-Fraksi PDIP: Evaluasi Kadinkes
AMBON, SPEKTRUM – Insentif tenaga kesehatan atau Nakes khusus penanganan Covid-19, hingga kemarin belum dibayarkan. Para Nakes khusus Covid-19, terakhir dibayar pada Maret 2020.
Dinas Kesehatan Provinsi Maluku laporan jumlah pasien awal terpapar Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) pada bulan Maret 2020 tidak sesuai fakta.
Akibatnya Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Maluku, Meykal Pontoh dikritisi Tim I Penanganan Covid-19 DPRD Maluku pada saat Rapat mitra di ruang paripurna DPRD Maluku, Rabu (14/10).
Laporan ini berkaitan dengan pembayaran insentif tenaga kesehatan dan non kesehatan di RS rujukan covid-19, yang terakhir dibayar pada Maret 2020.
Padahal, pembayaran insentif Nakes khusus Covid dianggarkan dalam DAK Dinas Kesehatan. Sementara tenaga non Kesehatan yang terlibat langsung dalam pelayanan covid-19 didanai APBD.
Saat rapat antara Tim Covid DPRD Maluku bersama Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Maluku, Direktur RSUD dr. Umarella serta Plt. Direktur RSUD Haulussy Ambon, anggota DPRD Maluku, Alex Orno menegaskan, Presiden RI Joko Widodo sudah mengingatkan, insentif Nakes dan non medis covid-19 harus dibayarkan tanpa ada keterlambatan.
Bahkan, dengan raut wajah kesal, Orno mempersoalkan data yang dimiliki Dinkes Maluku yang dibagikan.ke Tim I Covid-19 DPRD Maluku.
“Saya pastikan, pasien terpapar Covid-19 di bulan Maret 2020 hanya satu orang yang masuk pada 18 Maret. Tapi kemudian pada data ini tertulis enam orang pasien yang dilayani 62 tenaga medis, saya minta ini dijelaskan,” katanya dengan nada tinggi.
Bahkan, Orno mengingatkan, jika saat ini pasien covid-19 sudah lebih dari 3.000 orang.
Rapat yang dipimpin Ketua Tim I, Melkianus Sairdekut berlangsung alot dengan catatan kritis terhadap penjelasan Kepala Dinas Kesehatan, dr Meikyal Pontoh, M.Kes.
Penjelasan Pontoh dinilai tidak menjawab apa yang menyebabkan keterlambatan pembayaran intensif tenaga kesehatan dan non kesehatan.
“Kami perlu penjelasan ibu kepala Dinas. Sebenarnya persoalannya ada dimana? Sehingga pembayaran hak tenaga medis dan non medis yang merupakan garda terdepan belum dibayarkan sejak bulan April. Padahal kita tahu sesuai data yang ada pada kami, pada bulan Maret hanya ada 1 pasien yang dirawat di RSUD dr Haulussy – Ambon. Lalu bagaimana dengan kondisi saat ini dimana pasien terkonfirmasi diatas angka 3000. Apakah yang menjadi kendala Apakah bisa ada kepastian kapan intensif mereka dibayarkan ?” ujar Alex Orno.
Hal yang sama juga dipertanyakan Rovik Afifudin. Afifudin menyayangkan lambannya Dinkes membayar hak tenaga kesehatan terutama tenaga non kesehatan yakni, tenaga cleaning service dan supir yang juga rentan terpapar Covid-19 karena bekerja di garis depan sehingga perlu diperhatikan.
“Saya kuatir ibu Kadis, jika tunggakan hak mereka terlalu lama dan vaksin telah ditemukan, maka jangan sampai hak mereka tidak dibayarkan,” kata Afifudin mengingatkan.
Sementara itu, Kadis Kesehatan, dr Meikyal Pontoh, M.Kes menjelaskan jika intensif tenaga kesehatan dibayarkan melalui APBN melalui dana DAK sementara pembayaran intensif tenaga non kesehatan dibayarkan dengan menggunakan APBD.
“Memang ada verifikasi data yang mesti dilakukan sebelum dikirim ke pusat untuk diklaim. Namun setiap koreksi pihak rumah sakit selalu membawa data ke Dinkes sehingga kami duduk bersama melakukan koreksi. Dinkes akan memberikan waktu untuk pihak rumah sakit melakukan pengembalian berkas. Selain itu ada juga persoalan ketidakcocokan data,” ujar Pontoh.
Penjelasan Pontoh membuat Afifudin mengatakan jika penjelasan kepala Dinas dinilai kabur dan tidak bisa dipahami.
“Mungkin saya tidak paham, tapi penjelasan ibu Kadis kabur dan tidak menjawab apa sebenarnya yang menjadi kendala sehingga membuat adanya tunggakan intensif tenaga medis dan non medis yang sudah berbulan-bulan belum juga dibayarkan,” kata Afifudin ketus.
Sementara itu, Benhur Watubun mengkritik penjelasan kepala Dinas yang dinilai tidak bisa dipahami. “Kalau hak tenaga kesehatan dan non kesehatan tidak juga dibayarkan padahal ini sudah masuk bulan Oktober dan mereka dibayarkan terakhir bulan Maret maka ini bisa masuk pelangaran HAM,” kata Watubun.
Lantaran tidak puas dengan penjelasan Ka Dinkes, Watubun langsung meninggalkan ruang rapat. “Sebagai Ketua Fraksi PDI Perjuangan saya meminta agar Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Maluku dievaluasi,” katanya kepada wartawan usai rapat mitra antara Tim I Penanganan Covid-19 Provinsi Maluku.
Menurutnya, penjelasan Kepala Dinas Kesehatan, dr Meykal Pontoh, terkait penyebab keterlambatan pembayaran intensif tenaga kesehatan dan non kesehatan pada rumah sakit rujukan Covid, dan lokasi karantina tidak menjawab substsnsi persoalan.
Sebagai fraksi yang mendukung pemerintah, kata Watubun, hal ini penting untuk dievaluasi. “Harus bisa memastikan berapa lama penyelesaian persoalan ini. Ini menjadi rasa prihatin kami. Karena itu dalam rapat saya mengatakan, virus Corona berlari secepat kilat, tenaga medis menangani secepat guntur namun intensif tenaga kesehatan dan non kesehatan berlari seperti gajah,” ujar Watubun.
Disinilah kata Watubun lagi, letak problem. “Jika pemerintah dalam hal ini gubernur terus dikritik bahkan tim covid pemerintah gencar menuai kritikan secara terus menerus maka sebagai fraksi yang mendukung pemerintah kami mesti malu terhadap kritikan tersebut. Karena itu, wajar jika dalam rapat ini harus dicari penyebab keterlambatan pembayaran intensif tenaga kesehatan dan non kesehatan yang belum dibayarkan,” tegasnya.

Watubun menjelaskan, pihaknya menanyakan apa yang menjadi problem, jika ini terkait masalah managemen maka perlu dilakukan evaluasi.
“Tapi kami juga akan menentukan sikap menerima atau menolak soal pertanggung jawaban Covid-19 khusus pada level tenaga kesehatan dan non kesehatan . Karena itu jika masalahnya ada pada managemen maka managernya harus diganti karena ini hanya bikin malu,” katanya. (S-16)