Jaksa ‘Kuliti’ Dugaan Korupsi Anggaran Makan Minum DPRD SBB

AMBON, SPEKTRUM – Kejaksasn Tinggi (Kejati) Maluku mulai menguliti kasus dugaan korupsi anggaran makan minum di Sekretariat DPRD Seram Bagian Barat (SBB).

Sebagai langkah awal, enam orang staf Sekretariat DPRD SBB dipanggil penyidik Kejati Maluku untuk diperiksa.

“Kasus ini sudah masuk ke Pidsus dan sementara dalam proses penyelidikan. Ditahap ini sudah enam saksi dari Sekretariat DPRD SBB dimintai keterangan,” kata Kasi Penkum Kejati Maluku, Wahyudi Kareba kepada wartawan, Kamis (27/10/2022).

Pemeriksaan kata Kareba, bertujuan untuk mengumpulkan alat bukti terkait dugaan korupsi seperti yang dilaporkan.
“Nanti ada pihak lain yang akan dimintai keterangan. Ini telah diagendakan,” jelasnya.

Sebelumnya, pimpinan DPRD Kabupaten SBB dilaporkan ke Kejaksaan Tinggi Maluku atas dugaan penyalagunaan anggaran Makan Minum di tubuh DPRD SBB.

Laporan dilayangkan Korwil LSM Lumbung Informasi Rakyat (LIRA) Maluku Yan Sariwating pada Kamis (8/9/2022).

Korwil LSM Lumbung Informasi Rakyat (LIRA) Maluku, Yan Sariwating mengungkapkan, mereka yang dilaporkan diantaranya, Ketua DPRD Kabupaten SBB, berinsial ARL, Wakil Ketua I APG dan Wakil ketua II L.N.

Pimpinan DPRD Kabupaten SBB ini dilaporkan atas dugaan penyalagunaan anggaran Makan Minum tahun 2021 di DPRD SBB sebesar kurang lebih Rp.500 juta.

Dalam laporan tersebut dijelaskan, tahun 2021 Pemkab SBB telah menganggarkan belanja barang dan jasa sebesar Rp. 293 Miliar lebih, dengan realisasi sebesar Rp. 256 Miliar lebih atau 87,22 persen untuk seluruh OPD.

Dari realisasi Rp. 256 Miliar tersebut, sebagian diantaranya sebesar Rp. 79 miliar lebih dipakai untuk belanja bahan pakai habis.

Salah satu OPD yang mendapatkan dana untuk belanja ini adalah Dekretariat DPRD sebesar Rp. 1,6 miliar lebih, dan dianggarkan untuk belanja makan dan minum bagi rapat anggota.

“Dari dana Rp. 1,6 Miliar, sebagian diantaranya yaitu sebesar Rp. 595.000.000,- merupakan belanja makan/minum serta tamu untuk pimpinan DPRD, yaitu Ketua dan Wakil Ketua I dan II (tiga orang).

Namun yang terjadi, dana sebesar itu diduga diambil secara tunai oleh ketiga pimpinan DPRD.

Pengambilan dana secara tunai oleh pimpinan DPRD diduga telah di rekayasa seakan-akan dana tersebut sebagai pengganti untuk belanja rumah tangga.
“Padahal sesuai ketentuan untuk mendapatkan biaya belanja rumah tangga, pimpinan DPRD harus menempati rumah dinas yang telah disediakan pemerintah, sebaliknya yang terjadi, mereka tidak menempati rumah dinas, tapi tinggal di rumah pribadi masing-masing,” jelas Sariwating.

Perbuatan pimpinan DPRD SBB ini lanjut Sariwating, telah melanggar sejumlah ketentuan peraturan yang berlaku.

Diantaranya UU No. 17 tahun 2014 tentang MD3 pasal 369 perihal sumpah jabatan :

Alinea ke-3 ” bahwa saya akan memperjuangkan aspirasi rakyat yang saya wakili, untuk mewujudkan tujuan nasional demi kepentingan bangsa dan Negara Kesatuan Republik In donesia “Kemudian PP no. 18 tahun 2017 tentang Hak Keuangan & Admi nistratif Pimpinan dan Anggota DPRD.

Pasal 18 ayat 5 ” Dalam hal pimpinan DPRD tidak menggunakan fasilitas rumah negara dan perlengkapannya, tidak diberi kan belanja rumah tangga se bagaimana dimaksud dalam pasal 9 ayat 2 butir c “Juga PP no. 12 tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah : Pasal 3 ayat 1 ” Pengelolaan Ke uangan Daerah dilakukan seca ra tertib, efisien, ekonomis, efek tif, transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan rasa keadilan, kepatutan, man faat untuk masyarakat serta taat pada ketentuan peraturan perundang undangan”.

Dimana masalah tersebut berakibat belanja makan dan minuman untuk rapat kepada pimpinan DPRD yang tidak menempati rumah dinas , dan dipakai tidak sesuai dengan peruntukannya, berindikasi telah merugikan keuangan daerah sebesar Rp. 523.600.000.

Menurut Sariwating, cela penyimpangan bisa terjadi lantaran Sekwan, PPK maupun Bendahara Pengeluaran kurang cermat dalam mengawasi pembayaran belanja makan dan minum untuk rapat pimpinan DPRD, bahkan pembayaran yang di lakukan tidak berdasar kan ketentuan yang berlaku.

“Dana sebesar Rp. 523.600.000 harus di kembalikan ke kas daerah dengan rincian untuk Ketua Rp. 215.600.000, Wakil Ketua I & II masing-masing sebesar Rp. 154.000.000,” tandasnya.

Pasca laporan dilayangkan, Dirinya meminta agar Kejati Maluku pro aktif mengusut kasus tersebut, dengan membentuk tim terpadu untuk melakukan pubaket dan puldata di lapangan. (TIM)