, otonomi kemudian diserahkan kepada Provinsi,” jelas Melky.
Oleh Pemprov Maluku, kata Melky, kemudian mengurus surat sertifikat hak pakai lalu dibangunlah perpustakaan. Ternyata ini hak milik orang lain. Di perjalanan, Yayasan Poitech meminta lahannya dikembalikan oleh Pemprov.
Poitech karena merasa mereka dengan pemerintah bermitra, mereka lalu berikan lahan baru di Poka, sebagai ganti lahan dalam bentuk terima kasih. Sementara bagunan perpustakaan, dipakai lembaga apresiasial untuk menghitung nilai bangunan.
“Jadi ini ada kelemahan di pemerintah provinsi adalah mereka membuat judul di situ tukar menukar lahan jadi seakan akan dia terjadi tukar guling. Padahal, ini kan lahan orang yang mau diambil kembali. Jadi ini ada kesalahan administratif yang berimplikasi pada persoalan hukum karena Judulnya lain kan,” tegas dia. (S-14/S-07)